Free Gift

Mengapa Koperasi Besar Lahir dan Berkembang di Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan?

AA1P55BG

Penulis merupakan Pakar Ekonomi Kelembagaan dan Pertanian

Dalam narasi ekonomi global,koperasi kerap dipandang sebagai entitas marginal yang hanya cocok untuk skala usaha kecil. Namun, keberhasilan CHS Inc. (AS), National Agricultural Cooperative Federation (Nonghyup, Korea Selatan), dan National Federation of Agricultural Cooperative Associations (Zen-Noh, Jepang) membuktikan sebaliknya. Koperasi-koperasi raksasa ini tidak hanya bertahan, tetapi berkembang pesat dan berkompetisi setara dengan korporasi kapitalis terbesar. Esai ini akan menganalisis kelahiran dan kesuksesan mereka melalui lensa teoritis, membandingkan skala mereka dengan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Indonesia, serta mengeksplorasi relevansinya bagi pengembangan KDMP dan pengakuan koperasi sebagai rumpun keilmuan mandiri.

Argumentasi Teoritis Kelahiran Koperasi Besar

Keberhasilan CHS, Nonghyup, dan Zen-Noh merupakan bukti empiris dari berbagai teori ekonomi dan sosial.

1. Mencapai Keseimbangan Nash yang Kooperatif melalui Skala. Koperasi-koperasi kecil individual sering terjebak dalam “Nash Equilibrium” yang buruk—situasi dimana setiap petani secara individu harus menerima harga rendah karena tidak memiliki daya tawar. Ketiga koperasi raksasa ini lahir sebagai solusi rasional untuk menciptakan keseimbangan baru yang lebih menguntungkan. Dengan berkonsolidasi, mereka mengubah struktur permainan ekonomi dari price taker menjadi price maker yang mampu menegosiasikan harga dan kondisi yang lebih adil.

2. Menyediakan “Focal Point” Skema yang Kuat. Menurut Thomas Schelling, kerja sama membutuhkan focal point—solusi jelas untuk koordinasi. Ketiga koperasi ini menjadi focal point sempurna:

  • CHS sebagai focal point alami dari konsolidasi bottom-up koperasi lokal AS
  • Zen-Noh sebagai focal point hierarkis yang menyatukan ribuan koperasi primer Jepang
  • Nonghyup sebagai focal point yang sengaja diciptakan negara untuk pembangunan pertanian Korea

3. Mengimplementasikan Strategi Kooperatif Jangka Panjang. Robert Axelrod dan James Friedman menunjukkan bahwa kerja sama jangka panjang membutuhkan mekanisme yang jelas. Koperasi-koperasi ini membangun sistem insentif dan disinsentif yang membuat komitmen anggota menjadi kredibel. Keanggotaan memberikan akses kepada harga input murah, pasar pasti, dan patronage refund yang besar.

Perbandingan Skala: CHS, Nonghyup, Zen-Noh vs KDMP

Perbandingan skala antara koperasi internasional dengan KDMP menunjukkan perbedaan yang signifikan:

CHS Inc. (AS):

  • Pendapatan: $47.3 miliar (2022)
  • Anggota: 750,000
  • Bisnis: Energi, pemasaran biji-bijian, makanan, asuransi
  • Jangkauan: Global

Nonghyup (Korea Selatan):

  • Aset: ₩1,100 triliun (∼ $840 miliar)
  • Anggota: 10 juta
  • Bisnis: Perbankan, asuransi, ritel, pemasaran pertanian
  • Jangkauan: Nasional dengan jaringan internasional

Zen-Noh (Jepang):

  • Omset: ¥5.8 triliun (∼ $38 miliar)
  • Anggota: Mencakup hampir semua koperasi pertanian Jepang
  • Bisnis: Pemasaran, suplai input, pengolahan makanan
  • Jangkauan: Nasional dan global

KDMP (Indonesia):

  • Skala: Lokal/desa
  • Modal: Terbatas
  • Jangkauan Bisnis: Terbatas pada desa/kecamatan
  • Kapasitas Manajemen: Sederhana

Perbedaan fundamental terletak pada level integrasi dan diversifikasi bisnis. Sementara KDMP beroperasi pada skala mikro dengan layanan terbatas, ketiga koperasi raksasa tersebut telah menjadi konglomerasi yang terintegrasi vertikal dan horizontal. Rancang Bangun KDMP untuk menuju model koperasi besar di atas sangat diperlukan.

Sophistication Ilmu Pengetahuan pada Koperasi Kelas Dunia

Koperasi raksasa ini mengaplikasikan ilmu pengetahuan dengan sophistication tinggi:

1. Manajemen dan Tata Kelola Kompleks: Mereka mengembangkan model tata kelola yang menyeimbangkan demokrasi anggota dengan efisiensi manajemen profesional, memecahkan masalah principal-agent yang rumit.

2. Rekayasa Keuangan Canggih: Mereka menciptakan produk keuangan spesifik untuk kebutuhan anggota, dari asuransi panen hingga mekanisme stabilisasi harga. Bank NH milik Nonghyup adalah bank beraset besar yang bersaing dengan bank komersial terkemuka.

3. Logistik dan Manajemen Rantai Pasok Global: CHS dan Zen-Noh mengoperasikan jaringan logistik dan pemrosesan yang canggih untuk menggerakkan komoditas dalam skala global.

4. Teknologi dan Inovasi: Mereka berinvestasi besar-besaran dalam R&D untuk pengembangan benih unggul, teknologi pangan, dan praktik pertanian berkelanjutan.

Relevansi bagi Pengembangan KDMP di Indonesia

Pengalaman koperasi internasional memberikan pelajaran berharga bagi pengembangan KDMP:

1. Roadmap Konsolidasi: KDMP perlu mengembangkan roadmap jelas untuk konsolidasi dan integrasi, mulai dari level desa hingga nasional.

2. Spesialisasi dengan Integrasi: Mengembangkan keunggulan di sektor spesifik (seperti pertanian organik atau produk lokal unggulan) sambil membangun integrasi vertikal.

3. Kapasitas Manajemen: Investasi dalam pengembangan kapasitas manajemen dan sistem teknologi informasi.

4. Kemitraan Strategis: Membangun kemitraan dengan pelaku usaha besar dan lembaga keuangan untuk akses pasar dan modal.

Relevansi bagi Pengakuan Koperasi sebagai Rumpun Ilmu Mandiri

Keberhasilan koperasi kelas dunia ini memperkuat argumen untuk pengakuan koperasi sebagai rumpun ilmu mandiri:

1. Bukti Empiris Keunikan: Kompleksitas manajemen koperasi raksasa menunjukkan kebutuhan body of knowledge khusus yang tidak tercakup sepenuhnya dalam disiplin ilmu konvensional.

2. Kebutuhan Profesional Khusus: Pengembangan KDMP membutuhkan tenaga profesional yang memahami nuansa khusus koperasi—demokrasi ekonomi, patronage refund, dan pengelolaan modal sosial.

3. Siklus Virtuous: Pengakuan akademis akan menciptakan siklus virtuous: penelitian → pengembangan teori → pendidikan profesional → praktik yang lebih baik → kinerja yang meningkat.

Kesimpulan

Koperasi besar seperti CHS, Nonghyup, dan Zen-Noh membuktikan bahwa model koperasi dapat bersaing dalam ekonomi modern ketika dikelola dengan prinsip-prinsip yang tepat dan skala yang memadai. Bagi Indonesia, khususnya dalam pengembangan KDMP, kisah sukses ini menawarkan dua insight krusial: perlunya pendekatan strategis dalam scaling up koperasi, dan pentingnya membangun fondasi keilmuan yang kokoh melalui pengakuan “Ilmu Perkoperasian” sebagai rumpun keilmuan mandiri. Dengan belajar dari kesuksesan global dan mengembangkan pendekatan yang kontekstual, KDMP memiliki potensi untuk menjadi engine of growth yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

Disclaimer: Artikel ini bukan produk jurnalistik dari Pikiran Rakyat. Kolom opini adalah wadah bagi akademisi/pakar/praktisi di bidang terkait dalam menyampaikan sudut pandang atau gagasannya.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar