Free Gift

Mengapa Transparansi Peruntukan Anggaran Pemerintah Penting?

ANGGARAN Program Pengelolaan Belanja Lainnya naik signifikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Berdasarkan dokumen Buku II Nota Keuangan, alokasi anggaran yang masuk dalam belanja pemerintah pusat ini nilainya mencapai Rp 525 triliun pada tahun depan. Sedangkan untuk outlook 2025, nilainya hanya mencapai Rp 358 triliun. Di saat yang bersamaan, dana transfer ke daerah (TKD) menurun drastis dari yang tadinya Rp 864,1 triliun dalam outlook 2025 menjadi Rp 650 triliun dalam RAPBN 2026.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, mengatakan sebagian anggaran TKD yang dipangkas masuk ke dalam pos Belanja Lainnya, yang nantinya juga akan digunakan untuk membiayai program prioritas pemerintah. Akan tetapi, pemerintah belum mendetailkan secara rinci peruntukan Belanja Lainnya tersebut. “Saya kira itu (transparansi soal Belanja Lainnya) sangat penting,” kata Tauhid ketika dihubungi pada Senin, 25 Agustus 2025.

Tauhid menjelaskan, selama ini anggaran Belanja Lainnya digunakan untuk menghadapi situasi gawat darurat. Misalnya, ketika terjadi penurunan pendapatan, belanja pemerintah untuk program prioritas bisa ditambah dari pos Belanja Lainnya. Kedua, anggaran itu juga bisa digunakan ketika terjadi force majeure atau bencana.

Menurut Tauhid, pemerintah sejatinya tidak perlu menjelaskan peruntukan Belanja Lainnya yang difungsikan sebagai dana cadangan ketika menghadapi situasi tak terduga. Akan tetapi, bila anggaran tersebut juga digunakan untuk program prioritas pemerintah atas diskresi presiden, maka pemerintah perlu menjelaskannya. “Terutama terkait dengan delapan program prioritas itu ke mana saja, besarannya, sasarannya, wilayahnya, dan sebagainya. Akan sangat baik buat sinergi antara pusat dan daerah,” ucap Tauhid.

Sebelumnya, menurunnya TKD ikut disorot dalam rapat kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rapat itu, anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, mempertanyakan dana TKD yang menurun 24,7 persen. Menurut Dolfie, penurunan ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah selama TKD masuk dalam APBN.

Dolfie pun mempertanyakan anggaran TKD yang dialokasikan ke dalam belanja pemerintah pusat, salah satunya Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Pengelolaan Belanja Lainnya. “Kalau 2025 BA BUN Belanja Lainnya Rp 358 triliun, tahun depan menjadi Rp 525 triliun. Ini digunakan sendiri, direncanakan sendiri oleh pemerintah tanpa dibahas bersama DPR. Katanya kita mau transparan, akuntabel, dan tertib?” ujar Dolfie di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025.

Merespons pertanyaan Dolfie, Sri Mulyani mengatakan ada diskresi presiden dalam belanja negara yang masuk dalam BA BUN. Beberapa contoh diskresi tersebut adalah Instruksi Presiden (inpres) jalan daerah dan inpres infrastruktur daerah. “Bahkan sekarang masalah sampah daerah pun juga akan diambil alih (oleh pusat),” kata Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, alasan di balik pengambilalihan adalah ada banyak program daerah yang tidak terselesaikan. Namun demikian, bendahara negara mengaku memahami dan mencatat pandangan Dolfie. “Tapi saya rasa spirit untuk akuntabilitas dan transparansi tetap akan kami perhatikan,” ucap Sri Mulyani.

Mengutip dokumen Buku II Nota Keuangan, ada lima arah kebijakan Program Pengelolaan Belanja Lainnya pada RAPBN 2026. Pertama, antisipasi kegiatan tanggap darurat dan penanggulangan bencana. Kedua, antisipasi risiko fiskal pada pelaksanaan APBN, baik akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan atau dinamika kebijakan. Ketiga, antisipasi dukungan ketahanan pangan dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan dan stabilitas harga pangan. Keempat, antisipasi kebutuhan kegiatan mendesak. Kelima, dukungan pembayaran kewajiban pemerintah, antara lain kompensasi harga BBM dan listrik

Selain itu, Program Pengelolaan Belanja Lainnya pada RAPBN 2026 juga akan digunakan untuk belanja lain-lain yang terprogram. Ini meliputi belanja bantuan kemasyarakatan presiden dan wakil presiden dalam bidang organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pendidikan, sosial, atau kegiatan lainnya; belanja operasional lembaga yang belum mempunyai bagian anggaran sendiri, yakni operasional SKK migas; belanja ongkos angkut beras ASN distrik pedalaman di wilayah Papua; serta belanja operasional layanan pos universal dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan umum.

Want a free donation?

Click Here

Tinggalkan komentar