PIKIRAN RAKYAT – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat (Walhi Jabar) meminta Pemprov Jabar tetap fokus mengatasi dan menangani persoalan sampah dari hulu. Pernyataan ini terkait dengan rencana dan dorongan penerapan teknologi Waste To Energi (WTE) di TPA Sarimukti.
“Teknologi itu sifatnya penanganan di hilir. Alangkah bijaknya difokuskan (di) hulunya,” kata M. Jefry Rohman, Manager Divisi Pendidikan dan Koordinator Tim Advokasi Sampah Walhi Jabar saat dihubungi “PR”.
Upaya penanganan sampah di hulu dilakukan dengan pemilahan sampah. Sampah organik hasil dari pemilahan di hulu ditangani melalui komposting, penggunaan maggot, atau biodigester. Dengan cara itu, produksi sampah semakin berkurang. Sementara sampah-sampah nonorganik bisa didaur ulang atau dijual untuk dimanfaatkan kembali.
Penanganan sampah-sampah organik menjadi penting lantaran 60 persen sampah di Bandung Raya adalah sampah jenis itu. Jefry mencontohkan, sampah-sampah yang ditangani Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di luar negeri pun merupakan sampah yang terpilah.
Penanganan sampah di hulu juga dilakukan di sumber produksinya, saperti kawasan komersil, permukiman, perkantoran. “Itu lebih efektif,” ucap Jefri.
Apabila konsep WTE tetap diterapkan tanpa penanangan sampah di hulu, sejumlah persoalan bakal muncul. Salah satunya adalah beban biaya yang ditanggung pemerintah akan lebih berat karena adanya proses pengeringan sampah organik.
Jika segala jenis diolah melalui teknologi WTE sonder pemilahan, bakal berpengaruh ke daya tahan mesin serta umur pakainya. “(Mesin) akan berumur pendek,” ucap Jefry menambahkan.
Dampak lain adalah gangguan terhadap kesehatan dan lingkungan. Pasalnya, metode yang dipakai berupa pembakaran sampah. Meskipun asapnya tak kelihatan, kandungan kimia yang dihasilkan tetap saja berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan.
“Ada kandungan dioksin, furan, timbal,” ujarnya. Selain beban biaya dan dampak lingkungan serta kesehatan, penerapan WTE juga bakal tetap membebani pemerintah daerah yang membuang sampah ke sana.
“Yang paling memberatkan tipping fee, pemerintah daerah harus setor sampah supaya si mesin terus berputar, berproses, di samping itu si pemerintah daerah harus membayar biaya pengiriman sampah,” kata Jefry.
Ia menyoroti pula pendekatan pemerintah dalam mengatasi sampah yang memakai pendekatan proyek atau pengadaan mesin/teknologi yang berpotensi menjadi lahan korupsi. “Pendekatan dari dulu selalu pendekatan proyek, bahkan KPK mewanti-wanti kalau segala sesuatu dijadikan proyek, indikasi korupsi terbuka lebar,” ucapnya.
Jefry menduga munculnya wacana penerapan WTE di Sarimukti menunjukan pemerintah masih bingung untuk memastikan tempat mengatasi persoalan sampah setelah rencana pembangunan PLTSa di TPPAS Legoknangka belum jelas kelanjutannya.
Rencana penerapan WTE di Sarimukti muncul dalam pemberitaan “PR” pada Rabu (15/10/2025). Ketua Komisi I DPRD Jabar Rahmat Hidayat Djati mengapresiasi dan mendorong Pemprov Jabar dalam penerapan konsep aglomerasi proyek WTE di Sarimukti.
Pantauan “PR” pada Senin sore, timbunan sampah di zona lima atau area perluasan TPA Sarimukti semakin meninggi. Timbukan sampah bahkan sudah melampaui tinggi alat berat dan truk pemgangkut sampah.***






