SaboDunia seni budaya dan pedalangan Indonesia tengah berduka.
Ki Anom Suroto, dalang kondang legendaris asal Klaten, Jawa Tengah, telah tutup usia di umur 77 tahun.
Pria yang memiliki nama lengkap resmi Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro ini menghembuskan napas terakhirnya setelah sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit (RS) Dr. Oen Kandangsapi, yang berlokasi di wilayah Jebres, Kota Solo.
Saat berita ini diturunkan, pihak keluarga tengah sibuk mengurus prosesi jenazah sang maestro untuk dikebumikan pada hari ini juga.
Jejak Karier Sang Maestro
Lahir di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, pada 11 Agustus 1948, Ki Anom Suroto telah menunjukkan bakatnya sejak dini.
Dikutip Tribunnews dari stekom.ac.id, perjalanan karir pedalangan Ki Anom Suroto dimulai saat ia masih berusia 12 tahun.
Namanya mulai benar-benar meroket dan dikenal luas sebagai dalang kondang sejak sekitar tahun 1975-an.
Darah seni mengalir deras dalam dirinya, sebab Ki Anom Suroto merupakan putra dari dalang ternama, Ki Sadiyun Harjadarsana.
Ia juga adalah kakak kandung dari Ki Warseno Slenk, dalang lain yang juga tak kalah populer dan berprestasi.
Untuk memperdalam ilmunya, Anom Suroto menempuh berbagai jalur pendidikan. Ia pernah mengikuti kursus pedalangan yang diorganisir oleh Himpunan Budaya Surakarta (HBS).
Selain itu, ia juga belajar secara tidak langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN) dan Pawiyatan Kraton Surakarta, bahkan pernah menimba ilmu di Habiranda, Yogyakarta.
Kiprah di Panggung Dunia
Pencapaian internasional Ki Anom Suroto menjadikannya salah satu dalang paling berpengaruh.
Pada tahun 1968, ia sudah berhasil tampil di Radio Republik Indonesia (RRI) setelah melewati proses seleksi yang sangat ketat.
Pada tahun 1978, kariernya semakin diakui oleh Keraton Surakarta. Saat itu, Ki Anom Suroto diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan gelar Mas Ngabehi Lebdocarito.
Anom Suroto mencatatkan sejarah sebagai satu-satunya dalang yang pernah beraksi di panggung lima benua.
Ia tampil di Amerika Serikat pada 1991 sebagai bagian dari pameran KIAS (Kebudayaan Indonesia di AS).
Tak hanya di AS, pentas wayangnya juga memukau penonton di Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia, dan Rusia.
Untuk memperluas wawasan pedalangannya, khususnya mengenai dewa-dewa, Ketua Umum Sena Wangi, Dr. Soedjarwo, pernah secara khusus mengirim Ki Anom Suroto ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani.
Penghargaan dan Keterlibatan Politik
Sepanjang hidupnya, Ki Anom Suroto menerima berbagai pengakuan dan penghargaan bergengsi:
– Tahun 1995: Menerima Satya Lencana Kebudayaan RI langsung dari Presiden Soeharto.
– Tahun 1993: Dinobatkan sebagai Dalang Kesayangan dalam ajang Pekan Wayang Indonesia VI.
– Tahun 1997: Menerima anugerah nama Lebdocarito dari Keraton Surakarta, dan kemudian diangkat sebagai Bupati Sepuh dengan nama baru Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.
Selain berkiprah di dunia seni, pada November 2023, Ki Anom Suroto juga sempat masuk dalam susunan Tim Kampanye Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), menjabat sebagai Co-Capt 9 Timnas AMIN.
Hubungan dengan Anies Baswedan
Kedekatan antara Ki Anom Suroto dan Anies Baswedan sudah terjalin cukup lama.
Pada awal Februari 2023, tepatnya tanggal 1 Februari 2023, Anies Baswedan pernah mengunjungi kediaman Ki Anom Suroto di Makamhaji, Kecamatan Kartosuro, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Saat itu, kedatangan Anies Baswedan adalah dalam kapasitasnya sebagai Pembina Komunitas Pelestari Seni Budaya Nusantara (KPSBN), sebuah wadah perkumpulan para dalang se-Indonesia.
“(Momen pada sore hari ini) kami bisa silaturahmi dengan semua dalang-dalang se-Jawa Tengah,” ujar Anies kepada TribunSolo.com pada waktu itu.
Anies juga menegaskan pentingnya menjaga silaturahmi dengan para dalang. Ia mengaku telah menjadi pembina di wadah para dalang tersebut sejak tahun 2015.
“Kita selalu menjaga silaturahmi dengan para dalang ya termasuk hari ini,” lanjutnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menekankan bahwa pembicaraan yang terjadi hanya seputar pelestarian kebudayaan.
“Hanya diskusi kebudayaan,” aku dia.
Anies menambahkan bahwa untuk memajukan budaya, perlu kolaborasi tiga pihak utama.
“Poin terpenting yaitu nantinya komunitas ini bisa di fasilitasi oleh tiga pelaku utama, ada unsur pemerintah, ada unsur pelaku seni dan unsur masyarakat,” terangnya.
Selamat jalan, Ki Anom Suroto. Warisan seni dan budaya yang engkau tinggalkan akan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia.
(Sabo/Tribunnews.com)






