KORAN-PIKIRAN RAKYAT – Presiden RI Prabowo Subianto mengingatkan kepada para pengusaha yang serakah dan berniat menipu bahwa pemerintahannya telah bertekad untuk menegakkan kedaulatan demi rakyat. Hal itu dikatakan Presiden saat menyaksikan penyerahan uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya sebesar Rp 13,2 triliun di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin 20 Oktober 2025.
“Kalau mereka, para pengusaha-pengusaha serakah itu menganggap bisa menipu terus-menerus bangsa sebesar Indonesia. Ya, saya kira itu kita akan buktikan bahwa kita masih eksis, masih kuat dan kita bertekad untuk menegakkan kedaulatan kita demi rakyat kita,” ucap Prabowo.
Presiden mengingatkan para pengusaha bahwa dunia semakin sempit dan bumi semakin kecil oleh teknologi dan peradaban. Kepada para penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung, Prabowo meminta agar tetap semangat, tidak menyerah, dan terus berbuat yang terbaik bagi bangsa.
“Selamat atas pekerjaan ini. Jangan surut, jangan malas, jangan menyerah. Berbuatlah yang terbaik untuk bangsa, negara, dan rakyatmu,” ujar Presiden.
Kepala Negara menilai, kekayaan yang diperoleh dengan cara mengorbankan kepentingan rakyat merupakan bentuk rezeki yang tidak baik. Kekayaan itu pada akhirnya akan membawa dampak buruk bagi pelakunya maupun keluarganya.
“Saya sudah melihat, terlalu banyak ya pejabat yang lengah atau lemah iman, lemah akhlak, melakukan tindakan dan akhirnya termasuk keluarganya yang menderita ya,” ucap Presiden.
Prabowo menyampaikan apresiasi tinggi kepada Korps Adhyaksa. Menurut dia, akan muncul dampak signifikan dari pengembalian uang hasil korupsi ini bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional.
“Rp 13 triliun ini, kita bisa memperbaiki dan merenovasi 8.000 sekolah lebih,” kata Prabowo.
Lebih lanjut, Kepala Negara memberikan ilustrasi mengenai pemanfaatan dana tersebut untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat nelayan yang selama ini terabaikan. “Kalau satu kampung nelayan, kita anggarkan Rp 22 miliar kampung untuk nelayan dengan fasilitas yang selama 80 tahun Republik Indonesia berdiri tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah diurus. Sehingga kita memperbaiki dan membangun desa-desa nelayan dengan fasilitas modern,” tutur Prabowo.
Prabowo memperkirakan, dengan dana Rp 13 triliun, pemerintah dapat membangun sekitar 600 kampung nelayan yang setiap desa bisa ditempati sekitar 2.000 kepala keluarga. “Satu kampung nelayan itu kepala keluarganya 2.000. Jadi kalau dengan istri dan anak tiga itu 5.000 per desa. Kalau kali 1.000 itu 5 juta. 5 juta orang Indonesia bisa hidup layak,” ucapnya.
Kepala Negara juga menyebut para tersangka kasus CPO sangat tidak manusiawi. Sebab, perbuatan mereka sempat mengakibatkan minyak goreng langka di tengah masyarakat.
“Rakyat dibiarkan kesulitan minyak goreng untuk berminggu-minggu. Ini sebetulnya menurut saya sangat kejam, dan sangat tidak manusiawi,” kata Prabowo.
Lebih lanjut, Prabowo juga meminta penegakan hukum di Indonesia jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah, atau yang bermakna hukuman lebih berat bagi masyarakat biasa karena hal tersebut dinilai zalim. Ia meminta para penegak hukum memiliki hati dan empati terhadap masyarakat kecil.
“Seharusnya baik hakim maupun jaksa dapat membela rakyat kecil yang lemah,” katanya.
Uang pengganti
Seperti diketahui, Jaksa Agung ST Burhanuddin secara simbolis menyerahkan uang Rp 13,2 triliun tersebut kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Kegiatan itu dengan disaksikan Presiden Prabowo Subianto di Kejagung, Jakarta Selatan, kemarin.
Burhanuddin mengatakan, uang pengganti itu berasal dari Wilmar Grup senilai total Rp 11,88 triliun, Permata Hijau Grup (Rp 1,86 miliar), dan Musim Mas Grup (Rp 1,8 triliun). Total kerugian negara dalam kasus ini bernilai fantastis yakni mencapai Rp 17 triliun.
“Terdapat selisih pembayaran yang Rp 4,4 triliun itu akan dilakukan pembayaran dengan penundaan mungkin cicilan-cicilan,” ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menyampaikan, pihaknya mendapat jaminan berupa kebun sawit atas penundaan pembayaran sisa uang pengganti dari Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. “Karena situasi perekonomian, kami bisa menunda. Mereka harus menyerahkan kepada kami kelapa sawit, kebun sawit, perusahaan sawitnya untuk tanggungan Rp 4,4 triliun,” tuturnya.
Meski ada jaminan, Burhanuddin meminta agar dua grup tersebut membayar tepat waktu. Ia ingin kerugian negara akibat praktik rasuah ini cepat pulih.
“Kami meminta kepada mereka tepat ada waktunya. Kami tidak mau berkepanjangan sehinggan kerugian itu tidak segera kami kembalikan,” ujarnya.
Menurut Burhanuddin, keberhasilan Kejagung memulihkan kerugian negara merupakan wujud nyata upaya penegakan keadilan ekonomi yang semuanya ditujukan untuk kemakmuran rakyat. (Asep Bidin Rosidin, Suhirlan A)***






