KORAN-PIKIRAN RAKYAT – Perahu bargas atau perahu bermesin kecil di area Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata, Kabupaten Bandung Barat tak hanya menjadi sarana transportasi dan wisata. Sejumlah perahu tersebut bahkan menjelma menjadi tempat usaha yang melayani kebutuhan pekerja keramba jaring apung hingga pemancing. “PR” menelusuri aktivitas perahu warung tersebut.
Perahu yang dipenuhi berbagai jenis makanan, kudapan, serta dilengkapi kompor gas dan wajan itu mendekati keramba jaring apung di kawasan Kampung Gandasoli, Desa Margalaksana, Kecamatan Cipeundeuy, KBB, Senin 20 Oktober 2025. Teriakan Kadin (61), sang nakhoda atau pengemudi perahu tersebut terdengar. “Kopi, kopi,” ucapnya menawarkan.
Yahya (22), pekerja keramba yang tengah memberikan ikan pun mendekati perahu yang mulai merapat dengan potongan bambu kolam ikan tersebut.
“Susu we (Saya pesan susu saja),” ucap Yahya.
Dengan sigap, Kadin segera memenuhi permintaan itu. Tangannya meraih cangkir plastik dan mengisinya dengan susu cair yang dicampur air panas dari termos. Ia lalu mengaduknya.
Pekerjaan tersebut butuh konsentrasi tinggi. Pasalnya, genangan air Cirata tak selalu tenang-tenang saja. Kala Kadin memenuhi pesanan itu, perahu lain melintas sehingga menghasilkan gelombang atau riak air permukaan air Cirata. Kadin pun membuat minuman susu tersebut dengan kondisi perahunya yang limbung terhantam gelombang.
Namun, Kadin bukan baru 1-2 tahun membuka warung di perahu. Ia sudah terlatih menjaga keseimbangan saat berdagang di tengah danau itu.
Pesanan pun rampung. Cangkir susu plastik berpindah ke tangah Yahya yang menyambutnya dengan sukacita. Demikianlah aktivitas keseharian Kadin.
Warga asal Kampung Cihonje, Desa Margalaksana tersebut membuka warung di perahunya yang memiliki panjang 8 meter dan lebar 2 meter tersebut.
Sudah 15 tahun, Kadin membuka usaha tersebut. Dengan mesin berkekuatan sembilan sembilan tenaga kuda (PK), perahu Kadin mengarungi genangan Cirata di wilayah KBB hingga Purwakarta dan Cianjur.
Urusan kelengkapan barang dagangan, perahu warung Kadin tak kalah dengan toko kelontong di darat. Berbagai jenis makanan, minuman berbagai merek tersedia di perahu warung itu. Bahkan, Kadin menawarkan sejumlah menu makanan dan lauk pauk, seperti nasi goreng, lotek, dan karedok.
Berbekal kompor dan gas 3 kilogram serta peralatan lain, ia memasak sendiri di perahunya. “Nasi goreng, bala-bala, mi rebus, lotek, karedok langsung ngadamel dina parahu (Nasi goreng, bakwan, mi rebus, lotek, karedok langsung saya masak di atas perahu),” ucapnya kepada “PR” yang mengikuti perjalanannya berjualan di perahu.
Lengkapnya berbagai produk dagangan dan makanan yang ditawarkan membuat para pekerja atau pemilik usaha keramba terbantu dengan keberadaan perahu warungnya. Yahya, misalnya, mengaku merasakan manfaat usaha Kadin.
“Ngabantos ka nu teu gaduh parahu di kolam, anu kalaparan, anu hoyong barang emam (Perahu warung membantu pekerja keramba yang tak memiliki perahu dan sedang lapar,” ujar Yahya.
Tak semua pekerja/pelaku usaha keramba memiliki perahu yang memudahkan pergi ke darat untuk berbelanja atau memenuhi kebutuhannya. Dus, kehadiran perahu warung sangat membantu mereka. Harga yang ditawarkan pun masih cukup terjangkau. Untuk secangkir kopi dan susu, harganya hanya Rp 4.000, harga roti Rp 2.500.
Hari semakin sore kala Kadin menyelesaikan pesanan Yahya. Sebelum malam tiba, Kadin tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk mencari rezeki. Perahu warungnya kemudian melaju lagi melewati sejumlah keramba lain di Cirata.
Sebuah perahu yang tengah bersandar di sebuah keramba menarik perhatiannya. Kadin mengarahkan perahunya mendekat. “Rek hideung naon (Mau kopi apa)?,” teriak Kadin kepada tiga orang yang tengah mengepak dan mengangkut ikan yang baru panen.
Mereka memesan tiga kopi yang langsung direspons Kadin dengan segera membuatnya. Tiga cangkir plastik berisi kopi pun diletakkan Kadin di tepi perahu mereka.
“Makanan favorit yang saya suka beli dari perahu warung itu gorengan,” ucap Kelvin (30), satu dari tiga orang tadi. .
Daya tarik perahu warung Kadin memang ada pada makan-makanan yang dibuat mendadak di atas perahu, seperti gorengan, nasi goreng, lotek, karedok. Makanan itu dinilai lebih “segar” karena selesai dimasak langsung dihidangkan.
Digital
Meskipun banyak pembayaran dilakukan secara tunai, Kadin tak mau ketinggalan zaman. Ia memiliki aplikasi dompet digital yang memudahkan para pembeli yang tak memiliki uang tunai.
Kepada “PR”, ia menyodorkan nomor dari dompet digital dari salah satu platform resmi yang berada dalam pengawasan Bank Indonesia. Dengan cara itu, pembeli hanya cukup melakukan transfer ke dompet digital Kadin.
“Bah kana nomor nomor biasa (Bah, transfer ke nomor biasa),” ucap Kadin menirukan pertanyaan pembeli yang sudah biasa menggunakan transaksi digital tersebut.
Selain Kadin, sejumlah warga lain juga membuka usaha yang sama, yakni perahu warung. Mereka berasal dari wilayah Gandasoli, Lebaksaar hingga Cipicung di Desa Margalaksana.
Salah satunya adalah Hendra Hermawan (41), warga Kampung Cipicung, Desa Margalaksana. Hendra sudah enam tahun melakoni profesi berjualan di perahu. Ia menjual gorengan, air mineral, mi instan, hingga kopi.
Berbeda dari Kadin, Hendra membuat gorengan di darat dan menjualnya di perahu. Untuk pesanan kopi, mi instan, ia cukup membawa termos untuk menyeduhnya di perahu.
Dengan perahu berukuran panjang 7 meter dan lebar 3 meter dengan kekuatan mesin 6,5 PK, Hendra menjelajahi wilayah Cirata mulai dari wilayah Citatah, Gandasoli, Rawabuaya (KBB) dan Palumbon (Purwakarta) setiap hari.
Pembeli utamanya adalah para pemancing ikan di sejumlah rakit. Dalam sehari, ia bisa memperoleh uang senilai rata-rata Rp 200.000-Rp 300.000 dari hasil penjualan di perahu warungnya.
Usaha Kadin dan Hendra sering terhambat oleh menjamurnya eceng gondok. Meski begitu, keduanya tak patah arang dan tetap menjalankan usahanya.
Denyut ekonomi
Keberadaan perahu-perahu warung menjadi bukti kreativitas dan aktivitas ekonomi tak harus selalu terpaku di daratan saja. Peluang usaha justru muncul di wilayah waduk.
Dengan mengandalkan perahu, pembeli tak harus menepi untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Cukup lambaikan tangan atau beri kode dari atas keramba atau rakit pemancingan, berbagai barang kebutuhan meluncur menemui pembeli.
Denyut ekonomi di genangan air tersebut terus bertahan dan menjadi sumber rezeki warga.***






