Ringkasan Berita:
- Untuk pertama kalinya, nyamuk ditemukan di Islandia yang sebelumnya dikenal bebas serangga tersebut.
- The Guardian melaporkan, tiga spesimen Culiseta annulata ditemukan di Kjós oleh ilmuwan warga Björn Hjaltason dan dikonfirmasi oleh ahli entomologi Matthías Alfreðsson.
- Para ilmuwan menilai pemanasan global yang membuat suhu Islandia naik empat kali lebih cepat dari rata-rata dunia memungkinkan nyamuk bertahan hidup dan berkembang biak di negara beku itu.
Sabo–Fenomena mengejutkan terjadi di Islandia.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, nyamuk ditemukan hidup di negara yang sebelumnya dikenal bebas serangga pengisap darah itu.
Para ilmuwan menyebut, pemanasan global menjadi penyebab utama kemunculan nyamuk di negeri yang selama ini dikenal terlalu dingin untuk mereka.
Laporan The Guardian pada Selasa (21/10/2025) menyebut tiga spesimen nyamuk ditemukan di Kiðafell, Kjós, oleh Björn Hjaltason, seorang ilmuwan warga yang aktif di komunitas Serangga di Islandia.
“Saat senja tanggal 16 Oktober, saya melihat lalat aneh di pita anggur merah. Setelah diteliti, ternyata itu nyamuk betina,” kata Hjaltason, seperti dikutip dari Iceland Review.
Serangga tersebut kemudian dikirimkan ke Matthías Alfreðsson, ahli entomologi dari Institut Ilmu Pengetahuan Alam Islandia.
Ia mengonfirmasi bahwa ketiganya merupakan nyamuk dari spesies Culiseta annulata— jenis yang tahan dingin dan biasa hidup di wilayah Palearktik yang mencakup Eropa, Asia Utara, dan Afrika Utara.
Alfreðsson menjelaskan, Culiseta annulata dapat bertahan hidup di musim dingin dengan berlindung di ruang bawah tanah atau lumbung.
“Spesies ini cukup tangguh untuk beradaptasi dengan suhu rendah Islandia,” ujarnya.
Sebelumnya, Islandia merupakan salah satu dari dua wilayah di dunia yang sama sekali tidak memiliki populasi nyamuk — bersama Antartika.
Kondisi itu berubah seiring meningkatnya suhu global.
Menurut World Weather Attribution, Islandia kini menghangat empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di belahan bumi utara.
Pemanasan ekstrem itu telah menyebabkan gletser mencair dan mengubah ekosistem setempat, termasuk memungkinkan nyamuk berkembang biak di rawa dan kolam yang mulai hangat.
“Benteng terakhir telah runtuh,” ujar Hjaltason di media sosialnya, merujuk pada reputasi Islandia sebagai negara bebas nyamuk.
Ahli biologi Ryan Carney dari Universitas South Florida mengatakan kepada ABC News bahwa fenomena ini sejalan dengan tren global penyebaran serangga pembawa penyakit.
“Pemanasan global adalah badai sempurna bagi nyamuk dan penyakit yang mereka tularkan.”
“Suhu tinggi memperpanjang musim nyamuk, meningkatkan gigitan, dan mempercepat penularan patogen,” jelasnya.
Saat ini, nyamuk Culiseta annulata juga telah ditemukan di Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat bagian utara.
Para peneliti memperingatkan bahwa perubahan iklim dapat memperluas jangkauan nyamuk pembawa virus berbahaya seperti demam berdarah, chikungunya, dan Zika.
Departemen Kesehatan Negara Bagian New York bahkan baru-baru ini melaporkan kasus pertama chikungunya yang ditularkan secara lokal, menandai meningkatnya ancaman penyakit tropis di wilayah yang dulunya aman dari nyamuk.
Carney menambahkan, deteksi dini oleh ilmuwan warga seperti Hjaltason sangat penting untuk memantau penyebaran spesies invasif.
“Ini contoh nyata betapa pentingnya partisipasi publik dalam sains. Aplikasi seperti iNaturalist dan Mosquito Alert bisa membantu melacak nyamuk di seluruh dunia,” katanya.
Dengan munculnya nyamuk di Islandia, Antartika kini menjadi satu-satunya wilayah di dunia yang masih sepenuhnya bebas dari serangga pengisap darah tersebut.
(Sabo/Andari Wulan Nugrahani)






