PORTAL PAPUA – Buntut pemusnahan Mahkota Cenderawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua dengan cara dibakar pada 20 Oktober 2025 lalu.
Kemudian pembakaran tersebut beredar luas di sosial media (Facebook), dan mengundang banyak kencaman berbagai pihak.
Terlebih khususnya masyarakat adat Papua kepada mereka yang membakar Mahkota Cenderawasih saat itu.
Situasi ini membuat para Ondofolo atau Ondoafi bersama Pemuda adat Tabi -Saireri menyikapinya dan menggelqr pertemuan bersama Majalis Rakyat Papua (MRP).
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari 23 -24 Oktober 2025 yang dipimpin oleh Wakil Ketua II MRP, Max Abner Ohee S.IP sekaligus selaku unsur pimpinan adat Majelis Rakyat Papua.
Dari pertemuan selama dua hari antara MRP bersama Tokoh Adat Papua maupun Pemuda Tabi -Saireri.
Menghasilkan kurang lebih 6 poin aspirasi. Dan difasilitasi oleh MRP dalam hal ini unsur adat, pimpinan Max Abner Ohee membawanya ke Pemerintah Provinsi Papua.
Gubernur Provinsi Papua, Komjen Pol. (Purn) Matius D. Fakhiri, S.I.K.,M.H yang menerima tokoh adat Papua Tabi -Saireri.
Menyebutkan, selaku pimpinan di Provinsi Papua induk dirinya sudah pasti harus menerima siapapun yang datang menyampaikan keluh kesah mereka.
“Saya berharap ke depan hal -hal ini (pembakaran atribut adat Papua) tidak boleh terjadi lagi”,ungkap Gubernur, Jumat 24 Oktober 2025.
Matius Fakhiri tegaskan siapapun yang datang ke tanah Papua termasuk Aparatur Pemerintah harus menghargai budaya setempat.
“Mahkota Cenderawasih inikan simbol budaya Papua, cara pemusnahannya ini yang saya kira tidak elok”,jelasnya.
Gubernur juga katakan, kalau Pemerintah sudah buat aturan (regulasi) menyangkut atribut -atribut adat Papua, semua pihak harus taat aturanya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua, Max Abner Ohee.
menuturkan MRP hanya memfasilitasi tokoh adat masyarakat Papua guna menyampaikan aspirasi mereka kepada Gubernur.
“Jadi MRP mengarahkan agar prosedur menyalurkan aspirasi ke Pemerintah itu sesuai aturan”,terangnya.
Lebih lanjut, Max Ohee beberkan bahwa sekaligus ini bagian pembelajaran bagi Adat, Perempuan, Agama menyampakan aspirasi ke depannya.
“Saya rasa ini sebagai pembelajaran agar menyampaikan keluhan dari masyarakat adat kepada Pemerintah harus melalui Majelis Rakyat Papua”,jelasnya mengakhiri.
Berikut Poin Pernyataan Bersama Adalah Sbb:
I. Tindakan BBKSDA merupakan tindakan Negara yang melecehkan dan merendahkan Roh implementasi UU Otsus Papua, sehingga kami:
1. Menuntut pertanggungjawaban hukum dari pihak BBKSDA dan semua oknum yang terlibat langsung dalam pembakaran, baik melalui proses hukum positif negara maupun hukum adat Papua.
2. Menuntut pencopotan jabatan dan diganti dengan orang Asli Papua serta pemulangan oknum pejabat BBKSDA, ASN, TNI, Polri yang terlibat dalam peristiwa pembakaran tersebut dari Tanah Papua, karena telah menghina nilai-nilai luhur budaya masyarakat adat Papua.
3. Menetapkan sanksi dan denda adat berupa pengusiran semua pelaku pembakaran sebagai bentuk pemulihan martabat masyarakat adat di Tanah Papua.
4. Meminta Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, DPRP, dan aparat penegak hukum (TNI/POLRI) untuk mengambil langkah cepat secara
transparan dan terukur.
5. Menyerukan kepada seluruh MIGRAN / Non-Papua yang bekerja, beraktivitas, dan tinggal di Tanah Papua UNTUK menghormati hukum adat dan nilai budaya, serta simbol kehormatan Orang Asli Papua.
6. Meminta Pemerintah Provinsi Papua bersama Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua memfasilitasi tokoh-tokoh adat untuk
melakukan pertemuan dengan Presiden RI.
II. Mengutuk keras dan Menetapkan sanksi adat BAGI PELAKU tindakan pembakaran mahkota burung Cenderawasih.
Apabila poin 1 DAN 2 tersebut di atas tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari, terhitung sejak pernyataan bersama ini ditetapkan, maka KAMI AKAN MELAKUKAN MOGOK NASIONAL PAPUA.
Pernyataan ini kami buat dengan kesadaran penuh dan kesepakatan bersama sebagai bentuk solidaritas, keprihatinan, dan ketegasan sikap masyarakat adat Papua untuk menjaga martabat, simbol, dan kehormatan Orang Asli Papua.
Kami menyerahkan pernyataan ini kepada Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Pusat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jayapura, 23 Oktober 2025 Dalam Rapat Bersama MRP dan Para Tokoh Adat Tabi – Saireri.
Sekedar mengetahui, pernyataan sikap ini ditandatangani para tokoh adat dan pemuda Papua berjumlah kurang lebih 30 orang.***






