Laporan Wartawan Tribun Papua, Yulianus Magai
TRIBUNPAPUA.COM, JAYAPURA – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua mengumumkan hasil Patroli dan Pengawasan Terpadu terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) ilegal serta tindak pidana kehutanan (Tipihut) lainnya di Provinsi Papua.
Kegiatan patroli berlangsung selama tiga hari, 15- 17 Oktober 2025, menyisir wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom, dengan melibatkan 74 personel gabungan dari unsur Polri, TNI, instansi pemerintah, dan badan usaha.
Hasil operasi tersebut diumumkan dalam konferensi pers di Kantor BBKSDA Papua, Kotaraja, Kota Jayapura , Senin (21/10/2025).
Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso Silaban, menyebut patroli berhasil mengamankan 58 ekor satwa liar dilindungi dalam keadaan hidup dan 54 opset atau bagian satwa yang sudah mati dari berbagai lokasi.
Satwa hidup tersebut terdiri dari beberapa jenis burung dan mamalia, di antaranya:
- Burung Kasturi Kepala Hitam (30 ekor)
- Kakatua Koki (5 ekor)
- Nuri Bayan (4 ekor)
- Perkici Pelangi (3 ekor)
- Nuri Kelam (2 ekor)
- Kakatua Raja (1 ekor)
- Kasturi Ternate (1 ekor)
- Gagak Kelabu (1 ekor)
- Nuri Coklat (5 ekor)
- Nuri Kabare (4 ekor)
- Wallaby (2 ekor)
Sementara untuk bagian satwa (opset) yang ditemukan di tempat penjualan atau toko, dan lainya tempat di 1 kota dan 2 kabupaten di antaranya berupa:
- Burung Cendrawasih Kecil (3 opset)
- Kepala burung Julang Papua (3 opset)
- Kaki Kuskus Totol Hitam (2 opset)
- Mahkota Bulu Kasuari dan Cendrawasih Kecil
- Aksesori seperti sisir, tusuk konde, gelang, dan kalung berbahan bulu satwa dilindungi.
Johny Santoso menjelaskan, satwa hidup akanLepaskan dari Buper Waena untuk dibebaskan. Sedangkan bagian satwa atau opset yang sudah mati sudah muaskana ddimusnahkan seni ln (20/10/2025).
“Proses pemusnahan ini dilakukan sesuai ketentuan hukum, yaitu Permen LHK Nomor 26 Tahun 2017. Barang bukti berupa satwa atau bagian tubuh satwa tidak boleh diperjualbelikan kembali. Semua kami musnahkan demi transparansi dan kepastian hukum,” ujar Johny Santoso kepada Tribun Papua.
Johny menambahkan, pihaknya melibatkan masyarakat serta semua unsur terkait dalam proses pemusnahan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan barang bukti.
“Kami undang masyarakat untuk menyaksikan, agar proses ini terbuka dan tidak ada yang digunakan untuk kepentingan lain. Ini bagian dari komitmen kami menjaga transparansi,” tambahnya.
Johny juga mengingatkan masyarakat agar tidak lagi menangkap atau memperdagangkan satwa liar dilindungi, sebab tindakan itu melanggar hukum dan dapat merusak ekosistem.
“Kami berharap masyarakat bisa mencari sumber kehidupan lain, tidak lagi bergantung pada hasil tangkapan satwa liar. Kami terus mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, kegiatan patroli terpadu ini baru pertama kali dilaksanakan secara besar-besaran sejak dirinya menjabat Kepala BBKSDA Papua lima bulan lalu.
“Ini pertama kali kami lakukan secara bersama-sama dengan semua pihak. Kami akan terus tingkatkan sosialisasi agar masyarakat lebih sadar pentingnya menjaga satwa endemik Papua,” katanya.
Melalui kegiatan patroli terpadu ini, BBKSDA Papua, TNI, Polri, dan instansi lainnya menunjukkan komitmen bersama dalam melindungi kekayaan alam Papua.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik bahwa peredaran satwa liar dilindungi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap keberlanjutan ekosistem.
“Papua memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Menjaganya adalah tanggung jawab kita semua,” kata Johny Santoso.
Sementara itu, Kasubdit Tipidter Polda Papua, AKP Fajar, menegaskan bahwa pihak kepolisian akan menindaklanjuti temuan hasil patroli dengan langkah hukum yang tegas.
“Kami bersama BBKSDA Papua berkomitmen menjaga kelestarian satwa endemik Papua. Masyarakat sudah kami beri imbauan dan sosialisasi. Ke depan, jika masih ada yang melanggar, akan kami proses sesuai hukum,” tegas AKP Fajar.
Ia juga mengajak seluruh warga untuk bersama-sama menjaga kekayaan alam Papua agar tidak punah akibat perburuan dan perdagangan liar.
“Satwa-satwa ini adalah ciri khas Tanah Papua. Kalau kita biarkan punah, kita kehilangan identitas kita sendiri,” pungkas Fajar.(*)






