Sabo Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pastikan nasib Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bakal diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menkeu Purbaya pun lantas membongkar kesalahan KDM sapaan akrab Dedi Mulyadi dalam mengelola keuangan negara.
Pernyataan Menkeu Purbaya ini buntut dari pemaparan data bank sentral soal uang mengendap di bank per September 2025 lalu.
Diketahui Provinsi Jawa Barat termasuk yang paling besar uang yang mengendap di sana.
Dana mengendap di bank milik Pemprov Jabar mencapai Rp 4,17 triliun.
Atas data itu, Dedi Mulyadi pun membantah.
Ia bahkan sempat menyuruh Menkeu Purbaya untuk membuktikannya.
Namun Purbaya ogah disuruh-suruh oleh Gubernur Jabar KDM.
Sampai akhirnya Dedi pun melakukan safari ke sejumlah tempat guna mengkonfirmasi data Purbaya.
Ia mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sampai bertemu pihak Bank Indonesia.
Hasilnya ternyata data yang dipaparkan Purbaya benar nyata.
“Yang ada adalah pelaporan keuangan di tanggal 30 september ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun,” kata Dedi Mulyadi.
Selain itu ada juga deposito Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Sisanya dalam bentuk deposito BLUD di luar kas daerah yang menjadi kewenangan BLUD masing-masing,” katanya.
Namun kini menurut KDM, uang tersebut sudah terserap digunakan untuk belanja daerah.
“Jadi uang yang diendapkan itu tidak ada, karena uang Rp 3,8 triliun ini hari ini sudah dipakai. Untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, belanja bayar listrik, belanja bayar air, belaja pegawai outsourcing,” katanya.
Tetapi rupanya langkah Dedi Mulyadi justru menjadi senjata makan tuan bagi dirinya sendiri.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap ada kesalahan KDM dalam mengelola keuangan.
Purbaya hingga kini tak mau melakukan koordinasi dengan kepala daerah yang protes terhadap data tersebut.
“Gak, bukan urusan saya itu, biar aja BI yang kumpulin data, saya cuma pakai data bank sentral aja,” katanya.
Ia menyuruh para kepala daerah yang protes untuk langsung bertanya ke BI.
“Tanya aja ke BI. Itu kan data dari bank bank mereka juga. Mereka gak mungkin monitor semua account satu per satu,” katanya.
Purbaya pun mengungkap kesalahan Dedi Mulyadi.
Menurutnya langkah Dedi menyimpan uang tersebut di giro justru membuat rugi.
“Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito tapi di giro, malah lebih rugi lagi,” katanya.
Purbaya menerangkan dengan disimpan di giro maka bunga akan lebih rendah.
“Bunganya lebih rendah kan kenapa dichekin di giro kalau gitu,” katanya.
Ia pun memastikan Dedi Mulyadi akan segera diperiksa BPK.
“Pasti nanti akan diperiksa BPK itu,” kata Menkeu Purbaya.
Respon Menkeu Purbaya soal Dedi Mulyadi yang Minta Donasi Rp1.000 per Hari ke Warga Jabar
Berikut respon Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa turut mengomentari soal imbauan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal donasi.
Sebelumnya Dedi Mulyadi mengimbau agar seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), siswa sekolah, hingga masyarakat umum di Jawa Barat berdonasi sebesar Rp1.000 per hari.
Uang donasi dari warga masyarakat ini rencanya dipakai untik memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran serta akses.
Purbaya mengatakan bahwa keputusan untuk meminta donasi atau tidak ke warga, diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah (pemda) dan warga daerah yang bersangkutan.
“Itu terserah kepada pemdanya dan terserah kepada warganya,” ujar Purbaya usai bertemu Gubernur Jakarta dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Namun Purbaya memasikan tidak ada kewajiban dari pemerintah pusat (pempus) kepada daerah untuk memberikan donasi.
Sekalipun kata Purbaya ada pemangkasan anggaran transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
“Jadi dari pemerintah pusat tidak ada kewajiban donasi itu. Jadi, silakan saja kalau mau,” kata Purbaya.
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan imbauan donasi Rp 1000 perhari ke warg melalui Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Menurut Dedi Mulyadi, donasi itu bermaksud mengejawantahkan prinsip silih asah, silih asih, silih asuh dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Melalui donasi ini pula, kata Dedi, pihaknya berupaya memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran serta akses.
“Melalui Gerakan Rereongan Poe Ibu, kami mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari. Kontribusi sederhana ini menjadi wujud solidaritas dan kesukarelawanan sosial, demi membantu kebutuhan darurat masyarakat,” kata Ded, Minggu.
Rereongan Poe Ibu disebut Dedi Mulyadi sebagai wadah donasi publik resmi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang bersifat darurat dan mendesak dalam skala terbatas.
Menurutnya prinsip dasar pelaksanaannya adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com.






