Free Gift

Perkembangan Kripto Melesat, 3 Hal Ini Jadi Fokus Coinfest Asia 2025

Jakarta, IDN Times – Industri kripto terus berkembang dengan penambahan jumlah aset setiap harinya. Data dari Tangem, perusahaan teknologi yang bergerak dalam sektor blockchain menunjukkan, hingga Juli 2025 lalu terdapat lebih dari 37 juta aset kripto di dunia. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah menjadi lebih dari 100 juta aset kripto pada akhir 2025 seiring dengan makin berkembangnya teknologi blockchain dan Web3.

Sementara itu, survei dari Deloitte menunjukkan, 85 persen merchant memandang kripto sebagai cara untuk menjangkau pelanggan baru dan 77 persen merchant memanfaatkannya untuk menekan biaya transaksi. Adapun beberapa perusahaan besar, seperti Microsoft, Paypal, hingga Starbucks, sudah mengintegrasikan pembayaran dengan kripto ke dalam layanannya.

Di Indonesia, jumlah investor kripto meningkat setiap tahun seiring dengan telah diakuinya kripto sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan. Hingga Maret 2025 lalu, jumlah investor kripto naik mencapai 13,71 juta investor. Sementara, selama Mei 2025, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan nilai transaksi aset kripto menembus Rp32,45 triliun. Hal ini menunjukkan, kripto telah diterima sebagai salah satu pendorong ekonomi digital di Indonesia.

Oleh karena itu, dalam usaha mengedukasi masyarakat tentang kripto dan Web3, festival kripto dan Web3 terbesar dunia, Coinfest Asia 2025 digelar di Nuanu Creative City, Bali, pada 21-22 Agustus 2025.  Ada dari 150 pembicara global dari berbagai sektor, antara lain, blockchain, keuangan, teknologi, dan digital berbagi ide dan inovasi dalam dunia kripto dan Web3. Beberapa nama besar dalam industri kripto dan Web3 pun hadir dalam acara tersebut.

Mereka di antaranya adalah Ben Zhou (CEO Bybit), Stephan Lutz (CEO BitMEX), Rachel Conlan (CMO Binance), dan Willian Sutanto (Co-Founder & CEO Indodax). Coinfest Asia 2025 merupakan wadah bagi para pemimpin industri kripto dan Web3 untuk mendorong adopsi serta pertumbuhan ekonomi digital di Asia.

1. Mulai investasi kripto tanpa FOMO

Satu hal yang menjadi pembicaraan di Coinfest Asia 2025 adalah terkait memulai investasi kripto tanpa FOMO alias Fear Of Missing Out atau takut ketinggalan tren. Fandy Effendy, selaku CEO Aries Technologies, salah salah satu platform investasi kripto menjelaskan, memang aset mata uang kripto merupakan salah satu instrumen investasi yang dianggap sangat volatile dan high risk

“Menjadi lebih menenangkan saat investor tak lagi menebak-nebak, melainkan punya rencana yang jelas. Pengalaman investasi yang baik tidak datang dari mengejar harga, tapi dari proses terarah, transparan, dan disiplin,” ujar Fandy. 

Oleh karena itu, platform Aries Technologies menciptakan Kerangka 3S bagi investor kripto, yaitu Simple, Systematic, dan Safety-first.

“Platform kami tidak menjanjikan investasi tanpa risiko. Sebaliknya, kami membangun pagar pengaman agar perjalanan para investor terasa lebih tenang, jelas, dan konsisten,” kata Fandy.

Begini Prospek Ekosistem Kripto Indonesia di Tengah Tren Global

2. Keamanan siber pada teknologi blockchain

Selain menghindari FOMO, Coinfest Asia 2025 juga jadi tempat untuk membicarakan terkait keamanan siber pada teknologi blockchain. CEO CybershieldID, Hendri Arifin, menyatakan kendati blockchain dikenal lebih aman karena sifatnya yang terdesentralisasi dan berbasis kriptografi, tantangan keamanan tetap nyata terutama dalam konteks implementasi dan interaksi antar sistem.

Beberapa tantangan nyata dalam kasus terkini adalah Smart Contract Vulnerability, di protokol ResupplyFi pada Juni 2025 yang menunjukan bagaimana bug dalam logika smart contract bisa dimanfaatkan untuk mencuri dana. Dalam kasus ini kesalahan perhitungan menyebabkan sistem gagal mengenali rasio jaminan (LTV), memungkinkan penyerang meminjam hampir tanpa collateral dan menyebabkan kerugian hampir 10 juta dolar AS.

Semenatara itu, salah satu titik rawan paling kritis di dunia blockhain saat ini Blockhain Bridges, sistem yang menghubungkan antar jaringan. Kasus terkenal adalah peretasan Ronin Bridge (Axie Infinity) pada 2022 saat 625 juta dicuri karena kompromi pada validator node. 

Teknologi blockchain aman secara desain, tapi tetap sangat bergantung pada eksekusi teknis, keamanan kode, dan faktor manusia. Ancaman nyata datang dari bug di smart contract, kontrol akses yang lemah, phising, serta infrastruktur seperti bridge yang belum resilient.

“Untuk proteksi asset kripto, pendekatan kami di CybershieldID sederhana dan tegas, yakni bangun benteng pertahanan di setiap titik rawan. Ini termasuk audit keamanan ganda dan verifikasi formal untuk kode-kode krusial, penggunaan brankas digital (MPC/HSM) untuk kunci, penerapan batas waktu dan batas transfer dana pada bridge, pemantauan aktivitas real-time, simulasi respons insiden triwulanan, dan program bug bounty yang berkelanjutan. Dengan kontrol berlapis ini, kami memastikan teknologi blockchain yang terdesentralisasi bisa berfungsi maksimal dan aman di dunia nyata,” ujar Hendri.

3. Persaingan pembayaran digital konvensional versus mata uang kripto

AA1L5Mg8

Kehadiran dan perkembangan kripto sebagai aset yang bisa digunakan untuk pembayaran menimbulkan persaingan dengan pembayaran digital konvensional.

Chief Marketing Officer YUKK sebagai payment gateway, Ngo Agustino, menyatakan Web3 bukan sekadar tren, melainkan evolusi internet selanjutnya sebuah internet yang punya lapisan kepercayaan dan identitas bawaan.

Bagi YUKK, kemajuan teknologi Blockchain dan Web3 adalah tentang fondasi bisnis berupa integritas data, identitas yang terverifikasi, privasi pengguna, dan kemampuan operasional dan marketing secara real-time.  Adapun momentum acara seperti Coinfest Asia 2025 memperjelas, industri global kini bergerak ke arah solusi yang matang dan siap pakai untuk perusahaan.

“Bagi kami, ini bukan threat, malah justru menjadi oportunity, ajakan untuk berkolaborasi dengan para pelaku industri web 3.0,” kata Agustino.

Pajak Kripto, FLOQ Dorong Dialog dengan Ditjen Pajak dan OJK

Want a free donation?

Click Here