Pembahasan restrukturisasi utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) masih berlangsung. Pemerintah sedang menggodok skema yang tepat agar tidak membebani keuangan negara dan menghambat rencana pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya.
“Memang utang yang harus segera diselesaikan ini juga tidak boleh kemudian menghambat rencana besar untuk mengembangkan konektivitas berikutnya. Nah, di sini masih terus dikembangkan sejumlah opsi,” kata Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (20/10).
Pria yg kerap disapa AHY itu mengatakan belum ada keputusan final yang disepakati oleh pemerintah. Ini termasuk opsi restrukturisasi utang Whoosh dengan melibatkan Danantara dan Kementerian Keuangan.
“Jadi artinya kami masih terus menunggu arahan Pak Presiden (Prabowo Subianto) sambil terus mengembangkan berbagai opsi yang paling baik dan berkelanjutan,” ujarnya.
Sebelum Whoosh diresmikan, Pemerintah Laos dan Cina sudah lebih dulu memiliki sebuah kereta bernama Boten-Vientiane. Dikutip dari Antara, kereta ini diklaim sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara.
Kereta Cepat Boten-Vientiane
Kereta cepat Laos-Cina yang juga dikenal sebagai Boten-Vientiane ini merupakan kereta api kecepatan tinggi yang menghubungkan kota di perbatasan kedua negara, bernama Boten, dengan Ibu Kota Negara Laos, Vientiane. Kereta yang beroperasi sejak Desember 2021 ini menggunakan teknologi electric multiple unit (EMU) dengan spesifikasi kereta CR200J.
Kereta Boten-Vientiane memiliki jarak sejauh 414 kilometer membentang dari Laos hingga Cina. Adanya kereta ini dapat mempersingkat perjalanan jalur darat yang awalnya ditempuh hingga 15 jam menjadi 4 jam saja.
Kereta Boten-Vientiane memakan biaya sebesar US$ 5,9 miliar atau sepertiga dari PDB Laos yang ditanggung oleh dua belah pihak, baik Cina dan Laos. Seperti halnya pembangunan Kereta Whoosh, pembiayaan proyek ini berasal dari dua unsur, yakni pinjaman dari Bank Exim China sebesar US$ 3,5 miliar (60%) dan ekuitas perusahaan senilai US$ 2,3 miliar (40%).
Dilansir dari BBC Indonesia, Bank Exim China menanggung biaya US$ 2,48 miliar (70%) dan Laos US$ 1,06 miliar (30%). Begitu pula pada pembiayaan yang berasal dari ekuitas, Cina bertanggung jawab membayar US$ 1,63 miliar (70%) sedangkan Laos sejumlah US$ 0,73 miliar (30%).
Pada rute sepanjang 414 km, kereta tersebut melewati 75 terowongan dan 167 jembatan di atas rel tunggal. Kereta bertenaga listrik ini memiliki bobot seberat 3 ribu ton dan dapat membawa penumpang dalam kecepatan 160 kilometer per jam.
Namun, ketika difungsikan sebagai kereta barang, kecepatannya hanya mencapai 120 kilometer per jam. Dalam perjalanan dari Boten menuju Vientiane, penumpang akan melewati sebanyak puluhan stasiun.
Kereta Cepat Whoosh
Whoosh merupakan proyek kereta cepat dengan panjang rute mencapai 142,3 kilometer. Hingga saat ini Whoosh memiliki empat stasiun utama di sepanjang rutenya, yakni Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar.
Dikutip dari laman resminya, jalur kereta cepat Whoosh terdiri dari 82,7 km jalur layang, 42,7 km jalur di atas tanah, dan 13 terowongan dengan total panjang terowongan 16,8 km.
Kereta Cepat Whoosh didesain untuk mampu beroperasi optimal di negara empat musim maupun negara dua musim, melalui sensor-sensor terkait hujan dan petir yang terpasang. Konstruksi maupun KCIC400AF telah disesuaikan dengan kondisi iklim tropis yang ada di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang Whoosh mencapai US$ 7,3 miliar atau sekitar Rp 120 triliun. Sumber utangnya berasal dari pinjaman luar negeri, terutama China Development Bank. Sisanya adalah konstribusi para pemegang saham yang tergabung dalam PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Perusahaan ini terdiri dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia yang memegang 60% saham dan China Railway International Co. Ltd sebesar 40%.
Pilar Sinergi BUMN Indonesia atau PSBI adalah perusahaan patungan badan usaha milik negara. PT KAI memegang saham mayoritasnya sebanyak hampir 58,53% saham. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk memegang saham PSBI sebesar 33,36%, PT Jasa Marga (Persero) Tbk 7,08%, dan PTPN VIII sebesar 1,03%
Dalam laporan keuangan KAI per 30 Juni 2025, PSBI mencatat kerugian hingga Rp 4,2 triliun pada 2024. Kerugian ini berlanjut hingga semester pertama 2025 sebesar Rp 1,6 triliun. KAI telah menanggung beban kerugian sejak Whoosh beroperasi komersial pada Oktober 2023.
Whoosh vs Boten-Vientiane
Meski Whoosh dan Boten-Vientiane merupakan proyek buatan Cina, namun dua kereta ini memiliki beberapa perbedaan. Dikutip dari berbagai pemberitaan, berikut perbedaan kedua kereta tersebut.
Pertama, dari segi kecepatan kereta. Whoosh memiliki kecepatan mencapai 350 kilometer per jam sedangkan Boten-Vientiane hanya 160 kilometer per jam. Melansir dari CNBC Indonesia, jika mengacu pada standar International Union of Railway (UIC), Kereta Boten-Vientiane masuk kategori kereta semi cepat, sedangkan Whoosh kereta cepat.
Kedua, perihal penggunaan teknologi. Keduanya memang menggunakan teknologi EMU, tapi berbeda spesifikasi. Whoosh dengan CR400AF yang dikembangkan oleh CNR Changchun Railway Vehicle dan diproduksi oleh CRRC Qingdao Sifang.
Ketiga, perbedaan jarak. Boten-Vientiane memiliki jarak sejauh 414 km yang ditempuh dalam waktu empat jam, sedangkan Whoosh dengan jarak 142,3 km ditempuh dalam 45 menit.
Keempat, jumlah kereta. Rangkaian Whoosh berjumlah delapan kereta, sedangkan Boten-Vientiane mencapai sembilan kereta. Kelima, sistem rel. Pada Boten-Vientiane, kereta ini menggunakan sistem rel jalur tunggal, sedangkan Whoosh menggunakan sistem rel jalur ganda.
Keenam, fungsi kereta. Jika Whoosh digunakan sepenuhnya untuk mengangkut penumpang saja, berbeda dengan Boten-Vientiane. Sebab kereta ini juga berfungsi untuk mengangkut barang.






