Free Gift

Sains plus Seni, Ini Cara Bottlesmoker Garap Musik dari Tanaman

KETUA Kelompok Riset Ekofisiologi Molekuler Tumbuhan di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Reza Ramdan Rivai mengatakan tanaman bisa bersuara, namun bunyinya tak seperti yang dihasilkan manusia dan binatang. Bunyi tanaman ini juga dipakai kelompok musik asal Bandung, Bottlesmoker, untuk menghasilkan nada-nada pengiring meditasi.

“Tumbuhan atau tanaman bisa menghasilkan suara dengan gelombang tertentu,” katanya kepada Tempo pada Selasa 19 Agustus 2025.

Suara tanaman muncul dari respon terhadap beragam faktor, seperti lingkungan abiotik maupun yang bukan berupa makhluk hidup, seperti cuaca panas, gesekan, atau getaran. Lingkungan biotik seperti ancaman serangga, manusia, dan makhluk hidup juga mendatangkan suara pada flora. Responnya berbeda-beda pada setiap tumbuhan.

Menurut Reza, Pusat Riset Botani Terapan BRIN juga meriset respons tumbuhan terhadap ancaman tertentu, seperti kekeringan, termasuk bentuk adaptasinya di tengah perubahan iklim. “Karena hal itu menimbulkan getaran-getaran ultrasonik,” tuturnya.

Respon tumbuhan, kata Reza, menghasilkan getaran dengan frekuensi yang suaranya tidak bisa langsung didengar oleh telinga manusia. Suara ini hanya terdeteksi oleh alat khusus yang mampu menangkap getaran ultrasonik dengan rentang frekuensi antara 20-100 kilohertz.

Grup musik Bottlesmoker bentukan Anggung Suherman, serta Ryan Adzani, bereksperimen dengan tanaman yang mereka sebut Bio Plant Sonic sejak 2020. Pada Ahad, 3 Agustus lalu, Tempo menyaksikan pertunjukan Bottlesmoker di sebuah acara meditasi di Bandung. Grup itu memakai tumbuhan seperti pacira, suji, celosia, macadamia yang ditanam dalam pot bunga.

Mereka menjepitkan sepasang kabel ke tanah, batang, daun, serta tangkai bunga, lalu menyambungkannya ke Musical Instrument Digital Interface (MIDI). Kabel itu juga menyambung ke keyboard synthetizer dan pelantang suara. Dari situ terdengar bunyi yang mirip seperti tetesan air.

“Tanaman itu yang memainkan sendiri musiknya,” kata Anggung, sapaan akrab Anggung, kepada Tempo di sela pertunjukan tersebut.

Bottlesmoker mempelajari teknik bio-feedback dari dunia kesehatan. Teknik yang ditemukan sejak era 1970-an ini dimanfaatkan untuk mendeteksi detak jantung. Metode ini dijajal ke tanaman, dan diterjemahkan lewat MIDI. Nada dan tempo suara itu berubah ketika tanamannya ditentuh tangan, seolah sedang bermain piano.

“Ternyata alat musik synthesizer kami bisa dimainkan oleh tanaman dengan output meditatif,” ujar Anggung.

Para personsel Bottlesmoker berupaya menerjemahkan kejadian di dalam tubuh tanaman. Data dari alat pengukur kadar oksigen dan “detak jantung” tanaman ditampilkan dalam pertunjukan.

Perangkat audio menerjemahkan data tanaman itu menjadi beberapa kategori, mulai dari nada, skala nada seperti mayor atau minor, tempo atau ketukan, serta pitch. Yang terakhir adalah velocity yang pada piano, yang menentukan bunyi berdasarkan keras tidaknya tekanan pada tuts.

“Sumber bunyinya dari alat musik kami yang dimainkan tanaman, jadi nadanya tidak bisa ditebak,” tutur Anggung.

Dari hasil percobaan Bottlesmoker, bunyi dari tanaman bisa dipengaruhi oleh kondisi fisik, cuaca, air, serta kesehatan tanah. Musik dari tanaman akan dipadukan dengan nada yang dimainkan oleh para personel.

Want a free donation?

Click Here