Sabo Kabar duka menyelimuti dunia seni pewayangan Indonesia. Dalang legendaris Ki Anom Suroto dikabarkan meninggal dunia pada Kamis pagi, 23 Oktober 2025.
Beliau menghembuskan napas terakhir di RS Dr. Oen Kandangsapi, Solo, setelah beberapa hari dirawat di ruang ICU karena serangan jantung.
Mendiang diketahui memiliki riwayat diabetes dan sempat mengalami kondisi kritis sebelum akhirnya berpulang pada usia 77 tahun.
Kepergian Ki Anom Suroto meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan para pecinta seni pedalangan di seluruh Indonesia.
Perjalanan Awal dan Kiprah di Dunia Pedalangan
Ki Anom Suroto, atau Ki KKRT H Lebdo Nagoro Anom Suroto, lahir di Klaten pada 11 Agustus 1948. Ia mulai belajar pedalangan sejak usia 12 tahun dari sang ayah, Ki Sadiyun Harjadarsana, yang juga seorang dalang.
Kecintaannya pada seni wayang kulit membawanya menimba ilmu di lembaga budaya ternama seperti Himpunan Budaya Surakarta dan Pawiyatan Kraton Surakarta. Ia juga memperdalam ilmu pedalangan di Pasinaon Dalang Mangkunegaran serta Habiranda di Yogyakarta yang membentuk gaya khasnya.
Pada era 1960-an, nama Ki Anom mulai dikenal luas di kalangan seniman Jawa dan pecinta budaya tradisional. Kariernya semakin bersinar pada tahun 1975 saat ia tampil di berbagai panggung nasional dan festival budaya.
Gaya pedalangan Ki Anom dikenal halus, naratif, dan sarat filosofi, dengan kemampuan menghidupkan lakon klasik secara modern. Ciri khas itulah yang menjadikannya dalang kesayangan masyarakat lintas generasi hingga diakui sebagai maestro pewayangan Indonesia.
Dalang Lima Benua dan Duta Budaya Indonesia
Kiprah Ki Anom Suroto tak hanya bergaung di dalam negeri, tapi juga menembus panggung internasional. Beliau menjadi dalang yang tampil di lima benua, memperkenalkan wayang kulit Purwa ke berbagai negara dunia.
Negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Spanyol, Jerman, Australia, dan Rusia pernah menyaksikan langsung pertunjukannya. Penampilannya yang memukau menjadikannya simbol duta budaya Indonesia yang membanggakan di kancah global.
Sebagai pengakuan atas dedikasinya, Ki Anom menerima berbagai penghargaan nasional termasuk Satya Lencana Kebudayaan. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua III Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia) periode 1996–2001.
Selain tampil di panggung, Ki Anom turut membina dalang muda agar seni pewayangan tetap lestari di era modern. Kontribusinya menjadikan seni wayang kulit tidak hanya hiburan, tetapi juga media pendidikan dan moralitas bangsa.
Warisan dan Kehidupan Pribadi Sang Maestro
Ki Anom dikenal produktif menciptakan lakon-lakon baru seperti Semar Membangun Kahyangan dan Anoman Maneges. Karya-karya tersebut memperkaya khasanah budaya Jawa dan tetap digunakan dalam berbagai pementasan hingga kini.
Selain aktif di dunia seni, beliau juga dikenal religius dan sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Semasa hidup, Ki Anom Suroto meninggalkan seorang istri, delapan anak, serta 18 cucu yang mewarisi kecintaannya pada budaya.
Para sahabat dan muridnya mengenang beliau sebagai sosok teladan yang disiplin, bijaksana, dan rendah hati. Meski telah berpulang, suara dan lakonnya akan terus hidup dalam ingatan para pecinta wayang di seluruh Nusantara.
Kepergiannya bukan akhir, melainkan tonggak abadi bagi pelestarian budaya Jawa yang telah beliau perjuangkan sepanjang hidup.
Biodata Ki Anom Suroto
Nama Lengkap: Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro Anom Suroto
Nama Populer: Ki Anom Suroto
Tempat Lahir: Juwiring, Klaten, Jawa Tengah
Tanggal Lahir: 11 Agustus 1948
Usia Saat Tutup Usia: 77 tahun
Tanggal Meninggal: 23 Oktober 2025
Agama: Islam
Instagram: @anomsuroto48
Ki Anom Suroto merupakan sosok dalang yang tak tergantikan dalam sejarah seni wayang kulit Indonesia. Dari panggung lokal hingga internasional, beliau membawa nama bangsa melalui pertunjukan sarat nilai dan makna.
Warisan karya serta dedikasinya akan terus menginspirasi generasi penerus untuk menjaga budaya bangsa. Selamat jalan, Ki Anom Suroto, semoga damai di keabadian dan cahaya seni Anda tetap bersinar.***






