Sabo, JAKARTA – Presiden Vladimir Putin angkat bicara terkait sanksi yang diberikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, sebagai upaya menekan Moskow untuk mengakhiri perang di Ukraina.
Melansir Reuters pada Jumat (24/10/2025) Putin menyebut sanksi tersebut sebagai tindakan tidak bersahabat dan menegaskan bahwa dampaknya terhadap perekonomian Rusia tidak akan signifikan.
Dia juga menyoroti peran penting Rusia dalam pasar energi global, memperingatkan bahwa penurunan pasokan tajam dapat mendorong kenaikan harga dan menekan negara-negara seperti AS.
“Ini jelas merupakan upaya untuk menekan Rusia. Namun, tidak ada negara atau bangsa yang bermartabat yang akan mengambil keputusan di bawah tekanan,” kata Putin.
Sanksi baru AS itu langsung mengguncang pasar minyak. Sejumlah perusahaan minyak negara China dikabarkan menghentikan sementara pembelian minyak Rusia, sementara kilang di India—yang selama ini menjadi pembeli terbesar minyak mentah Rusia—berencana memangkas impor secara drastis.
Langkah ini menjadi perubahan arah kebijakan yang tajam bagi Trump, yang baru pekan lalu menyatakan akan segera bertemu Putin di Budapest untuk membahas upaya mengakhiri perang.
Sanksi tersebut kini menandai tekad Washington untuk mempersempit ruang keuangan Moskow dan memaksa Kremlin menuju kesepakatan damai atas invasi yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Di tengah permintaan Ukraina agar AS dan sekutunya mengirim rudal jarak jauh, Putin memperingatkan bahwa serangan ke wilayah Rusia akan dibalas dengan tindakan sangat serius, jika bukan luar biasa besar.
Trump sendiri pada Rabu (22/10/2025) mengumumkan pembatalan rencana pertemuan dengan Putin karena merasa pertemuan itu tidak akan menghasilkan kemajuan yang diinginkan.
“Kami batalkan pertemuan dengan Presiden Putin—rasanya tidak tepat. Kami tidak akan sampai pada titik yang kami inginkan. Jadi kami batalkan untuk saat ini, tapi mungkin akan dilakukan di masa depan,” kata Trump.
Menanggapi hal itu, Putin menyebut Trump kemungkinan hanya menunda, bukan membatalkan pertemuan. Keduanya terakhir kali bertemu di Alaska pada Agustus lalu.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan pertemuan lanjutan antara Trump dan Putin masih mungkin terjadi, tetapi Presiden AS ingin memastikan pertemuan tersebut memiliki hasil yang nyata.
“Presiden dan seluruh jajaran pemerintahannya berharap hal itu bisa terjadi lagi suatu hari nanti, tetapi kami ingin memastikan ada hasil positif yang konkret,” ujar Leavitt.
Leavitt juga menyebut sanksi baru itu cukup berat, dengan mengonfirmasi bahwa China dan India telah memangkas impor minyak Rusia atas permintaan Trump. Dia menambahkan Washington juga mendesak negara-negara Eropa untuk melakukan hal serupa.
“Ini tekanan penuh, dan kami memperkirakan sanksi ini akan berdampak besar,” katanya.
Sementara itu, Rusia menegaskan bahwa syarat-syaratnya untuk mengakhiri perang di Ukraina tetap tidak berubah—persyaratan yang oleh Kyiv dan negara-negara Eropa dianggap setara dengan menyerah.
Konflik masih berlanjut saat para pemimpin Uni Eropa dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertemu di Brussel untuk membahas pendanaan bagi Kyiv. Dukungan kian menguat untuk menggunakan aset Rusia yang dibekukan sebagai jaminan pinjaman senilai 140 miliar euro (US$163 miliar) bagi Ukraina.
Moskow memperingatkan akan memberikan respons yang menyakitkan jika aset tersebut disita.
Adapun, Zelensky menyambut baik sanksi baru AS dan menyebutnya sebagai langkah sangat penting. Tetapi, dia menegaskan tekanan tambahan tetap dibutuhkan agar Rusia mau menyetujui gencatan senjata.
Beberapa analis menilai sanksi baru ini dapat memaksa Rusia memberikan diskon lebih besar atas minyaknya di pasar global guna mengimbangi risiko sanksi sekunder AS. Namun, beban tersebut bisa berkurang jika harga minyak dunia terus meningkat.
Setelah pertemuan Agustus dengan Putin, Trump sempat menurunkan tuntutan gencatan senjata segera dan mendukung opsi Moskow untuk langsung menegosiasikan perjanjian damai menyeluruh.
Namun dalam beberapa hari terakhir, dia kembali menekankan perlunya gencatan senjata segera—sebuah langkah yang didukung Ukraina tetapi ditolak Rusia.
Moskow menilai gencatan senjata hanya akan menjadi jeda sementara yang memberi waktu bagi Kyiv untuk mempersenjatai diri kembali, sementara Rusia mengklaim kini berada di posisi unggul di medan perang.






