RAJA Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) angkat suara soal rencana pemerintah pusat memangkas jatah dana keistimewaan Yogyakarta tahun 2026 sebesar Rp 500 miliar.
Pada tahun 2025 ini, Yogyakarta masih menerima dana khusus yang berasal dari APBN sebesar Rp 1 triiun. Dana khusus itu mulai dikucurkan usai Yogyakarta menerapkan Undang-Undang Keistimewan Nomor 13 Tahun 2012 silam.
Merespons rencana pemangkasan besar-besaran dana khusus itu, Sultan tak mau kebijakan tersebut lantas dikait-kaitkan dengan masa lalu sejarah atau saat Keraton Yogyakarta masih dipimpin ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
“Saya tidak mau (rencana pemangkasan dana itu diseret) dalam pengertian politik, (atau disebut) dana keistimewaan itu dipersamakan (diberikan karena jasa) saat Sri Sultan HB IX membantu membiayai Republik,” kata Sultan HB X di Yogyakarta, Kamis 21 Agustus 2025.
Yogyakarta, kata Sultan, di masa perjuangan kemerdekaan tercatat pernah menjadi ibu kota negara. Catatan sejarah menyebut, Keraton Yogyakarta di era Sultan HB IX, pernah menyumbangkan dana besar-besaran bagi pemerintah Indonesia yang saat itu baru lahir atau memproklamirkan kemerdekaan.
“Jangan sampai (dikaitkan dengan sejarah masa lalu). Wong dulu almarhum (Sultan HB IX) membantu (Indonesia) itu ikhlas, bukan lantas untuk dikompensasi dengan (dana keistimewaan) ini, (anggapan) itu akan jadi beban buat saya,” ujar Sultan.
Sultan menilai, dana keistimewaan bagi Yogyakarta bukan sekadar urusan anggaran. Namun lebih dari itu, dana keistimewaan adalah bagian dari amanat Undang Undang Keistimewaan terlepas dari kontribusi sejarah yang telah dicatatkan Sultan Hamengku Buwono IX.
Adapun Sultan HB X menyatakan akan menerima keputusan pusat atas pemangkasan dana keistimewaan itu walaupun hal tersebut bakal berdampak pada program yang sudah dirancang sejak beberapa waktu sebelumnya. Ia menyebutkan sejumlah penyesuaian akan terus dilakukan sesuai kondisi yang ada.
“Sekarang kami mengajukan, nanti akhir tahun ini baru realisasi. Jadi prosesnya memang panjang. Kalau dikurangi itu karena Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri sudah menghitung perubahan yang ada, jadi kita sesuaikan,” kata dia.
Lebih jauh, Sultan memastikan tidak akan melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat sebab ada beban politik yang ditanggung mengenai hal tersebut. Namun, ia tidak akan melarang jika DPR atau DPRD akan mengajukan lobi atas keberatan terhadap keputusan pusat ini.
“Kalau DPR atau DPRD melakukan lobi-lobi, ya silakan. Tapi kalau saya menyampaikan negosiasi agar dana itu ditambah, saya punya beban,” ujar Sultan.
Sultan mengakui, ia memahami kondisi ekonomi nasional yang belum pulih sepenuhnya pasca-pandemi. Namun Sultan tetap optimistis, seiring membaiknya perekonomian nasional, dana keistimewaan akan kembali meningkat.
“Saya yakin nanti kalau ekonominya makin baik ya mesti tambah. Bukan mengurangi. Karena itu masuk dalam bunyi Undang-Undang,” kata Sultan.
Pemangkasan dana keistimewan itu sudah dimulai sejak 2024 lalu. Saat itu pemangkasan yang berbarengan kebijakan efisiensi anggaran era Presiden Prabowo Subianto tersebut awalnya Rp 200 miliar dari rencana awal dikucurkan Rp 1,2 trilun.
Pada tahun 2025 ini, dana keistimewaan yang diterima menjadi Rp1 triliun dan 2026, akan dipangkas lagi lebih besar hingga 50 persen atau di kisaran Rp 500 miliar.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sebelumnya merangkum dukungan Sultan HB IX dan Keraton Yogya di masa awal kemerdekaan. Salah satunya menyatakan bahwa Yogyakarta siap menjadi ibu kota negara sekaligus memberikan dukungan finansial yang signifikan untuk Indonesia.
Tidak hanya sejumlah 6.5 Juta Gulden untuk kas negara yang diserahkan Keraton Yogyakarta pada Presiden Soekarno. Tetapi, segala urusan pendanaan selama pemerintahan di Yogyakarta, termasuk gaji Presiden dan Wakil Presiden, staf, operasional TNI, dan biaya perjalanan delegasi ke luar negeri, diambil dari kas keraton.
Sultan HB IX juga disebut tidak pernah mencatat berapa banyak uang yang dikeluarkan, karena semua ini adalah bagian dari perjuangan untuk bangsa. Ia juga memberi amanat kepada penerusnya untuk tidak menghitung harta keraton yang digunakan untuk kepentingan republik.