LAMPUNG INSIDER – Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) secara virtual dari Ruang Rapat Sakai Sambayan, Senin (20/10/2025). Kegiatan ini dipimpin Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan dihadiri Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, beserta jajaran pejabat pusat dan daerah, dengan fokus utama pada pengendalian inflasi serta percepatan realisasi belanja pemerintah daerah.
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian menekankan pentingnya percepatan realisasi belanja daerah sebagai motor penggerak ekonomi nasional. “Mesin pertumbuhan ekonomi akan bergerak optimal apabila sektor swasta dan sektor pemerintah berjalan seimbang. Pemerintah melalui realisasi APBN dan APBD berperan penting dalam mendorong sirkulasi uang dan stimulasi kegiatan ekonomi,” ujarnya.
Tito menjelaskan, total APBD seluruh Indonesia tahun 2025 mencapai lebih dari Rp1.300 triliun, terdiri dari dana transfer pusat sebesar Rp919 triliun dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp42 triliun. Pemerintah pusat terus memantau kinerja pendapatan dan belanja daerah setiap bulan, memberikan apresiasi dan insentif untuk daerah berprestasi, serta bantuan percepatan untuk daerah yang serapannya rendah.
Per 30 September 2025, rata-rata realisasi pendapatan daerah telah mencapai 70,27 persen, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 67 persen. Namun, realisasi belanja daerah baru mencapai 56,07 persen, sedikit menurun dari periode yang sama tahun lalu. Tito mengingatkan bahwa belanja cepat dan tepat akan mempercepat sirkulasi ekonomi lokal dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Mendagri juga menyoroti dana pemerintah daerah yang masih mengendap di perbankan, mencapai Rp233 triliun. Dana tersebut seharusnya segera digunakan untuk program pembangunan produktif. “Jika dana mengendap terlalu lama, ekonomi daerah terhambat. Gunakan untuk kegiatan produktif yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat,” tegas Tito. Ia juga menekankan perlunya menjaga pertumbuhan ekonomi daerah di atas rata-rata nasional sebesar 5,12 persen, agar target pertumbuhan ekonomi nasional 6 persen dapat tercapai.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan pentingnya percepatan realisasi anggaran daerah agar manfaat pembangunan dirasakan langsung oleh masyarakat. Ia menegaskan bahwa surplus APBD tidak boleh dibiarkan mengendap, tetapi harus diarahkan ke kegiatan produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
“Belanja pemerintah berperan besar dalam menggerakkan ekonomi. Dana yang masih mengendap di bank hingga Rp234 triliun harus segera digunakan. Jangan sampai perputaran ekonomi terhambat hanya karena dana tidak bekerja untuk rakyat,” ujarnya. Purbaya juga menyoroti bahwa kondisi ekonomi nasional 2025 berada dalam tren positif, dengan pertumbuhan stabil 5,12 persen, inflasi 2,65 persen, defisit APBN hanya 1,56 persen dari PDB, serta neraca perdagangan surplus 64 bulan berturut-turut.
Dalam konteks pengembangan ekonomi daerah, Menkeu mengingatkan dominasi Pulau Jawa yang menyumbang 56,9 persen PDB nasional dan mendorong percepatan pertumbuhan di luar Jawa melalui sektor unggulan lokal. Ia mencontohkan Sulawesi yang berhasil tumbuh pesat berkat hilirisasi industri dan strategi nilai tambah, sebagai model bagi daerah lain.
Data per September 2025 menunjukkan realisasi belanja APBD nasional baru mencapai Rp712,8 triliun atau 51,3 persen dari pagu Rp1.389 triliun, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Belanja modal turun lebih dari 31 persen, sedangkan belanja barang dan jasa turun 10,5 persen, menandakan perputaran ekonomi daerah masih lambat.
Purbaya juga menekankan pentingnya tata kelola keuangan daerah yang transparan dan berintegritas. Berdasarkan data KPK 2024, skor Survei Penilaian Integritas (SPI) nasional baru mencapai 71,53, di bawah target 74, sementara rata-rata skor provinsi 67 dan kabupaten/kota 69, menunjukkan masih banyak daerah berada di zona rawan penyalahgunaan anggaran.
“Kasus penyalahgunaan anggaran masih terjadi, mulai dari suap audit hingga proyek fiktif. Dua triwulan ke depan, saya ingin tata kelola dan serapan anggaran diperbaiki. Kinerja daerah yang baik akan menjadi dasar pemerintah pusat menambah alokasi Transfer ke Daerah (TKD) tahun mendatang,” jelasnya.
Berdasarkan data realisasi per September 2025, Provinsi Lampung mencatat realisasi pendapatan 62,11 persen dan belanja 61,69 persen, menunjukkan keseimbangan yang baik. Hasil ini menempatkan Lampung di peringkat ke-8 nasional dalam kategori zona hijau realisasi APBD, di bawah Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Inflasi Lampung tercatat hanya 1,2 persen, jauh di bawah rata-rata nasional, menandakan efektivitas pengendalian harga di daerah.
Kinerja positif ini menjadi bukti bahwa upaya pengendalian inflasi, percepatan belanja daerah, dan pengelolaan anggaran secara transparan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Lampung.***






