Sabo, JAKARTA — Israel dan Hamas sepakat mengakhiri perang Gaza dengan menandatangani perjanjian gencatan senjata, pembebasan sandera, serta pertukaran tahanan, menandai terobosan terbesar dalam konflik yang terjadi selama dua tahun terakhir.
Melansir Reuters pada Jumat (10/10/2025), dalam kesepakatan tersebut, Israel akan menghentikan pertempuran dan menarik sebagian pasukan dari Gaza, sementara Hamas akan membebaskan seluruh sandera Israel dalam waktu 72 jam setelah gencatan senjata berlaku.
Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina.
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menilai perjanjian ini dapat membuka jalan menuju perdamaian yang langgeng. Dia juga berencana menghadiri upacara penandatanganan resmi di Mesir serta menyampaikan pidato di Knesset, parlemen Israel.
Selain itu, armada truk bantuan kemanusiaan yang membawa makanan dan obat-obatan akan diizinkan masuk ke Gaza untuk membantu ratusan ribu warga sipil yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan Israel.
Jika terlaksana penuh, kesepakatan ini akan membawa kedua belah pihak lebih dekat daripada upaya sebelumnya untuk menghentikan perang yang telah berkembang menjadi konflik regional, melibatkan Iran, Yaman, dan Lebanon, serta memperburuk isolasi diplomatik Israel.
Masyarakat Israel maupun Palestina menyambut gembira pengumuman kesepakatan tersebut. Perang selama dua tahun terakhir telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina serta menyandera puluhan orang Israel sejak serangan awal Hamas pada 2023.
Khalil Al-Hayya, pemimpin Hamas di pengasingan, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima jaminan dari AS dan mediator lain bahwa perang akan benar-benar berakhir. Pemerintah Israel dijadwalkan meratifikasi perjanjian ini sebelum gencatan senjata resmi berlaku.
Meski disambut positif, sejumlah hambatan masih mengintai. Daftar nama tahanan Palestina yang akan dibebaskan belum difinalisasi. Hamas mendesak pembebasan sejumlah tokoh penting yang masih ditahan Israel.
Lebih jauh, poin-poin lain dalam rencana perdamaian 20 butir Trump, termasuk soal siapa yang akan memerintah Gaza pascaperang dan masa depan Hamas, belum dibahas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut kesepakatan ini sebagai sukses diplomatik serta kemenangan nasional dan moral. Namun, penolakan muncul dari mitra koalisi sayap kanan.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir mengancam akan menjatuhkan pemerintahan jika Hamas tidak dibubarkan. Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pun menegaskan Hamas harus dihancurkan setelah pembebasan sandera.
Sementara itu, serangan Israel ke Gaza masih berlanjut meski dengan intensitas lebih rendah. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan tiga warga Palestina tewas pada Kamis dan sembilan orang sehari sebelumnya, jauh lebih sedikit dibandingkan puluhan korban harian dalam beberapa pekan terakhir.
Saksi mata menyebut tentara Israel mulai menunjukkan tanda-tanda persiapan penarikan. Di sekitar kamp Nusseirat, pasukan Israel menghancurkan pos yang sudah ditinggalkan dan menurunkan peralatan pengawasan.
Di koridor Netzarim, tentara menembakkan granat asap, biasanya digunakan untuk melindungi pergerakan pasukan yang mundur.
Hingga kini, masih ada 20 sandera Israel diyakini hidup di Gaza, 26 lainnya diduga tewas, sementara nasib dua orang belum diketahui. Hamas menyebut pemulangan jenazah korban bisa memakan waktu lebih lama dibanding pembebasan sandera yang masih hidup.
Kesepakatan ini didukung oleh sejumlah negara Arab dan Barat, serta dipandang sebagai pencapaian diplomatik besar bagi Trump menjelang pemilu. Negara-negara Barat dan Arab bahkan segera menggelar pertemuan di Paris untuk membahas pasukan penjaga perdamaian internasional serta bantuan rekonstruksi Gaza pascaperang.
Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 orang, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina serta menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.






