Sabo – Kota Tasikmalaya tengah merayakan momen bersejarahnya, Milangkala atau Hari Jadi ke-24 tahun 2025, dengan gebrakan yang benar-benar berbeda.
Jika biasanya perayaan terpusat di satu titik, tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) memilih ‘turun gunung’ langsung ke tengah-tengah warganya.
Mengusung event bertajuk “Raksa Budaya”, pesta ulang tahun Kota Tasikmalaya diselenggarakan di sepuluh titik, tersebar di sepuluh kecamatan. Sebuah strategi ‘jemput bola’ yang langsung menyentuh masyarakat akar rumput.
Meratakan Dampak
Lantas, apa alasan di balik perubahan format perayaan yang sangat ‘merakyat’ ini?. Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Tasikmalaya, Dr. Dedi Mulyana, S.STP., M.Si, memberikan penjelasan kunci.
”Untuk Milangkala Hari Jadi Kota Tasik ke-24 ini, kebetulan kita mengadakan event yang disebut dengan Raksa Budaya. Saat ini kita turun ke 10 titik yang tersebar di 10 Kecamatan,” ujar Dedi kepada Sabo disela-sela acara, Minggu (19/10).
Alasan utama di balik desentralisasi perayaan ini adalah untuk memastikan dampak perayaan dirasakan secara merata. Konsep ‘jemput bola’ ini bertujuan untuk memberikan hiburan merata kepada masyarakat.
Menurut Dedi Mulyana, pesta budaya yang sarat nuansa kearifan lokal langsung diantarkan kepada masyarakat di tingkat kecamatan. Acara ini melibatkan kolaborasi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam menyelenggarakan charity yang dipadukan dengan pertunjukan kesenian budaya lokal.
“Dengan digelar di banyak titik, diharapkan dampak positif, terutama dari sisi ekonomi, dapat dirasakan langsung oleh warga di seluruh penjuru Kota Tasikmalaya,” kata Dedi Mulyana.
Si Kohkol dan Si Layung
Kejutan dalam perayaan kali ini tidak hanya pada formatnya, tapi juga pada pengenalan identitas baru. Milangkala ke-24 jadi panggung perkenalan ikon baru Kota Tasikmalaya, yaitu “Si Kohkol” dan “Si Layung”.
Dua nama ikon ini diambil dari legenda sepasang ikan di Situ Gede. Menurut Dedi Mulyana, pengenalan ikon ini membawa misi edukasi penting.
“Si Kohkol dan Si Layung ini kita ketahui sebagai ikan yang ada di Situ Gede. Masyarakat diberikan edukasi atau pengenalan tentang sasakala (asal usul) budaya lokal,” papar Dedi.
Harapannya, warga Kota Tasikmalaya tidak hanya terhibur, tapi juga lebih mengenal, menghargai, dan menjaga tradisi serta budaya lokal sebagai potensi daerah yang berharga.
Menuju Kota Jasa dan Event Berbasis Budaya
Langkah kolaboratif ini menegaskan keseriusan Pemkot Tasikmalaya dalam mewujudkan visi sebagai Kota Event dan Jasa.
“Nantinya, Tasik sebagai Kota Jasa dan event akan selaras dengan potensi budaya yang ada di Kota Tasikmaya,” ungkap Dedi seraya menyebutkan bahwa hingga Senin kemarin, (20/10), agenda Raksa Budaya telah sukses menyambangi lima kecamatan dan menyisakan lima kecamatan lagi.
Milangkala ke-24 ini bukan sekadar perayaan, tetapi penanda bahwa budaya telah ditempatkan sebagai fondasi utama pembangunan daerah, membawa kearifan lokal menjadi power pendorong kemajuan kota.***






