SaboSeiring bertambahnya usia, seseorang seringkali mendapatkan kebijaksanaan dan kedamaian batin yang tidak dimiliki di masa muda penuh gejolak.
Ketenangan ini datang dari proses panjang merenungkan kembali arti kehidupan yang sejati, lalu berani melepaskan hal-hal yang tidak lagi penting.
Dengan menginjak usia 66 tahun, satu di antara penulis menyadari bahwa banyak kecemasan masa lalu yang kini tidak lagi mengganggu hidupnya, melansir dari Global English Editing Kamis (23/10). Ia memutuskan untuk berbagi delapan hal yang telah sepenuhnya berhenti ia khawatirkan, berharap dapat membantu pembaca menemukan kedamaian batin masing-masing.
1. Mengejar Kesempurnaan
Pengejaran kesempurnaan di masa muda terasa seperti sebuah jebakan yang meninggalkan perasaan tidak puas dan stres tiada akhir. Penulis akhirnya menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah ilusi karena hidup itu berantakan, tidak terduga, dan justru itulah yang membuatnya indah. Di usia 66 tahun, ia telah berhenti mengejar ilusi ini dan memilih untuk menerima ketidaksempurnaan dengan lapang dada. Kesalahan dan kegagalan bukanlah akhir segalanya, melainkan bagian penting yang pasti terjadi dalam proses perkembangan diri.
2. Pendapat Orang Lain tentang Diri Sendiri
Sebagian besar hidup dihabiskan dengan terlalu mengkhawatirkan pendapat orang lain, bahkan rasa takut dihakimi dapat mendikte semua pilihan dan tindakan. Penulis bahkan pernah menolak tawaran pekerjaan luar biasa di luar negeri karena takut dihakimi teman-teman yang mengira ia meninggalkan mereka. Baru bertahun-tahun kemudian ia menyadari bahwa opini mereka tidak pernah bisa mendefinisikan dirinya ataupun menentukan kebahagiaan hidupnya yang sejati. Kini, ia telah sepenuhnya berhenti mengkhawatirkan pandangan orang lain dan menerima bahwa ia adalah penulis kisah hidupnya sendiri.
3. Proses Penuaan Diri
Penulis mengakui bahwa ia sempat takut menjadi tua, bahkan berusaha keras menyembunyikan tanda-tanda penuaan seperti rambut beruban dan kerutan di wajahnya. Namun, ia kemudian mengenal konsep Jepang ‘wabi-sabi’, yaitu menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan ketidakkekalan setiap hal di dunia. Filosofi ini membantunya menghargai keanggunan dalam proses penuaan, serta berhenti mengkhawatirkan perubahan fisik yang terjadi. Kerutan di wajah adalah jejak tawa dan kebijaksanaan yang dimiliki, sedangkan rambut beruban adalah bukti perjalanan hidup yang sudah dilalui.
4. Waktu yang Terus Berjalan Cepat
Dulu, ia selalu khawatir waktu akan terus berlalu cepat dan meninggalkan banyak kesempatan yang terlewatkan serta tujuan yang belum tercapai. Seiring bertambahnya usia, ia menyadari bahwa waktu tidak seharusnya ditakuti, melainkan harus dihargai dan disyukuri keberadaannya. Ia berhenti mencemaskan waktu yang telah berlalu, dan mulai menikmati sepenuhnya waktu di masa kini. Setiap momen adalah sebuah hadiah berharga yang harus dinikmati, entah itu hanya secangkir kopi pagi atau menghabiskan waktu dengan orang terkasih.
5. Penyesalan dan Kesalahan Masa Lalu
Penyesalan dan kesalahan di masa lalu sempat menghantui hidupnya selama bertahun-tahun, bahkan seringkali menutupi kebahagiaan saat ini. Suatu hari ia sadar bahwa terus merenungkan masa lalu hanya membawa kerugian, dan menghalanginya untuk maju dan menemukan kebahagiaan baru. Kini, ia memahami bahwa setiap orang pasti melakukan kesalahan, karena itu adalah bagian esensial menjadi manusia. Ia memilih memaafkan diri sendiri, lalu menggunakan pengalaman pahit tersebut sebagai batu loncatan untuk terus berkembang dan memperbaiki diri.
6. Merasa Tidak Cukup
Penulis bergumul dengan perasaan ‘tidak cukup’ sepanjang hidupnya, merasa tidak cukup pintar, tidak cukup sukses, atau tidak cukup baik bagi orang lain di lingkungan sekitarnya. Perasaan ini berasal dari rasa tidak aman yang mendalam, seringkali meninggalkan kecemasan dan rasa tidak kompeten di dalam diri. Sebuah kondisi kesehatan yang didiagnosis pada usia 60 tahun menjadi panggilan untuk menilai kembali hidupnya, dan melihat betapa banyak energi yang dicuri oleh keraguan diri ini. Ia akhirnya menyadari dan menerima bahwa dirinya sudah cukup baik, dengan segala kekuatan dan kekurangannya saat ini.
7. Pengejaran Materi yang Berlebihan
Dulu, ia sempat terobsesi mengejar barang-barang materialistik seperti gadget terbaru, mobil mewah, atau rumah besar, karena mengira itu definisi kesuksesan dan kebahagiaan. Namun, semua itu hanya membawa kesenangan sesaat dan tidak menghasilkan kepuasan jangka panjang yang ia cari selama ini. Kini, ia berhenti mengkhawatirkan pengejaran materi yang berlebihan, dan mulai fokus pada pengalaman serta hubungan yang mampu memperkaya hidupnya. Bepergian ke tempat baru, menghabiskan waktu dengan orang terkasih, dan melakukan kegiatan sukarelawan adalah hal yang membawa kebahagiaan sejati.
8. Ketidakpastian Masa Depan
Masa depan adalah sebuah misteri yang ketidakpastiannya dapat membuat pikiran cemas, bahkan kerap membuatnya terjaga di malam hari karena khawatir rencana tidak berjalan baik. Ia akhirnya menyadari bahwa mengkhawatirkan masa depan tidak akan mengubah apapun yang akan terjadi. Kekhawatiran tersebut justru hanya merampas kedamaian yang bisa dinikmati di masa sekarang. Kini, ia memilih percaya pada kemampuannya untuk menangani apapun yang terjadi di kemudian hari, dan kepercayaan itu justru membawa kedamaian dan kebebasan yang luar biasa.
Kisah ini membuktikan bahwa kedamaian dapat ditemukan dengan melepaskan kecemasan yang dulu selalu menghantui kehidupan. Perjalanan menuju ketenangan batin ini bukan terjadi dalam semalam, melainkan proses panjang penuh penemuan diri, penerimaan, dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Meskipun perjalanan setiap orang unik, kunci utamanya adalah memilih kedamaian daripada kekhawatiran yang tidak perlu dalam menghadapi semua tantangan hidup. Jangan biarkan perilaku orang lain menghancurkan kedamaian batin Anda sendiri, karena hidup terlalu singkat untuk tidak merasa bahagia.






