Sabo.CO.ID, JAKARTA — Sikap Israel yang kerap menolak kemerdekaan Palestina selama ini bukan tanpa alasan. Ternyata, di balik penolakan itu tersimpan agenda strategis yang sangat ambisius. Salah satu kunci utamanya adalah proyek pemukiman ilegal Ma’ale Adumim, yang diperluas secara agresif untuk mengukuhkan kendali Israel atas wilayah Tepi Barat, sebagaimana diberitakanAl Jazeera.
Proyek besar Ma’ale Adumim mencuat dalam rapat Knesset yang membahas undang-undang yang menyetujui rencana aneksasi Tepi Barat pada Kamis (23/10/2025). Persetujuan itu sampai ke telinga Wakil Presiden Amerika JD Vance. Wakil Trump itu langsung marah ketika mengetahui hal tersebut. Dia menilai itu rencana stupid dan dirinya merasa terhina dengan adanya rencana aneksasi Tepi Barat.
Sebelum Amerika keras menentang pencaplokan Tepi Barat, politisi dalam negeri Israel yang mendukung solusi dua negara sudah lebih dulu menentang rencana pencaplokan Tepi Barat.
Wali Kota Beit Shemesh dan Mantan Anggota Knesset, Alon Pinku, secara terbuka telah menyatakan bahwa ekspansi besar-besaran Ma’ale Adumim, terutama rencana yang dikenal sebagai “E1”, adalah “kesalahan strategis” bagi Israel.
Ia memperingatkan bahwa membangun di area E1 akan menghancurkan peluang solusi dua negara. Ia meyakini bahwa tanpa sebuah negara Palestina yang layak, Israel akan menghadapi masa depan di mana ia harus memilih antara menjadi negara demokratis atau negara Yahudi, karena tidak mungkin mempertahankan kedua karakter itu jika mencaplok seluruh Tepi Barat beserta populasi Palestinanya.
Politisi partai Yesh Atid ini menilai menjelaskan aneksasi Tepi Barat juga akan memicu konflik internasional yang parah. Israel akan semakin terisolasi di dunia. Kritik ini didasarkan pada pengalamannya tinggal di daerah yang dijajah Israel juga komunikasinya dengan perwakilan berbagai negara.
Pinku memperingatkan bahwa membangun di E1 akan memicu badai diplomatik yang hebat dari komunitas internasional, termasuk dari sekutu terdekat Israel, yang justru akan mengisolasi Israel.
Apa itu Ma’ale Adumim?
Ini merupakan pemukiman ilegal Israel yang terletak di Tepi Barat, didirikan pada tahun 1975. Dengan populasi lebih dari 40.000 jiwa, pemukiman ini merupakan salah satu yang terbesar di Tepi Barat dan berlokasi strategis di sebelah timur Yerusalem.
Posisinya yang penting ini menjadikannya pusat perhatian dalam konflik Israel-Palestina, karena pembangunannya sering kali dilihat sebagai hambatan utama bagi pembentukan negara Palestina yang berdaulat, terutama karena Ma’ale Adumim memotong Tepi Barat utara dari selatan dan mengisolasi Yerusalem Timur dari sekitarnya.
Sebagian besar komunitas internasional menganggap pemukiman ini ilegal di bawah hukum internasional, meskipun Israel membantah pandangan ini dan menganggapnya sebagai bagian dari wilayahnya yang sah.
Pembangunan Ma’ale Adumim memiliki dampak signifikan pada struktur geografis dan demografi Tepi Barat. Kawasan yang terletak di antara pemukiman dan Yerusalem Timur, yang dikenal sebagai E1, merupakan area yang sangat sensitif.
Upaya Israel untuk membangun di area E1 telah memicu kecaman internasional karena akan secara efektif membelah Tepi Barat dan menghambat kesinambungan teritorial negara Palestina di masa depan. Proyek pembangunan ini menjadi fokus ketegangan karena dampaknya yang berpotensi menghancurkan prospek solusi dua negara.
Dari segi sejarah, nama Ma’ale Adumim berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “Pendakian Merah”. Nama ini mengacu pada bukit-bukit merah di daerah tersebut dan memiliki akar historis dalam narasi Alkitabiah.
Namun, pembangunan pemukiman ini di tanah yang dicaplok oleh Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967 adalah tindakan yang melanggar hukum internasional dan telah dikecam oleh banyak negara serta organisasi seperti PBB.
Pembangunan pemukiman ini terus berkembang meskipun mendapat penolakan internasional, yang mencerminkan ambisi Israel untuk mengkonsolidasikan kendali atas wilayah Tepi Barat.
Peran Ma’ale Adumim dalam konteks politik Israel juga sangat besar. Pemukiman ini dihuni oleh orang-orang Israel yang memiliki pandangan politik sayap kanan, yang menentang penarikan diri dari Tepi Barat.
Keberadaan pemukiman ini menjadi bukti ketamakan Israel terhadap proyek pembangunan pemukiman dan kontrol atas Tepi Barat. Dengan terus memperluas pemukiman seperti Ma’ale Adumim, pemerintah Israel menciptakan fakta di lapangan yang mempersulit pembentukan negara Palestina yang layak dan berkelanjutan, yang pada akhirnya memperumit upaya perdamaian di kawasan.
Penolakan PBB dan Uni Eropa
Perluasan pemukiman ilegal Israel di Ma’ale Adumim, Tepi Barat, telah mendapat kecaman internasional yang keras. Salah satu suara paling vokal datang dari António Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam pernyataannya, Guterres menegaskan bahwa perluasan pemukiman ilegal ini merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan menjadi penghalang besar bagi solusi dua negara.
Ia secara khusus menyoroti rencana pembangunan di kawasan strategis E1, yang memperingatkan bahwa hal itu akan secara drastis mempersulit terciptanya Negara Palestina yang berkelanjutan dan viable dengan menggerogoti teritori Palestina. Guterres menyerukan penghentian segera semua aktivitas pemukiman yang dapat merusak prospek perdamaian.
Selain PBB, kecaman tegas juga disampaikan oleh Josep Borrell, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Keamanan. Borrell dengan lantang menyatakan bahwa ekspansi Ma’ale Adumim, khususnya di area E1, merupakan langkah yang sangat merusak (severely damages) prospek solusi dua negara. Uni Eropa secara konsisten menegaskan bahwa pemukiman Israel di wilayah pendudukan adalah ilegal menurut hukum internasional.
Borrell menekankan bahwa tindakan sepihak seperti ini sama sekali tidak dapat diterima dan mengikis fondasi dari proses perdamaian, seraya mendesak Israel untuk menghentikan kebijakan ekspansi pemukimannya yang agresif di Tepi Barat.






