Free Gift

Rakyat Tak Kebagian, Komisaris BUMN Panen Tantiem Fantastis

Sabo – Kritik pedas kembali dilontarkan oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, yang belakangan semakin sering menyingkap sisi gelap perusahaan pelat merah. Dalam bincang-bincang di kanal Podcatsembilan, Senin 18 Agustus 2025, ia menegaskan bahwa istilah tantiem yang kerap digunakan pejabat BUMN hanyalah kedok untuk menghalalkan praktik “bagi-bagi uang” bagi para komisaris dan direksi.

“Kalau kita mau jujur, yang disebut tantiem itu hanya akal-akalan. Istilahnya saja dibuat seakan profesional, padahal isinya tidak lebih dari uang ekstra yang dibagikan tanpa dasar kinerja nyata. Itu bukan insentif, itu sandiwara,” kata Said lantang.

Menurutnya, publik sudah terlalu lama dibohongi dengan jargon-jargon teknis yang sulit dipahami. “Coba tanyakan ke komisaris, berapa banyak dari mereka yang benar-benar paham definisi tantiem? Saya yakin sebagian besar bahkan tidak mengerti. Yang mereka tahu, tiap tahun ada uang puluhan miliar yang turun ke rekening mereka,” ujarnya.

Said menilai praktik ini semakin ironis ketika dibandingkan dengan kondisi masyarakat luas. Di saat banyak petani, buruh, dan pedagang kecil berjuang bertahan hidup dengan pendapatan pas-pasan, segelintir pejabat komisaris BUMN bisa tersenyum lebar dengan tambahan penghasilan Rp40 miliar hanya dari rapat dan tanda tangan. “Rakyat kerja keras seumur hidup pun belum tentu kumpulkan Rp1 miliar. Mereka? Cukup duduk manis di ruang ber-AC, pulang bawa puluhan miliar. Itu penghinaan terhadap keadilan,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyebut sistem reward di BUMN saat ini sudah menyimpang jauh dari prinsip meritokrasi. Alih-alih berbasis kinerja nyata, pembagian tantiem lebih mirip pola rente. “Kalau BUMN untung, rakyat tidak merasakan apa-apa. Tapi kalau komisaris untung, itu pasti. Apa artinya BUMN laba triliunan kalau manfaatnya hanya mampir ke kantong segelintir orang?” ujarnya.

Pernyataan Said ini sekaligus menohok narasi resmi pemerintah yang kerap menjadikan BUMN sebagai simbol kebanggaan nasional. Ia menegaskan, tanpa perombakan total, BUMN justru akan menjadi beban negara. “Kita harus jujur, BUMN sekarang ini banyak yang berfungsi ganda: mesin rente politik sekaligus arena bancakan elit. Kalau begini terus, jangan harap BUMN bisa jadi penopang kemandirian ekonomi bangsa,” ucapnya.

Ia pun mendesak Presiden Prabowo untuk mengambil langkah nyata, bukan sekadar retorika. “Pak Prabowo sudah bilang tantiem itu berlebihan. Sekarang buktikan, berani tidak hapus semua pola bancakan itu? Kalau tidak, rakyat akan anggap ini hanya drama politik musiman,” tutup Said dengan nada menantang.

Pernyataan keras ini seketika menyulut diskusi publik. Tagar soal “tantiem” sempat ramai di jagat media sosial, warganet menyuarakan kegeraman yang sama. Bagi mereka, sudah saatnya BUMN berhenti jadi “ladang panen” bagi komisaris rakus, dan kembali ke khitahnya: untuk kesejahteraan rakyat, bukan segelintir elit.***

Want a free donation?

Click Here