Free Gift

Rayni N. Massardi Hidupkan Lagi Cerpen Lama Lewat “Awas Kucing Hilang”

Sabo-Rayni N. Massardi kembali menghadirkan karya terbaru berjudul Awas Kucing Hilang (Lalat Cintaku). Buku ini berisi 14 cerita pendek, terdiri dari 13 cerpen lama yang dibongkar dan ditulis ulang hingga 80 persen berubah, ditambah satu cerpen baru.

“Aku tulis ketik ulang semua, sambil oprek, rapihkan, dan rasakan kembali tiap cerpen sesuai momen rasa hari itu. Berat juga, tapi semua kucicil. Aku bahkan lebih banyak nulis lewat HP, karena laptop nggak punya,” ujar Rayni sambil tertawa.

Proses “mengoprek” itu membuat cerita lama tampil segar dengan bahasa baru, detail tambahan, dan nuansa berbeda. Menariknya, tokoh-tokoh utama dalam buku ini adalah satwa.

Namun, Rayni menegaskan karyanya bukan dongeng anak-anak. “Ini bukan dongeng pengantar tidur, melainkan fabel, metafora, satire. Suka duka hewan sebenarnya cermin kehidupan kita manusia,” katanya.

Dari Kucing Hilang hingga Orangutan Bima

Inspirasi buku ini berangkat dari pengalaman personal Rayni, salah satunya kehilangan kucing kesayangan keluarganya. Peristiwa itu begitu membekas hingga ia tuangkan dalam cerita.

Sementara cerpen terbaru berjudul Orangutan Bima lahir dari empati Rayni terhadap kekerasan pada satwa langka. “Aku memaksa diri harus tambah satu cerpen. Christyan AS (rekan ilustrator)  kasih ide orangutan. Awalnya blank berbulan-bulan. Sampai teringat anak orangutan yang dibunuh. Itu trigger-nya, dan aku sampai nangis nulisnya,” ungkapnya.

Buku Indie dengan Ilustrasi Kolaboratif

Buku ini diterbitkan secara indie bersama Firaz Publisher. Meski harus mengeluarkan modal sendiri, Rayni mengaku cukup puas dengan kerja sama tersebut. “Aku dapat 10 persen royalti per buku, dijual lewat Shopee dan langsung ke penerbit. Peluncuran resmi belum kulakukan, sementara fokus promosinya di medsos dan teman-teman,” jelasnya.

Agar cerita semakin hidup, Rayni menggandeng Christyan AS untuk menghadirkan ilustrasi. Gambar-gambar itu dibuat dalam beragam bentuk—drawing, digital art, hingga AI—yang menurutnya penting agar cerita tidak terasa “ngoceh sendiri”.

Menulis Sebagai Terapi

Rayni menekankan, menulis baginya bukan ambisi besar, melainkan bentuk ekspresi personal dan terapi diri. Ia mulai kembali produktif sejak pulang ke Indonesia, dan sejak 2021 konsisten menulis lagi.

“Dari dulu aku nulis nggak berharap mengubah dunia. Awalnya cuma ekspresi spontan, protes, atau terapi untuk diriku sendiri. Kaget juga ternyata ada yang baca, bahkan dimuat di beberapa media,” katanya.

Meski begitu, ada satu pembaca yang paling ia tunggu: suaminya, penulis senior Noorca N. Massardi (NCM). “Kalau NCM sudah baca dan acc, aku lega. Itu paling penting untukku,” ujar Rayni.

Pesan untuk Pembaca

Lewat Awas Kucing Hilang, Rayni ingin mengingatkan pembaca untuk tetap bersyukur, menjaga respek pada sesama, dan berpegang pada cinta. “Pesannya ya jadi manusia jangan malu-maluin deh. Respek sama sesama, selalu berjuang, dan pegang hati terdalam: love,” tutupnya.***

Want a free donation?

Click Here