Sabo – Fenomena kegempaan di Indonesia bukanlah hal baru. Negara yang terletak di jalur cincin api Pasifik ini memang dikelilingi oleh berbagai sesar aktif yang dapat menimbulkan gempa bumi kapan saja. Namun, perhatian publik baru-baru ini tertuju pada wilayah Jawa Tengah, khususnya Semarang dan sekitarnya.
Tim riset dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan adanya potensi sesar aktif yang membentang dari Kendal hingga Demak.
Penemuan ini sekaligus menegaskan, bahwa ancaman gempa bumi tidak hanya datang dari daerah yang selama ini dikenal rawan, tetapi juga bisa terjadi di kawasan padat penduduk seperti Semarang.
Sesar aktif adalah patahan pada kerak bumi yang masih berpotensi bergerak dan memicu gempa.
Definisinya, sesar disebut aktif jika setidaknya pernah bergerak sekali dalam kurun waktu 11.000 tahun terakhir.
Dengan karakteristik inilah para peneliti mencoba menelusuri kembali riwayat kegempaan di wilayah Semarang.
Ternyata, catatan sejarah pernah menunjukkan adanya gempa besar pada tahun 1865 yang diperkirakan mencapai magnitudo 7.
Catatan ini memang bukan hasil pengukuran instrumen modern, melainkan berdasarkan tingkat kerusakan yang tercatat oleh peneliti Belanda, Witchman, pada tahun 1912.
Penemuan potensi sesar aktif ini didukung oleh berbagai data, baik seismik maupun geodetik.
Dari sisi geodesi, data menunjukkan adanya pergeseran kerak bumi yang perlu diteliti lebih lanjut.
Peneliti BRIN kemudian melakukan interpretasi data DEM (Digital Elevation Model) dari Badan Informasi Geospasial dengan resolusi delapan meter.
Dari analisis ini ditemukan adanya perbedaan ketinggian yang signifikan antara wilayah Semarang, Kendal, hingga Demak.
Kondisi tersebut mengindikasikan adanya batas morfologi yang bisa menjadi jalur sesar.
Hasil kajian lapangan di Demak juga memperlihatkan tanda-tanda adanya bidang sesar berupa zona hancuran batuan.
Menurut Dr. Sony, peneliti dari BRIN, bidang sesar tersebut memiliki arah kemiringan atau diping ke selatan, di mana batuan yang lebih muda tampak menumpang di atas batuan yang lebih tua.
Fenomena ini disebut sebagai patahan naik (thrust fault), sebuah indikasi kuat, bahwa sesar tersebut memang aktif.
Namun, penelitian ini belum selesai dan masih terus berlanjut dengan rencana pengambilan sampel lapisan tanah untuk menelusuri sejarah perulangan gempa di kawasan ini.
Sesar di Semarang dan sekitarnya berpotensi aktif tentu menjadi perhatian besar.
Sebab, panjang jalur sesar akan menentukan besarnya magnitudo gempa yang dapat dihasilkan.
Semakin panjang jalurnya, semakin besar pula kemungkinan guncangan yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, pemetaan yang lebih detail masih terus dilakukan untuk memastikan apakah jalur sesar ini terhubung memanjang atau terpecah menjadi beberapa segmen.
Ancaman dan Mitigasi bagi Masyarakat
Keberadaan sesar aktif di Semarang menandakan adanya ancaman gempa yang serius.
Meski periode perulangan gempa tidak bisa diprediksi secara pasti, penelitian mengenai kecepatan pergerakan sesar dan geometri patahan akan sangat penting.
Data ini nantinya akan dipakai oleh para insinyur untuk menghitung risiko kegempaan (seismic hazard analysis), yang kemudian menjadi acuan dalam pembangunan infrastruktur maupun perencanaan tata kota.
Bagi masyarakat, penemuan ini diharapkan menjadi peringatan dini agar lebih peduli terhadap potensi bencana.
Langkah mitigasi dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti memastikan bangunan rumah memiliki struktur tahan gempa, mengetahui jalur evakuasi, hingga meningkatkan literasi kebencanaan.
Dengan begitu, risiko korban jiwa maupun kerugian material dapat diminimalisir jika suatu saat gempa besar benar-benar terjadi.
Penelitian sesar aktif di Semarang bukan hanya isu ilmiah, tetapi juga menyangkut keselamatan jutaan penduduk di kawasan metropolitan Jawa Tengah.
Oleh karena itu, hasil riset ini harus disikapi dengan serius oleh pemerintah daerah, pengembang, hingga masyarakat luas.
Kolaborasi semua pihak akan menentukan seberapa siap Semarang menghadapi potensi gempa di masa depan.***