KANDUNGAN mikroplastik di dalam air hujan tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga telah ditemukan di berbagai belahan dunia. Pencemaran plastik yang sudah sampai ke air hujan di Jakarta belum lama ini diungkap lewat hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebelumnya, penelitian internasional telah menunjukkan bahwa partikel plastik mikroskopis kini tersebar di udara, terbawa hujan dan salju, dan bahkan berpotensi memengaruhi sistem iklim global.
Di Amerika Serikat, seperti dikutip dari weforum.org, tim peneliti yang dipimpin ilmuwan dari Utah State University menemukan bahwa, hanya dari 11 lokasi pengamatan, jumlah plastik yang jatuh ke Bumi sudah setara lebih dari 120 juta botol plastik. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science pada 2020 itu mengungkap, 98 persen sampel udara dan air hujan yang dikumpulkan sepanjang tahun itu mengandung partikel mikroplastik.
Beberapa di antaranya berukuran sangat kecil hingga tak terlihat, namun dapat ikut terhirup ke dalam pernapasan manusia. Saat itu, para penulis laporan memperingatkan bahwa 11 miliar ton plastik akan menumpuk di lingkungan pada 2025 atau saat ini. Mereka juga menemukan bahwa partikel plastik terbawa oleh angin dan hujan hingga mencapai taman nasional dan kawasan alam liar, dengan total lebih dari 1.000 ton mikroplastik jatuh di wilayah tersebut setiap tahun.
Mikroplastik juga ditemukan di berbagai lokasi ekstrem—dari dasar laut, kutub utara, gurun pasir, hingga puncak Gunung Everest. Bahkan, partikel plastik pernah terdeteksi di tinja manusia.
Adapun riset yang dimuat di Yale Environment 360 pada 2023 menyebut partikel plastik juga melayang di atmosfer. Mikroplastik dapat menjadi benih awan yang memengaruhi suhu dan curah hujan. “Ini adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang-orang—sisi lain dari pencemaran plastik,” kata ahli kimia lingkungan dari ETH Zürich University, Denise Mitrano.
Hal senada disampaikan ilmuwan atmosfer dari University of Canterbury, Laura Revell. “Orang-orang yang menemukan plastik beberapa dekade lalu, yang sangat bangga karena penemuan itu mengubah masyarakat dalam banyak hal. Saya ragu mereka membayangkan bahwa plastik akan melayang di atmosfer dan berpotensi memengaruhi sistem iklim global,” ujarnya.
Temuan lain datang dari Cina utara pada tahun ini, di mana konsentrasi mikroplastik lebih tinggi pada salju dibanding hujan. Dalam studi tersebut, kadar mikroplastik mencapai rata-rata 182 hingga 301 partikel per liter pada salju, sementara pada air hujan sekitar 39-58 partikel per liter. Penelitinya, antara lain Jiao Dong dari Akademi Riset Ilmu Lingkungan Cina, menilai bahwa frekuensi hujan dan salju memengaruhi konsentrasi mikroplastik di udara—semakin sering presipitasi terjadi, semakin besar pula tingkat pencemarannya.
Sebelumnya, pada 2019, mikroplastik juga ditemukan di delapan pantai di Spanyol yang berstatus kawasan lindung Uni Eropa. Penelitian serupa pada 2014 mendeteksi partikel plastik di 125 pantai Kepulauan Canary, dengan konsentrasinya mencapai 100 gram plastik per liter pasir.
Dari Amerika hingga Asia, berbagai temuan tersebut menunjukkan bahwa mikroplastik kini telah menjadi komponen baru dalam siklus air dan atmosfer Bumi. Para ilmuwan pun memperingatkan bahwa tanpa upaya global untuk menekan produksi dan pembuangan plastik, partikel ini akan terus berputar di udara, turun bersama hujan, dan memasuki rantai kehidupan manusia.






