AKSARA JABAR – Sebuah karya film tidak hanya menghibur dan menginspirasi, namun bisa membangun kesadaran publik.
Salah satunya film “Suamiku Lukaku” yang ingin menjadi inspirasi gerakan nasional untuk melawan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan menguatkan suara perempuan di seluruh Indonesia.
Pemutaran preview film tersebut dihadirkan pembukaan Rapat Kerja Nasional Ikatan Wartawan Online (Rakernas IWO) 2025 di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat, Rabu, 22 Oktober 2025.
Di hadapan ratusan jurnalis dari berbagai daerah, rumah produksi Sinemart Pictures memperkenalkan film tersebut bukan sekadar karya sinematik, melainkan seruan moral dan sosial untuk membangun kesadaran kolektif terhadap isu yang selama ini tersembunyi di balik tembok rumah tangga.
Disutradarai oleh Sharad Sharan, film “Suamiku Lukaku” menghadirkan deretan aktor ternama seperti Ayu Azhari, Acha Septriasa, Baim Wong, Raline Shah, dan Mathias Muchus.
Dengan kekuatan emosi dan pesan yang kuat, film ini menggambarkan perjuangan perempuan yang berani melawan kekerasan, namun juga menyoroti kompleksitas psikologis dan sosial di baliknya.
“Ini bukan hanya film, tapi gerakan. Kami ingin masyarakat melihat bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan,” ujar Sharad Sharan dalam sesi diskusi bertema ‘Peran Wartawan Online Tolak KDRT di Indonesia.’
Film ini dijadwalkan tayang pada Maret 2026, dan diharapkan gaung pesannya tak berhenti di bioskop, tetapi sampai ke sekolah, rumah tangga, dan ruang kebijakan publik.
Kenyataan yang Masih Mengguncang
Laporan Komnas Perempuan 2023 mencatat lebih dari 339.000 kasus kekerasan terhadap perempuan, sebagian besar terjadi di ranah domestik. Namun angka itu diyakini hanya puncak dari gunung es. Banyak korban memilih diam karena stigma, ketakutan, atau tidak tahu ke mana harus meminta pertolongan.
“Diamnya para korban memperpanjang luka. Kita butuh ruang aman dan solidaritas, bukan penghakiman,” tegas Siti Husna Lebby Amin, perwakilan Women Crisis Center (WCC) yang hadir dalam diskusi setelah penayangan perdana film tersebut.
Ia menekankan pentingnya rumah aman, layanan pendampingan hukum, dan edukasi publik yang berkelanjutan.
Wartawan di Garis Depan Perubahan
Rakernas IWO 2025 juga menjadi wadah refleksi bagi para jurnalis untuk menegaskan peran mereka dalam menyuarakan isu-isu kemanusiaan.
Dengan tema yang diangkat, peserta menyatakan komitmennya untuk tidak hanya memberitakan, tetapi juga menggerakkan kesadaran publik lewat tulisan dan liputan yang berperspektif korban.
“Wartawan bukan sekadar pelapor peristiwa. Kami adalah jembatan empati dan perubahan,” ujar salah satu peserta Rakernas.
Dari Layar ke Aksi Nyata
Film “Suamiku Lukaku” ingin menjadi cermin sekaligus cambuk bagi masyarakat untuk tidak lagi menutup mata terhadap KDRT. Lebih dari sekadar hiburan, film ini membawa pesan kuat tentang keberanian, penyembuhan, dan kebangkitan perempuan.
Seperti ditegaskan oleh Roostien Ilyas, anggota Majelis Kehormatan PP IWO dan penasihat Komnas Perlindungan Anak, “Film ini bisa menjadi medium yang efektif untuk menggugah nurani bangsa. Cerita punya kekuatan untuk mengubah cara kita memandang perempuan dan kekerasan.”
Seni sebagai Suara Perlawanan
“Suamiku Lukaku” menandai babak baru di mana seni dan jurnalisme bersatu untuk tujuan yang sama: membangun masyarakat yang lebih beradab dan berkeadilan gender.
Di tangan para jurnalis, kisah dalam film ini akan terus hidup, mengalir lewat berita, opini, dan kampanye sosial yang menolak normalisasi kekerasan.
Lebih dari sekadar peluncuran film, inilah awal dari sebuah gerakan sosial nasional, di mana setiap cerita menjadi seruan untuk bertindak, dan setiap suara perempuan menjadi kekuatan untuk perubahan.***






