SaboKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memberi sinyal tentang siapa saja yang bakal dimintai pertanggungjawaban hukum dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.
Sosok yang akan diumumkan sebagai tersangka disebut memiliki peran kunci dalam pengambilan keputusan terkait pembagian kuota haji tambahan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa waktu pengumuman tersangka sudah semakin dekat.
Ia memastikan lembaganya akan memaparkan secara gamblang seluruh konstruksi kasus tersebut, termasuk siapa saja pihak yang dianggap paling bertanggung jawab di balik dugaan korupsi ini.
“Semuanya nanti kami akan update, akan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Secara spesifik, Budi memberi petunjuk bahwa penetapan tersangka akan menyasar pada inti dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut.
“Termasuk kepada pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, artinya adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses diskresi ini yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara,” jelasnya.
Bocoran ini merujuk pada pangkal masalah kasus, yakni kebijakan diskresi pembagian 20.000 kuota haji tambahan.
Kebijakan itu mengubah alokasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, di mana seharusnya kuota dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, dalam praktiknya, diskresi tersebut mengubah alokasi menjadi 50:50, atau masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus.
Kebijakan inilah yang diduga membuka celah korupsi dan praktik jual beli kuota oleh para Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa proses penyidikan berjalan simultan antara penyidik KPK dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sedang merampungkan penghitungan kerugian negara.
“Sampai saat ini tercatat sudah lebih dari 300 PIHK yang kooperatif dan memberikan informasi. Artinya kalau jumlah PIHK-nya itu sekitar 400 lebih, sudah sekitar 70 persen PIHK yang dimintai keterangan dalam proses hitung KN (kerugian negara) ini,” tutur Budi.
Pemeriksaan PIHK ini tersebar di berbagai wilayah seperti Jawa Timur, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, dan Kalimantan.
Menurut Budi, dari pemeriksaan ratusan PIHK tersebut, penyidik menelusuri bagaimana praktik jual beli kuota terjadi di lapangan, termasuk dugaan adanya aliran dana kepada oknum di Kemenag.
“Nantinya secara lengkap (dijelaskan), termasuk bagaimana aliran-aliran uang dari PIHK ini kepada oknum-oknum di Kementerian Agama,” ujarnya.
KPK, kata Budi, memandang serius penanganan perkara ini karena menyangkut hajat hidup umat beragama.
“Proses secara simultan yang dilakukan oleh penyidik KPK dan auditor BPK ini harapannya kemudian bisa sesegera mungkin melengkapi bukti-bukti untuk proses penyidikan perkara kuota haji ini,” katanya.
Modus Jual Beli Kuota
Kasus ini bermula dari dugaan pengkondisian kuota haji khusus yang tidak sesuai prosedur.
Kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 kursi diduga menjadi objek jual beli oleh oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi travel.
Praktik ini semakin subur karena adanya biro perjalanan yang belum berizin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) namun tetap bisa memberangkatkan jemaah dengan membeli kuota dari biro lain.
Kuota tersebut menjadi sangat menarik karena diiming-imingi dapat berangkat pada tahun yang sama (T0) tanpa antre.
Pembagian kuota 50:50 ini sendiri diduga kuat melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengamanatkan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Akibatnya, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang telah mengantre bertahun-tahun harus tertunda keberangkatannya.
Dalam praktiknya, perusahaan travel diduga menyetor antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta) per kuota kepada oknum pejabat Kemenag melalui asosiasi.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan dengan taksiran kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Untuk mengusut tuntas kasus ini, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
Sejumlah penggeledahan, termasuk di kediaman Yaqut, juga telah dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti..






