Free Gift

Mengenal Brigade Saraya Al Quds yang Berjuang Bersama Al Qassam Hamas di Gaza

Warta Bulukumba – Para pejuang Palestina itu berpakaian serba hitam, kepala diselubungi kafiyeh, menyembunyikan wajah kecuali mata elang yang menatap tajam. Ikat kepala mereka pun berwarna hitam dengan tulisan dalam bahasa Arab berwarna kuning yang menunjukkan mereka adalah Brigade Saraya Al Quds.

Ada pula ‘kembaran’ Abu Ubaidah di sana, namanya Abu Hamzah sebagai juru bicara Brigade Saraya Al Quds yang bahu membahu bersama Brigade Izzuddin Al Qassam Hamas dan sedikitnya 10 milisi lainnya selama perang di Gaza.

Saraya Al Quds yang berarti “Jerusalem Brigades” adalah sayap militer dari organisasi Jihad Islam Palestina atau Palestinian Islamic Jihad (PIJ).

Brigade Saraya Al Quds selalu bersama Al Qassam Hamas dalam perang di Gaza. Dalam video-video saat pertukaran tawanan, terlihat beberapa personel Saraya Al Quds bersama anggota Al Qassam Hamas mengikuti proses pertukaran tahanan. Beberapa pejuang dari dua milisi berbeda itu juga terlihat berpelukan dan saling mencium kening.

Menolak demokrasi Barat

Jihad Islam Palestina adalah organisasi yang lebih tua dibanding Hamas. Didirikan sekitar tahun 80-an awal, dan organisasi ini lebih keras daripada Hamas dalam hal tidak mau menempuh proses politik dan demokrasi.

Jihad Islam Palestina menolak demokrasi Barat. Mereka hanya ingin menempuh solusi militer untuk mengusir penjajah ‘Israel. Secara ideologi, Jihad Islam memang didirikan para tokoh Ikhwanul Muslimin di Palestina. Karena menolak menempuh solusi politik, maka gerakan ini tidak ikut pemilu di Palestina. 

Lantas bersumber dari semangat apa saja PIJ dengan Saraya Al Quds-nya lahir? Apakah lebih dari sekadar semangat merebut kemerdekaan? Agaknya buku “Jihad in Palestine: Political Islam and the Israeli-Palestinian Conflict” bisa membantu kita menemukan jawabannya. 

PIJ adalah kelompok terbesar kedua di Jalur Gaza, setelah Hamas. Pemimpin Jihad Islam Palestina adalah Ziyad al-Nakhalah, yang berbasis di Damaskus, Suriah.

Saraya Al Quds didirikan pada tahun 1981 oleh Fathi Shaqaqi dan Abd Al Aziz Awda di Gaza, dan telah aktif di Tepi Barat dan Jalur Gaza, terutama di kota Jenin. Saraya Al Quds telah terlibat dalam sejumlah serangan terhadap militer Zionis, termasuk serangan roket, penembakan, dan pengeboman.

Saraya Al Quds telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Israel, Kanada, Uni Eropa, dan Jepang. Namun, Saraya Al Quds menikmati dukungan yang luas di kalangan warga Palestina, yang melihatnya sebagai kelompok perlawanan terhadap pendudukan penjajah ‘Israel’.

Untuk menelusuri lebih dalam sejarah Saraya Al Quds, kita bisa membaac buku “A History of Palestinian Islamic Jihad: Faith, Awareness, and Revolution in the Middle East” yang ditulis

Erik Skare, diterbitkan tahun 2021 oleh Cambridge University Press.

Salah satu uraian dalam buku itu adalah tentang PIJ sebagai salah satu faksi bersenjata Palestina yang paling penting namun paling kurang dipahami, baik dari segi sejarah maupun ideologi.

Disebut sebagai organisasi teroris oleh AS dan UE, PIJ telah tumbuh menjadi gerakan bersenjata terbesar kedua di Jalur Gaza dan ketiga di wilayah Palestina yang dduduki. Dengan menggunakan banyak sumber utama, buku ini melacak sejarah PIJ dari awal tahun 1980-an hingga hari ini.

Dengan melihat bagaimana kelompok ini didirikan, bagaimana perkembangannya dalam teori dan praktik, dan bagaimana pemahaman mereka terhadap agama dan politik, Skare berusaha menjawab pertanyaan kunci mengapa PIJ masih ada meskipun keberadaan gerakan saudaranya yang lebih kuat, Hamas.

Dalam buku ini, Erik Skare tampaknya mengisi kesenjangan empiris penting dalam literatur tentang Islamisme Palestina.

Adakah pengaruh Iran?

Lantas, bagaimana dengan keterlibatan Iran di Palestina dan adakah hubungannya dengan PIJ? Bacalah buku “Iran, Revolution, and Proxy Wars” yang ditulis Ofira Seliktar dan Farhad Rezaei, diterbitkan tahun 2019 oleh Springer International Publishing.

Buku ini menganalisis pencarian historis Republik Islam Iran untuk mengekspor revolusinya ke negara-negara Muslim di Timur Tengah dan di luar wilayah tersebut. Di dalamnya ada argumen bahwa Iran mengekspor revolusinya dengan menggunakan proxy seperti Hezbollah, milisi Syiah Irak, dan Houthi. Studi ini mengungkapkan rantai sebab-akibat di balik kasus-kasus kurang terkenal sponsoran Iran terhadap al Qaeda pusat dan al Qaeda di Irak. Ini menggabungkan teori yang ketat dengan analisis empiris mendetail yang dapat berkontribusi pada perdebatan saat ini tentang cara mengendalikan ekspor revolusi Iran.

Sebagai catatan, dua penulis buku ini yaitu Ofira Seliktar, seorang Profesor Emeritus Ilmu Politik di Gratz College, AS, dan Farhad Rezaei yang seorang analis kebijakan luar negeri Iran dan penulis sejumlah buku dan artikel tentang kebijakan luar negeri Iran.

Sampai saat ini, Saraya Al Quds terus aktif dalam perang di Gaza maupun di Tepi Barat dalam melawan tentara pendudukan Zionis. Saraya Al Quds  telah terlibat dalam sejumlah serangan terhadap ‘tentara Pampers’ dalam beberapa bulan terakhir, termasuk serangan roket selama perang Zionis-Gaza pada bulan Mei 2021.

Bagi kacamata sebagian besar analis Barat, Saraya Al Quds adalah organisasi yang kontroversial, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa milisi ini sejak kelahirannya telah memainkan peran penting dalam perang kemerdekaan Palestina.***

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar