Pasokan gas bumi yang dialirkan melalui jaringan pipa untuk industri di wilayah Jawa Barat dan Sumatra, beberapa waktu lalu mengalami gangguan. Untuk menjaga stabilitas pasokan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan mekanisme swap gas multi-pihak mulai dialirkan per 22 Agustus 2025.
Perjanjian swap gas multi-pihak tersebut melibatkan berbagai kontraktor hulu migas dan pembeli gas, antara lain West Natuna Supply Group (Medco E&P Natuna Ltd., Premier Oil Natuna Sea B.V., Star Energy (Kakap) Ltd.), South Sumatra Sellers (Medco E&P Grissik Ltd., PetroChina International Jabung Ltd.), PT Pertamina (Persero), PGN, Sembcorp Gas Pte Ltd., dan Gas Supply Pte Ltd. Perjanjian ini disusun melalui koordinasi erat antar semua pihak untuk memastikan kepentingan seluruh pihak tetap terjaga.
“Pengaliran swap gas multi-pihak ini memastikan tambahan pasokan untuk kebutuhan industri dalam negeri dapat terjaga dengan baik,” kata Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto dalam siaran pers, Jumat (22/8).
Berdasarkan perjanjian tersebut, gas dengan volume 27 BBTUD dari West Natuna Gas Supply Group akan dipasok ke PGN, melalui pengaliran oleh Medco E&P Grissik Ltd. dan PetroChina International Jabung Ltd.
- Pasokan Gas Mulai Lancar, tapi Industri Masih Tertekan Kuota 48% dan Beban Biaya
- Mendesak Direvisi, 60% Isi UU Migas Sudah Tidak Dibutuhkan Industri
- Industri Keramik Tertekan Harga Gas Industri dan Banjir Keramik India
“Skema ini hanya mungkin terlaksana melalui kerja sama erat antara kontraktor hulu, pembeli gas, dan pemerintah. Dengan langkah ini, stabilitas pasokan domestik tetap terjamin, sementara kontrak lain yang sudah berjalan tetap terlaksana,” ujar Djoko.
Dia menyampaikan, tambahan gas ini bukan berarti semua industri atau industri baru akan mendapat gas. Pasokan ini untuk menjaga industri eksisting tetap mendapatkan gas. Djoko meminta semua pihak harus memahami bahwa minyak dan gas bumi adalah energi tak terbarukan, yang akan habis jika tidak ada penemuan baru.
Meskipun tingkat penemuan eksplorasi di Indonesia telah meningkat dari 10 : 1, menjadi 10 : 3, namun risiko tidak ditemukan migas masih 70%. Apalagi, pada umumnya, temuan eksplorasi, khususnya gas, berada di remote area terutama offshore. “Biaya eksplorasi sangat mahal, dengan risiko dry hole 70%,” katanya.
Direktur & Chief Operating Officer MedcoEnergi, Ronald Gunawan, mengatakan perusahaan akan berpartisipasi untuk menambah pasokan gas dari wilayah Blok South Sumatra untuk terus berperan aktif menjaga ketahanan energi nasional.
Pasokan gas mulai lancar
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus sebelumnya mengatakan pasokan gas bumi dari pipa untuk industri sudah mulai lancar, usai mengalami gangguan pada beberapa waktu lalu. “Tekanan sudah mulai normal, tapi kuota 48% dan surcharge harga belum dicabut,” katanya kepada Sabo, Selasa (19/8).
Kuota 48% yang dimaksud merupakan pembatasan kuota bagi penerima kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah yang diberikan kepada beberapa industri di Indonesia. Namun dengan adanya pembatasan ini, gas yang dialirkan tidak dibandrol dengan harga US% 6,5 per MMBTU namun terkena harga surchange hingga US$ 17,6 per MMBTU.
Yustinus menyampaikan kondisi pembatasan kuota HGBT ini bisa berdampak bagi keberlanjutan industri. Sepertinya kalau kuota 48% ini tidak dicabut maka pada semester II 2025 bisa ambrol industrinya. “Boro-boro kerja keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 9%, untuk pasokan energi saja dipersulit dan dipermahal,” ujarnya.