Free Gift

Selandia Baru Longgarkan Pelaporan Iklim untuk Genjot Pasar Modal

Selandia Baru akan melonggarkan aturan pelaporan iklim dan menaikkan ambang batas seberapa besar sebuah perusahaan harus melaporkan dampak perubahan iklim terhadap bisnis mereka. Menteri Urusan Perdagangan dan Konsumen Selandia Baru, Scott Simpson, menyebut pelonggaran aturan ini merupakan upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali pasar modal.

Menurut laporan Reuters, pemerintah akan menaikkan ambang batas kapitalisasi pasar untuk pengungkapan iklim wajib menjadi NZ$ 1 miliar (Rp 9,6 triliun) dari NZ$ 60 juta (Rp 574,05 miliar). Selandia Baru juga menghapus skema investasi terkelola dari rezim tersebut serta menyesuaikan pengaturan tanggung jawab direktur dan perusahaan.

Simpson mengatakan perusahaan harus mengeluarkan biaya hingga NZ$ 2 juta (Rp 19,1 miliar) untuk memenuhi aturan kepatuhan. Hal ini diduga turut menghambat rencana sejumlah perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di bursa Selandia Baru.

Sejak tahun 2020, 34 perusahaan telah terdaftar di NZX, termasuk enam IPO. Di sisi lain, 37 perusahaan menyatakan keluar dari pencatatan sahamnya di bursa atau delisting.

Perubahan ini mengikuti reformasi bulan Juni yang membuat informasi keuangan prospektif menjadi opsional untuk pencatatan di NZX.

“Kami membuat penyesuaian yang masuk akal agar rezim ini sesuai dengan tujuannya,” kata Simpson.

Kebijakan baru untuk melonggarkan pelaporan iklim tersebut akan dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Perilaku Pasar Keuangan.

Regulasi Pengungkapan Iklim Warisan Jacinda Arden

Menurut laporan RNZ.co.nz, Regulasi Pengungkapan Berkaitan dengan Iklim (CRD) diperkenalkan oleh pemerintah koalisi Partai Buruh-Partai Hijau pada tahun 2021. Aturan yang lahir di bawah pemerintahan Perdana Menteri Jacinda Arden itu menjadikan Selandia Baru sebagai negara pertama yang mewajibkan bank-bank besar, perusahaan asuransi, dan perusahaan terdaftar untuk melaporkan bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi kinerja keuangan mereka secara terbuka.

Undang-undang ini bertujuan untuk menjadikan risiko iklim sebagai bagian normal dari keputusan bisnis, investasi, dan pinjaman – memindahkan fokusnya dari laporan keberlanjutan ke dalam akuntansi utama.

Ketika mulai berlaku pada tahun 2023, regulasi ini dipuji secara internasional sebagai model transparansi. Laporan pertama, yang diterbitkan pada awal 2024, dimaksudkan untuk membantu investor melihat perusahaan mana yang siap menghadapi dunia yang lebih hangat dan berisiko.

Namun, tak lama setelah itu, perusahaan-perusahaan mengeluh bahwa sistem tersebut terlalu mahal dan rumit. Turners Automotive mengatakan laporan pertamanya, yang hanya berisi tujuh halaman, menghabiskan sekitar NZ$ 1 juta (Rp 9,6 miliar) setelah sistem baru dibangun untuk melacak emisi sepanjang masa setiap mobil yang dijual.

Perusahaan lain mengeluhkan sistem tersebut terlalu memberatkan dibandingkan dengan perusahaan Australia sejenis; dan mereka khawatir akan dituntut karena membagikan informasi iklim.

Meskipun banyak perusahaan menghabiskan jauh lebih sedikit daripada Turners – beberapa di bawah NZ$ 200.000 (Rp 1,9 miliar) dengan melakukan pekerjaan secara internal – pejabat di Kementerian Bisnis, Inovasi, dan Ketenagakerjaan (MBIE) mulai berkonsultasi tentang perubahan undang-undang.

Pada akhir 2024, MBIE merilis dokumen diskusi yang menyatakan bahwa biaya sistem tersebut terlalu tinggi. Pada awal 2025, para menteri mempertimbangkan proposal untuk mengurangi setengah jumlah perusahaan yang diwajibkan melaporkan.

Rencana tersebut dikonfirmasi hari ini, ketika pemerintah mengusulkan perubahan besar-besaran, termasuk menaikkan ambang batas pelaporan untuk perusahaan terdaftar dari kapitalisasi pasar minimum NZ$ 60 juta (Rp 574,06 miliar) menjadi NZ$ 1 miliar (Rp 9,6 triliun).

Sebanyak 22 manajer KiwiSaver dan skema investasi juga dibebaskan dari kewajiban pelaporan iklim. Dengan demikian, hanya 76 entitas yang diwajibkan untuk melakukan pengungkapan terkait iklim, menurun dari 164 entitas pada regulasi sebelumnya.

Jessica Palairet, Direktur Eksekutif Lawyers for Climate Action NZ, mengatakan keputusan tersebut hanya memikirkan kepentingan jangka pendek. “Selandia Baru memimpin dunia dengan memperkenalkan sistem pengungkapan terkait iklim pertama pada 2022,” kata Palairet.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar