Free Gift

Peluang Kopi Meningkatkan Kesejahteraan Petani

FORUM Sustainable District Outlook (SDO) tahun ini menyoroti peran kopi sebagai pendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan di tingkat kabupaten. Ade Aryani, Executive Director Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), menegaskan pentingnya kemitraan lintas pihak dalam memperkuat kapasitas petani sekaligus membuka pasar bagi produk kopi daerah.

“Tujuan dari SCOPI sendiri, misi kami adalah untuk mempromosikan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam memberikan kesempatan terkait ekonomi, kemudian ketahanan pangan, serta keberlanjutan lingkungan bagi petani kopi di Indonesia,” kata Ade dalam forum “Kabupaten Bergerak: Inovasi Menuju Masa Depan Lestari dan Berdaya,” Senin, 25 Agustus 2025.

Ade menjelaskan, SCOPI merupakan asosiasi berbasis keanggotaan dengan 56 organisasi, mulai dari kelompok tani, koperasi, hingga perusahaan besar. SCOPI juga bermitra dengan pemerintah daerah dan nasional. Menurutnya, kopi berfungsi sebagai “enabler” untuk membuka kesempatan bagi petani memperbaiki kapasitas, pengetahuan, hingga akses informasi. “Kami juga ingin memberikan wadah atau tempat untuk saling berbagi, belajar terkait praktik-praktik baik, penyelarasan, dan juga kerja sama multi-pihak,” ujarnya.

Isu ekonomi global ikut mempengaruhi sektor kopi. Ade mencontohkan kebijakan Uni Eropa terkait deforestasi (EUDR) yang kini jadi perhatian eksportir kopi Indonesia. “Misalnya sebagai contoh adalah apabila ada eksportir yang akan mengirimkan kopinya ke luar negeri, ada kebijakan yang sedang diterapkan, yang saat ini sedang trend sekali adalah kebijakan terkait EUDR deforestasi, ini yang menjadi perhatian juga bagi para pelaku di industri kopi,” katanya.

SCOPI memiliki target jangka panjang hingga 2030, yaitu meningkatkan kesejahteraan 126 ribu petani kopi di Indonesia dengan menekan kesenjangan pendapatan sebesar 10 persen. Upaya itu ditempuh melalui tiga strategi utama: meningkatkan produktivitas, memperkuat literasi keuangan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung keberlanjutan.

“Kami bersama-sama secara kolektif ingin meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dari petani kopi di Indonesia dengan memperkecil kesenjangan dari pendapatan hidup dari petani kopi sebesar 10 persen,” kata Ade.

Produktivitas kopi nasional, ujar dia, masih rendah dibanding negara tetangga. Rata-rata petani hanya menghasilkan 600–700 kilogram per hektare per tahun, sedangkan negara lain bisa tiga hingga empat kali lipatnya.

“Ini merupakan suatu tantangan sendiri yang harus kita hadapi bagaimana mengatasinya dan dari SCOPI ini adalah ada satu strategi yang kita coba berikan dengan meningkatkan produktivitas dengan cara mengadopsi skema ataupun mekanisme regenerative agriculture,” katanya.

Selain perbaikan teknik budidaya, SCOPI juga menekankan pentingnya literasi keuangan petani. Ade menegaskan petani harus mampu mengelola keuangan agar hasil kebun tidak hanya habis untuk konsumsi, tetapi kembali diinvestasikan ke kebun.

“Kelompok-kelompok usaha petani sendiri yang harus kita kuatkan secara kelembagaan keuangannya sehingga petani bisa mengatur, mengelola keuangannya dan juga mendapatkan akses terhadap keuangan modal atau untuk pinjaman,” ujarnya.

Di sisi lain, SCOPI melihat potensi besar kopi di setiap daerah. Oleh karena itu, forum SDO dijadikan ruang untuk memperkuat kemitraan dengan pemerintah kabupaten dan menghubungkan petani dengan pasar. “Kami ingin mencoba untuk bagaimana SCOPI sebagai asosiasi bisa ikutkan, dan bagaimana SCOPI bisa bermitra dengan pemerintah lokal, meningkatkan kapasitas penyuluh lapang, dan juga mendampingi petani-petani yang ada di setiap daerah sehingga potensi yang ada bisa ditingkatkan, bisa lebih dibuka lagi pasarnya,” kata Ade.

Melalui partisipasi di SDO, SCOPI berharap kopi tidak hanya menjadi komoditas unggulan, tetapi juga motor penggerak ekonomi kabupaten yang berkelanjutan.

Want a free donation?

Click Here

Tinggalkan komentar