Presiden Prabowo Subianto menargetkan dalam 10 tahun atau lebih cepat, pembangkit listrik yang ada di Indonesia 100% bersumber dari energi baru terbarukan (EBT).
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Riandy Laksono mengatakan target penggunaan energi baru tersebut merupakan cita-cita yang baik. Namun, perlu adanya subsidi dan strategi yang jelas untuk mewujudkannya.
“Kami apresiasi mimpinya, tapi harus jelas strateginya seperti apa. Karena dalam RUPTL 10 tahun ke depan tidak menunjukkan tercapainya target tersebut, sebab dokumen itu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%,” kata Riandy dalam media briefing, Senin (18/8).
RUPTL merupakan singkatan dari Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik. Pemerintah telah mengumumkan RUPTL 2025-2034 pada Mei lalu.
- Ekonom CSIS Nilai Target Ekonomi Tumbuh 5,4% di 2026 Sulit Dicapai, Mengapa?
- Singapura akan Tegas Terhadap Vape, Diperlakukan Seperti Narkoba
- Setya Novanto Dapat Total Remisi 28 Bulan 15 Hari, Sudah Bebas Bersyarat
Riandy mengatakan kondisi pengembangan EBT di Indonesia saat ini mengalami tekanan dari berbagai sisi. Salah satunya dari kondisi sumber energi fosil yang mendapatkan subsidi input dan subsidi melalui pemenuhan DMO batu bara, sehingga harganya lebih rendah dibandingkan patokan pasar.
“Subsidi DMO itu kan membuat harganya tidak mengikuti patokan internasional yang besar. Jadi kalau pemerintah ingin meningkatkan penggunaan atau penerapan EBT, sektor ini juga harus disubsidi,” ujarnya.
Salah satu subsidi yang menurutnya harus diberikan pemerintah untuk EBT adalah feed-in tarrif (FIT). FIT merupakan insentif penetapan tarif beli listrik yang tinggi, ditetapkan pemerintah untuk jangka waktu panjang.
“Vietnam peningkatan penggunaan energi surya (matahari) cepat sekali karena disubsidi melalui FIT yang sangat banyak. Tanpa kita punya plan subsidi itu, 100% EBT dalam 10 tahun hanya cita-cita tanpa langkah nyata yang berujung sia-sia,” ucapnya.
Presiden Prabowo sebelumnya mengatakan, ambisi 100% EBT dapat dilakukan dengan penggenjotan energi terbarukan dari surya, hidro, panas bumi, dan bioenergi.
“Kita harus mencapai 100% pembangkitan listrik dari energi baru terbarukan dalam waktu 10 tahun atau lebih cepat,” kata Presiden dalam pidato Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2025-2026 di Jakarta, Jumat (15/8).
Dengan demikian, Indonesia harus mencapai target ambisius tersebut pada 2035-2040 mendatang. “Indonesia harus menjadi pelopor energi bersih dunia.” tambah Presiden.
Target Bauran EBT dalam RUPTL
RUPTL menargetkan bauran energi baru terbarukan sudah mencapai 34,3% pada 2034. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan angka tersebut di luar ekspektasi mereka.
“Kami hitung betul-betul, Insya Allah nanti 2034 baurannya 34%. Di 2030 an nanti sudah mencapai lebih dari 21%,” kata Darmawan dalam paparannya di acara Diseminasi RUKN dan RUPTL 2025-2034, Senin (2/6).
Dalam paparannya disebutkan bahwa target ini 2,5 kali lipat lebih besar dibandingkan capaian bauran EBT 2024 yang mencapai 12%. “Jadi alhamdulillah roadmap to net zero emission insyaallah milestone-nya jelas, roadmap-nya jelas, arahnya jelas, dan insyaallah dimudahkan agar ini (34%) bisa tercapai,” ujarnya.
Berdasarkan paparannya, berikut target bauran EBT dalam RUPTL:
- 2025: 15,9%
- 2026: 16,4%
- 2027: 17,3%
- 2028: 19,1%
- 2029: 19,7%
- 2030: 21%
- 2031: 26,1%
- 2032: 29%
- 2033: 32,5%
- 2034: 34,3%