Free Gift

Ombudsman Lampung Ungkap Maladministrasi PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar, Rp20 Miliar

LAMPUNG INSIDER— Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Lampung mengungkapkan adanya maladministrasi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Bakauheni–Terbanggi Besar. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Lampung, Nur Rakman Yusuf, dalam konferensi pers di kantor Ombudsman Lampung, Cut Mutia, Bandar Lampung, Senin (20/10/2025).

Pemeriksaan ini dilakukan menyusul laporan yang disampaikan oleh Suradi selaku korban langsung dan kuasa dari 55 warga Desa Sukabaru, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, yang tanahnya digunakan untuk pembangunan jalan tol pada STA 10–STA 12. Laporan warga tersebut menyoroti belum dibayarkannya uang ganti kerugian (UGK) meskipun telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Nur Rakman Yusuf menjelaskan bahwa terdapat empat putusan pengadilan yang menguatkan hak para warga, yakni:

  1. Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 37/Pdt.G/2020/PN.KLA;

  2. Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang Nomor: 75/Pdt/2021/PT.TJK;

  3. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 4355 K/Pdt/2022;

  4. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 1192 PK/Pdt/2023.

Putusan-putusan ini secara tegas menyatakan Suradi dkk sebagai pihak sah dan berhak menerima ganti rugi atas tanah yang digunakan, serta menghukum Kementerian PUPR melalui PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol untuk segera melakukan pembayaran. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dan klarifikasi dari pihak terkait, Ombudsman menemukan bahwa PPK belum melaksanakan kewajiban hukum untuk membayar atau menitipkan dana ganti kerugian ke Pengadilan Negeri Kalianda, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Hingga saat ini, belum dilaksanakannya putusan pengadilan mencerminkan ketidakpedulian negara terhadap masyarakat yang mencari keadilan. Ini merupakan bentuk maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat terkait,” tegas Nur Rakman Yusuf.

Ombudsman menilai bahwa tindakan PPK dan instansi terkait menunjukkan kelalaian serius dalam pelaksanaan kewajiban hukum. Putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap seharusnya dihormati dan segera dijalankan, mengingat hak-hak masyarakat telah menunggu bertahun-tahun untuk dipenuhi.

Sebagai tindak lanjut, Ombudsman RI Provinsi Lampung menerbitkan rekomendasi korektif yang ditujukan kepada beberapa pihak, yaitu:

  1. Kementerian PUPR untuk segera melaksanakan kewajiban pembayaran uang ganti kerugian kepada warga, dengan nilai ganti rugi mencapai kurang lebih Rp20 miliar;

  2. Kementerian ATR/BPN agar berkoordinasi menyelesaikan aspek administratif pertanahan;

  3. Kementerian Kehutanan untuk berkoordinasi terkait aspek administrasi maupun teknis dalam pelaksanaan putusan pengadilan.

Nur Rakman Yusuf menekankan pentingnya koordinasi efektif antarinstansi. “Ketidakharmonisan informasi dan koordinasi antar kementerian tidak boleh menghambat pelaksanaan putusan pengadilan dan hak warga untuk menerima ganti kerugian. Ombudsman akan terus memantau agar hak-hak masyarakat benar-benar terpenuhi,” tambahnya.

Ombudsman menegaskan komitmennya untuk memastikan penyelenggaraan pelayanan publik berjalan dengan prinsip akuntabilitas, keadilan, dan kepastian hukum. “Kami hadir untuk memastikan seluruh proses pengadaan tanah di masa mendatang lebih transparan, tertib administrasi, dan adil bagi masyarakat,” ujar Nur Rakman Yusuf.

Kasus ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pejabat pemerintah yang terlibat dalam pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Kegagalan memenuhi putusan pengadilan tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencoreng kredibilitas lembaga pemerintah. Ombudsman memastikan bahwa tindak lanjut rekomendasi akan diawasi secara ketat.***

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar