Free Gift

Pelantikan Kadis Pendidikan Buol Tertunda: Antara Proses Birokrasi dan Dinamika Politik Lokal

SaboBuol — Di tengah suasana pemerintahan daerah yang baru saja menuntaskan prosesi pelantikan pejabat tinggi pratama, satu posisi strategis di Kabupaten Buol justru masih menyisakan tanda tanya besar. Jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) yang sejatinya akan diisi secara definitif, hingga kini masih dijabat oleh pelaksana tugas (Plt), Asisten I Moh. Kasim.

Pelantikan yang digelar Kamis, 16 Oktober 2025 pekan lalu, semestinya menjadi momentum penting bagi penyegaran birokrasi. Namun, dari sejumlah nama yang dilantik, posisi Kadis Dikbud justru luput dari daftar. Padahal, seluruh proses seleksi terbuka telah rampung dan rekomendasi teknis dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun sudah turun.

Tiga nama—Aruji T. Saloa, Muhamad Singara, dan Sumiati Djafar—menjadi kandidat yang lolos dalam seleksi terbuka tahun ini. Ketiganya telah melalui serangkaian tahapan administratif dan uji kompetensi yang ketat. Berdasarkan hasil penilaian panitia seleksi, seluruh kandidat dinyatakan layak menduduki posisi tersebut.

Namun, kepastian pelantikan mereka belum juga muncul. Di kalangan birokrat Buol, situasi ini menimbulkan spekulasi. Beberapa sumber menyebut, ada dinamika internal yang membuat keputusan akhir berada dalam posisi “tunggu dan lihat”. Sementara itu, di kalangan peserta seleksi, kabar tertundanya pelantikan disambut dengan perasaan campur aduk—antara harapan dan kekhawatiran.

“Di antara ketiga nama itu, ada satu yang disebut-sebut masih terus berupaya melobi agar bisa dilantik,” ujar seorang pejabat yang enggan disebut namanya. Informasi ini menambah warna dalam proses yang seharusnya berjalan administratif, tetapi kini mulai tampak beririsan dengan pertimbangan politik.

Dalam konferensi pers di kantor BKPSDM Buol, Senin (20/10), Kepala BKPSDM Drs. Asrarudin, M.Si menegaskan bahwa proses pelantikan belum bisa dilakukan tanpa keputusan resmi dari Bupati. “Pada dasarnya, semua hasil seleksi sudah siap. Tapi pelantikan itu tetap menunggu kebijakan Bupati, apakah akan dilaksanakan sekarang atau ada pertimbangan lain,” jelasnya dengan nada hati-hati.

Pernyataan itu, meski diplomatis, memperlihatkan bahwa keputusan akhir bukan semata soal administrasi. Di balik meja Bupati, ada ruang pertimbangan yang kerap kali mencakup dimensi politik, loyalitas, hingga kalkulasi kepentingan jangka panjang pemerintahan daerah.

Sementara itu, absennya kepala definitif di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mulai menimbulkan efek di lapangan. Sejumlah program strategis pendidikan, termasuk evaluasi kinerja sekolah dan rencana pengembangan kebudayaan daerah, dilaporkan berjalan lambat karena kewenangan Plt terbatas.

Keterlambatan pelantikan ini juga menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah terhadap sistem merit yang selama ini digaungkan sebagai prinsip reformasi birokrasi. Publik kini menunggu apakah Bupati Buol akan menjadikan hasil seleksi terbuka sebagai dasar keputusan, atau memilih jalan kompromi yang berisiko menimbulkan polemik baru.

Dalam situasi seperti ini, jabatan kepala dinas bukan sekadar posisi administratif. Ia menjadi simbol arah kebijakan pendidikan daerah—antara profesionalisme dan politik. Dan hingga keputusan itu diambil, Buol masih menunggu, di persimpangan antara transparansi dan kepentingan kekuasaan.***

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar