SaboOmbudsman Bengkulu turun tangan menyelidiki polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 5 Kota Bengkulu.
Lembaga ini menemukan kejanggalan berupa selisih 98 kuota siswa yang tidak diumumkan, di luar 72 siswa yang diberhentikan sepihak meski sudah sebulan bersekolah.
Kepala Pemeriksaan Laporan Ombudsman Bengkulu, Jaka Andhika, mengatakan ada selisih 98 kuota dari daya tampung Rombongan Belajar (Rombel) di SMAN 5 Kota Bengkulu. Menurutnya, hal tersebut cukup aneh.
Pemanggilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu dilakukan Ombudsman menyusul kisruh 72 siswa yang diberhentikan sekolah secara sepihak, padahal mereka sudah mengikuti kegiatan belajar selama sebulan.
Hal ini terungkap setelah Ombudsman memanggil Dikbud Provinsi Bengkulu pada Jumat (22/8/2025).
“Jumat (22/8/2025) kami memanggil pihak dinas. Ditemukan selisih data, seharusnya SMAN 5 dari keterangan Dikbud provinsi menetapkan rombel sebanyak 12 rombel dengan jumlah siswa per rombel 36 orang. Itu berarti kuota siswa yang diterima sebanyak 432 orang,” ujar Jaka Andhika saat dikonfirmasi melalui telepon, Sabtu (23/8/2025).
“Akan tetapi, siswa yang diumumkan oleh sekolah hanya sebanyak 334. Ada selisih 98 orang siswa yang tidak diketahui jalur masuknya.”
Jaka menegaskan, angka 98 tersebut justru di luar 72 siswa yang diberhentikan secara sepihak.
“Senin (25/8/2025), kami akan panggil kepala sekolahnya untuk mengonfirmasi selisih 98 kuota yang tidak diumumkan tersebut,” jelas Jaka.
Ia menambahkan, temuan selisih 98 kuota itu berdasarkan informasi dari dinas. Pihak dinas juga menyatakan akan membantu mencarikan sekolah lain untuk 72 siswa yang diberhentikan.
Sementara itu, Kepala SMAN 5 Bengkulu, Bihanudin, usai memenuhi panggilan DPRD Provinsi Bengkulu, Rabu (20/8/2025), menjelaskan bahwa selisih kuota tersebut sudah dilaporkan ke dinas.
“Itu sudah kami laporkan ke dinas, ada kuota yang tidak terisi,” jelas Bihanudin.
Namun, saat ditanyakan apakah 72 siswa itu bisa dimasukkan ke dalam kuota 98, Bihanudin menegaskan hal itu tidak memungkinkan karena kuota 98 sudah diserahkan ke dinas.
“72 siswa itu masuk belakangan di luar kuota 98. Jadi tidak bisa dimasukkan,” katanya.
Meski demikian, Bihanudin mengakui selisih 98 kuota tersebut memang tidak diumumkan.
“Tidak diumumkan,” ujarnya sambil berlalu.
Siswa Sering Menangis hingga Sakit
Sejumlah orang tua siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tak kuasa menahan tangis saat menceritakan nasib anak-anak mereka yang tiba-tiba dinyatakan tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Diketahui, terdapat 72 siswa SMAN 5 Kota Bengkulu yang sebelumnya telah diterima melalui jalur SPMB, melakukan daftar ulang, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), dan belajar selama sebulan penuh.
Namun, mereka kemudian dinyatakan tidak memiliki Dapodik, sehingga dianggap tidak terdaftar resmi di sekolah dan diminta mencari sekolah lain.
Akibatnya, 42 orang tua dari 72 siswa tersebut mengadukan nasib anaknya ke Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu.
He, salah satu orang tua siswa, mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan yang merugikan anaknya.
Bahkan, anaknya sering menangis dan sempat jatuh sakit akibat insiden ini.
“Anak saya menangis, tidak mau sekolah, malu, bahkan sampai dirawat di rumah sakit,” ujar He sambil meneteskan air mata saat rapat konsolidasi tertutup di DPRD Provinsi Bengkulu, Rabu (20/8/2025).
Dijelaskannya, awalnya anaknya sangat bahagia bisa diterima di SMAN 5 Kota Bengkulu karena sejak SMP telah mendambakan sekolah tersebut.
“Kata anak saya, info dari gurunya kalau absennya di bawah 36 maka diminta untuk cari sekolah lain. Anak saya menangis karena itu,” imbuhnya.
Kisruh ini tidak hanya menimbulkan tekanan psikologis, tetapi juga berdampak pada kesehatan siswa dan orang tua.
Seorang ibu mengaku anaknya jatuh sakit setelah mengetahui tidak tercatat di Dapodik. Sang ibu pun ikut terguncang hingga harus dirawat di rumah sakit.
“Anak kami sakit, saya juga sakit. Psikis anak saya benar-benar terguncang. Padahal sudah sebulan belajar, sudah punya teman baru,” ujarnya lirih.
Saat hadir di rapat DPRD, ibu tersebut masih dalam kondisi lemah setelah baru saja lepas infus.
Bahkan dari awal hingga akhir rapat, yang berlangsung pukul 10.00 hingga 14.00 WIB, ia tetap mengenakan masker.
Tangisannya pun pecah ketika menyampaikan keluhan, berharap pemerintah segera memberi solusi agar anak-anak mereka tidak kehilangan hak pendidikan hanya karena persoalan administrasi.
Dalam rapat konsolidasi ini, Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama pihak sekolah, Dinas Dikbud Provinsi Bengkulu, dan wali murid sepakat membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut.
Tim ini juga akan mencarikan sekolah terdekat dari alamat siswa dan menyesuaikan kuota untuk Rombongan Belajar (Rombel).
DPRD Bentuk Tim Khusus
Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) membentuk tim khusus untuk menempatkan 42 siswa yang menjadi korban carut marut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMAN 5 Kota Bengkulu.
Tim ini diharapkan dapat memastikan seluruh siswa tetap bersekolah tanpa melanggar aturan yang berlaku.
Persoalan terkait 42 siswa SMAN 5 Kota Bengkulu yang belum masuk dalam sistem Dapodik dan tidak tertampung di sekolah negeri akhirnya mendapat solusi.
Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama pihak terkait sepakat membentuk tim khusus untuk menangani kasus tersebut.
Hal ini terungkap usai rapat konsolidasi tertutup dengan pihak sekolah dan Dikbud Provinsi Bengkulu, yang juga diikuti oleh wali murid 42 siswa, Rabu (20/8/2025).
Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Sri Astuti, mengatakan tim ini terdiri dari perwakilan berbagai pihak agar keputusan yang diambil lebih adil.
“Tim ini kita bentuk dengan komposisi 2 orang dari Komisi IV, 2 orang dari wali murid, 2 orang dari Dinas Pendidikan, dan 2 orang dari pihak sekolah,” kata Sri Astuti.
Menurutnya, tim tersebut akan bekerja dengan mendata alamat para siswa dan mencarikan sekolah terdekat yang masih memiliki kuota.
“Misalnya kalau rumahnya dekat SMA 8 tapi sudah penuh, maka bisa diarahkan ke sekolah lain seperti SMA 9 yang kuotanya masih tersedia. Itu solusi yang paling realistis,” jelasnya.
Sri menambahkan, keterlibatan wali murid dalam tim ini penting agar prosesnya transparan dan bisa diterima semua pihak.
Selain itu, keputusan penempatan siswa tetap harus menyesuaikan dengan sistem Dapodik yang dikelola pusat.
“Nomor induk siswa sudah tercatat di Dapodik, jadi tidak bisa sembarangan dipindahkan. Dengan adanya tim ini, kita berharap semua siswa tetap bisa bersekolah tanpa melanggar aturan yang ada,” tegasnya.
Dari rapat bersama tersebut, dipastikan hanya 42 siswa yang menjadi fokus penanganan.
Komisi IV DPRD Bengkulu bersama Dikbud berkomitmen menuntaskan persoalan ini dalam waktu dekat melalui kerja tim yang sudah dibentuk.
Sebagai informasi, hearing atau rapat dengar pendapat Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu dimulai pukul 10.00 WIB dan dibagi dalam dua sesi.
Pada sesi pertama, hadir 42 wali murid yang anaknya tidak masuk dalam daftar Dapodik, pihak sekolah, Dikbud Provinsi Bengkulu, serta Komisi IV DPRD. Hearing ini berlangsung hingga pukul 14.00 WIB.
Rapat kemudian dilanjutkan pada sesi kedua tanpa kehadiran wali murid, hanya melibatkan pihak Dikbud, sekolah, dan anggota Komisi IV, mulai pukul 14.30 WIB hingga sore.
Sesi kedua lebih difokuskan pada pencarian jalan tengah, termasuk opsi menempatkan para siswa yang belum terdaftar di sekolah terdekat agar tetap bisa melanjutkan pendidikan.
Muncul Sosok S
Dalam rapat dengar pendapat itu juga terungkap nama seorang operator sekolah berinisial S.
Sosok ini disebut lebih sering berhubungan dengan wali murid ketimbang panitia resmi penerimaan siswa baru.
Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu pun merekomendasikan audit menyeluruh terhadap proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan dugaan kekeliruan yang terjadi.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, usai rapat konsolidasi tertutup bersama pihak sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu, serta wali murid 42 siswa yang terkena Drop Out (DO), Rabu (20/8/2025).
Menurut Usin, para orang tua siswa lebih banyak berhubungan dengan S, selaku operator dan panitia Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), dibandingkan dengan ketua panitia resmi penerimaan siswa baru.
Kondisi itu terjadi ketika kepala sekolah sedang sakit, sehingga sementara waktu kendali sekolah dipegang oleh S.
“Jadi ada benarnya juga keluhan orang tua yang menyebut nama S. Persoalannya, siapa yang menyuruh orang tua mendaftar ulang ke S ini, itu yang belum terbaca. Dan ini yang akan kami telusuri di posko nanti,” jelas Usin.
Meski demikian, Usin menegaskan hingga kini tidak ada bukti atau pengakuan langsung bahwa S menerima uang dari orang tua siswa.
Ia menekankan, Komisi IV hanya berupaya mengonfrontir informasi yang berkembang.
“Kita kan bukan penyidik. Tugas kami memastikan informasi yang disampaikan orang tua bisa ditelusuri,” tambahnya.
Terkait dugaan kekeliruan tersebut, Komisi IV merekomendasikan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu untuk melakukan audit menyeluruh, baik terhadap sistem maupun kemungkinan adanya oknum.
Usin menegaskan pihaknya tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi.
“Soal punishment, itu kami serahkan ke Disdikbud dan Gubernur. Kami hanya merekomendasi agar dievaluasi lagi secara menyeluruh,” ujarnya.
Duduk Perkara Carut Marut PPDB SMAN 5 Bengkulu
Sementara itu, Kepala SMA Negeri 5 Kota Bengkulu, Bihanudin, menegaskan masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tersebut murni akibat kesalahan teknis sistem dan kelalaian operator, bukan karena unsur kesengajaan maupun permainan.
“Itu kesalahan panitia menyuruh daftar ulang. Kalau dari sekolah tidak pernah menginstruksikan itu. Jadi sebenarnya ini bukan miskomunikasi, tapi kesalahan teknis saat masyarakat berbondong-bondong menemui operator. Padahal sudah kita ingatkan,” ujar Bihanudin usai rapat konsolidasi tertutup di DPRD Provinsi Bengkulu, Rabu (20/8/2025).
Ia menjelaskan, sejumlah laporan terkait siswa cadangan maupun pengumuman error dipicu oleh gangguan pada sistem aplikasi.
“Pengumuman pertama memang ada error, nomor peserta tidak muncul di sistem, sehingga sebagian orang tua hanya mendapat informasi manual,” tambahnya.
Dari 42 siswa yang terdampak, sebagian sudah dipindahkan ke sekolah lain. Namun, Bihanudin menegaskan status “cadangan” bukan berarti otomatis diterima.
“Cadangan itu artinya masih menunggu, bukan berarti sudah diterima. Kalau ada yang salah mengartikan, itu murni kesalahan panitia,” tegasnya.
Menanggapi dugaan adanya permainan dalam penerimaan siswa baru, pihak sekolah menyatakan akan melakukan evaluasi bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Komisi IV DPRD Provinsi, wali murid, serta perwakilan sekolah.
“Makanya kita cari solusi bersama. Kita tidak bisa memaksakan kuota. Nanti akan dibicarakan dengan tim khusus agar semua anak tetap mendapat sekolah,” jelas Bihanudin.
Saat ini, pihak sekolah dan dinas tengah mengumpulkan data riil siswa yang belum tertampung untuk dipetakan ke sekolah-sekolah yang masih memiliki kuota.
“Prinsipnya, solusi terbaik tetap untuk anak-anak,” pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com.