Free Gift

Membangun Generasi Hijau Melalui Green Chemistry

Pera Marita SPd MPd, Guru Kimia SMA Negeri 3 Kota Langsa

KETIKA mendengar kata kimia, sebagian orang mungkin langsung teringat dengan bau menyengat, bahan berbahaya, atau percobaan laboratorium yang berisiko. Padahal, konsep kimia itu sendiri sejatinya adalah ilmu yang membentuk kehidupan mulai dari udara yang kita hirup, makanan yang kita santap, hingga energi yang kita gunakan setiap hari.

Kini, dunia pendidikan, termasuk di Aceh, menghadapi tantangan besar: bagaimana menjadikan pelajaran kimia bukan sekadar hafalan rumus dan reaksi, tetapi sarana untuk memahami hubungan manusia dengan alam. Di sinilah konsep Green Chemistry, atau Kimia Hijau, menemukan perannya yang sangat penting terutama dalam kerangka pembelajaran mendalam (Deep Learning Curriculum) yang saat ini menjadi arah kebijakan pendidikan nasional dan daerah.

Deep learning bukan sekadar pembelajaran tingkat tinggi; ia menuntun siswa untuk berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan reflektif dalam menghadapi masalah nyata. Kurikulum Merdeka yang juga diimplementasikan di Aceh melalui dukungan Dinas Pendidikan Aceh menekankan bahwa pembelajaran tidak boleh berhenti pada pengetahuan faktual, tetapi harus melatih siswa memahami makna, keterkaitan, dan dampak dari setiap konsep yang dipelajari.

Dalam konteks itu, Green Chemistry menjadi sangat relevan. Prinsip-prinsipnya antara lain mencegah limbah, menggunakan bahan alami, menghemat energi, dan merancang proses yang ramah lingkungan sehingga mampu memberikan ruang bagi siswa untuk belajar mendalam melalui pengalaman langsung. Misalnya, saat siswa mempelajari reaksi kimia, mereka tidak hanya mengamati perubahan zat, tetapi juga merefleksikan bagaimana reaksi tersebut memengaruhi lingkungan dan bagaimana ilmu kimia dapat digunakan untuk memperbaiki kerusakan ekosistem. Dengan pendekatan ini, pembelajaran kimia berubah menjadi pembelajaran bermakna tidak lagi sebatas teori, tetapi menjadi latihan berpikir etis dan bertanggung jawab terhadap bumi.

Guru berperan penting dalam menerapkan Green Chemistry yang sejalan dengan pembelajaran mendalam. Beberapa kegiatan sederhana tetapi berdampak besar dapat diterapkan di kelas: Pertama, Eksperimen Ramah Lingkungan. Gunakan bahan aman seperti ekstrak kubis ungu sebagai indikator asam-basa, atau cuka dan soda kue untuk mempelajari reaksi netralisasi. Selain melatih keterampilan sains, siswa belajar pentingnya keselamatan dan etika dalam eksperimen. Kedua, Proyek Kimia Terapan. Melalui proyek seperti pembuatan sabun cair dari minyak jelantah, bioplastik dari kulit pisang, atau pembersih alami dari daun sirih dan jeruk nipis, siswa mempraktikkan prinsip ekonomi sirkular.

Mereka tidak hanya mengasah kemampuan kimia, tetapi juga berinovasi menciptakan produk berkelanjutan. Ketiga, Proyek Sekolah Hijau (Green School Project). Bimbing siswa mengelola limbah laboratorium, membuat pupuk organik, atau merancang kampanye “Zero Waste Class.” Aktivitas lintas pelajaran ini mendorong deep learning karena menghubungkan sains dengan nilai sosial, budaya, dan lingkungan.

Keempat, Eksperimen Berbasis Potensi Lokal Aceh. Aceh memiliki sumber daya alam luar biasa: minyak nilam, rempah, dan tanaman obat. Guru dapat mengajak siswa mengekstrak minyak nilam atau menguji efektivitas antibakteri serai wangi. Siswa belajar bahwa sains tidak terpisah dari budaya dan potensi lokal — sebuah bentuk pembelajaran kontekstual  mendalam dan relevan dengan visi Aceh Green and Smart 2045.

Nilai Islam dan kebijakan

Penerapan Green Chemistry dan Deep Learning sejalan dengan nilai-nilai Islam dan falsafah pendidikan Aceh yang menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 31: “…dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Prinsip keseimbangan (mizan) dan tanggung jawab ekologis ini menjadi dasar penting pendidikan karakter Aceh. Melalui pendekatan kimia hijau, guru dapat menanamkan nilai tauhid ekologis dimana kesadaran bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah.

Kebijakan pendidikan Aceh yang berpijak pada Qanun Aceh No. 9 Tahun 2015 tentang Pendidikan Aceh juga menegaskan perlunya pendidikan berbasis nilai keislaman, kearifan lokal, dan pelestarian lingkungan. Penerapan Green Chemistry dalam kurikulum sains adalah langkah nyata untuk mewujudkan kebijakan tersebut.

Integrasi Green Chemistry dalam kerangka Deep Learning Curriculum memberikan kontribusi strategis bagi masa depan pendidikan di Aceh. Seperti membangun Generasi Saintis Beretika. Siswa belajar bahwa inovasi ilmiah harus sejalan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kemudian, Menumbuhkan Jiwa Inovatif dan Wirausaha Hijau. Pembelajaran berbasis proyek memberi ruang bagi siswa menciptakan produk lokal ramah lingkungan yang bernilai ekonomi.

Berikutnya, Mewujudkan Sekolah Berkelanjutan. Sekolah menjadi ekosistem pembelajaran hijau yang membangun budaya refleksi, aksi nyata, dan keberlanjutan. Dan, terakhir Mendukung Visi Aceh Hijau dan Indonesia Emas 2045. Dengan membekali generasi muda dengan literasi lingkungan dan kreativitas, pendidikan Aceh berkontribusi langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Berpikir kritis dan analitis

Ilmu pengetahuan adalah kemajuan fondasi bangsa, dan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, kerja keras, semangat besar, perjuangan tanpa batas merupakan gelombang gairah yang harus dipacu tanpa mengenal waktu demi perubahan besar di dunia pendidikan. Pendekatan transformatif dan dedikatif mampu menumbuhkan rasa ingin tahu, membangun proses perubahan mendalam, berkelanjutan pada pembelajaran, bertujuan menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna, relevan, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Pendidikan Emas 2045 adalah kunci pembuka pintu masa depan yang penuh tantangan dan peluang. Di transformatif digital dan globalisasi ini, pendidikan tidak hanya berfokus pada penguasaan pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, komunikasi — keterampilan yang sangat penting untuk bersaing dan berkontribusi di dunia yang terus berubah.

Melalui pemahaman dan penerapan konsep Green Chemistry, peserta didik dilatih untuk berpikir kritis dan analitis dalam merancang proses kimia yang minim dampak negatif terhadap ekosistem, sekaligus mengoptimalkan efisiensi sumber daya. Pendekatan ini mendorong terciptanya kompetensi holistik, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang esensial untuk menghasilkan generasi ilmuwan dan profesional yang inovatif, etis, dan berorientasi pada pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.

Green Chemistry akhirnya bukan sekadar topik ilmiah, tetapi sebuah gerakan pendidikan mendalam yang menumbuhkan kesadaran ekologis, moral, dan spiritual. Melalui integrasi dengan Kurikulum Merdeka dan kebijakan pendidikan Aceh, guru kimia dapat memimpin perubahan menuju generasi yang berpikir kritis, beretika, dan peduli terhadap bumi. Ketika siswa memahami bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab ilmu, maka pendidikan di Aceh telah melampaui sekadar transfer pengetahuan ia telah menjadi jalan menuju peradaban hijau yang berkelanjutan dan bermartabat.

Artikel ini merupakan salah satu bentuk dedikasi penulis dan rasa syukur kepada dunia pendidikan dalam rangka menyambut hari guru nasional (HGN). Semoga Pendidikan Aceh lebih sejahtera dan mampu melawan arus perubahan demi tercapainya cita-cita anak bangsa menuju generasi emas 2045.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar