SaboMantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya Yuktyanta, menyebut nama saudagar migas Riza Chalid dan eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Hal ini Hanung ungkapkan ketika ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) soal penandatanganan perjanjian penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
Hanung Budya Yuktyanta, mengungkapkan bahwa eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, “buang badan” atau melepaskan kewenangannya untuk menandatangani perjanjian terminal bahan bakar minyak (BBM).
Hanung juga mengungkapkan dirinya mendapatkan tekanan dari Riza Chalid dalam pengadaan penyewaan terminal BBM.
Hal ini disampaikan Hanung saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero, untuk terdakwa Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza.
“Buang badan kan ada arti negatif, bisa saudara jelaskan kenapa Dirut (Karen) saat itu memberikan kewenangan ke saudara?” tanya jaksa Triyana Setia Putra, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Istilah “buang badan” ini didapatkan jaksa dalam keterangan Hanung yang dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Berdasarkan BAP ini, jaksa menilai istilah ‘buang badan’ digunakan Hanung usai menerima kewenangan untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal BBM.
Padahal, kewenangan untuk menandatangani kontrak kerja sama merupakan kewenangan dari Dirut Pertamina.
“Itu (istilah ‘buang badan’) pikiran saya, tetapi karena saya tidak mengetahui secara pasti, maka saya mengambil bahasa simpel, jadi kasarnya, buang badan lah,” jawab Hanung.
Jaksa kembali mencecar Hanung soal pilihan katanya yang berkonotasi negatif.
“Saudara terpikir kalau ini upaya buang badan dari Dirut, apa yang terpikir oleh saudara, apa yang dihindari oleh Dirut? Apakah karena prosesnya tidak sesuai aturan, makanya dilimpahkan ke saudara atau seperti apa?” tanya jaksa lagi.
Hanung membantah, delegasi atau pelimpahan wewenang itu dilakukan karena ada proses yang tidak sesuai.
Namun, keterangan ini dinilai jaksa berlawanan dengan penjelasan Hanung yang dicatat dalam BAP.
“Kami konfirmasi BAP saudara saksi tanggal 21 April 2025, di pertanyaan 13, apakah proses sewa storage sesuai ketentuan, jelaskan. Jawaban saudara, tidak, sepengetahuan saya proses sewa storage tidak sesuai tata kerja organisasi atau TKO nomor A0001 tahun 2001 tentang pengadaan barang dan jasa,” kata jaksa membaca BAP.
Dalam BAP ini, disebutkan tiga hal yang tidak sesuai dengan prosedur Pertamina, yaitu kebutuhan terminal BBM belum mendesak, PT Oiltanking Merak belum memenuhi persyaratan legal standing dan operasional.
PT Oiltanking Merak ini dinilai tidak memiliki VS dan manajemen risiko pada proses analisis kerja sama penyewaan.
Namun, Hanung berdalih, keterangannya saat penyidikan belum lengkap karena ia tidak memegang data yang utuh.
Tapi, dalam BAP yang lain, Hanung disebut harus menerima wewenang ini karena takut dicap pembangkang oleh Karen.
“Kenapa saudara menerima pengalihan kewenangan Dirut sebagaimana risalah rapat direksi RRD 116 tanggal 21 Agustus 2014? Jawaban saudara, saya harus melaksanakan perintah atasan saya, karena jika saya tidak melaksanakan perintah saudara Karen Agustiawan selaku Dirut Pertamina, saya akan diklasifikasikan sebagai pembangkang dan akan menerima konsekuensi terhadap jabatan saya,” kata jaksa, membacakan BAP Hanung.
Hanung menegaskan, delegasi wewenang ini baginya adalah perintah jabatan dari Karen Agustiawan selaku Dirut Pertamina saat itu.
Ia mengaku, jika perintah ini tidak dilaksanakan, tentu ini merupakan pembangkangan kepada atasan.
“Jadi, itu adalah perintah jabatan yang diberikan Dirut. Tentunya, kalau itu tidak saya laksanakan, maka itu dianggap sebagai pembangkangan,” jawab Hanung.
Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM ini menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun.
Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid.
Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
Mengaku Dapat Tekanan dari Riza Chalid
Hanung Budya Huktyanta mengungkapkan dirinya mendapatkan tekanan dari Riza Chalid dalam pengadaan penyewaan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM).
Adapun hal itu disampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/10/2025) malam.
Ia bersaksi untuk terdakwa Beneficial Ownership PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo; dan terdakwa Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati.
Mulanya jaksa di persidangan membacakan Berita Acara Pemeriksaan saksi Hanung.
Jaksa menyebut Hanung menandatangani persetujuan penunjukkan pemenang langsung, penandatanganan perjanjian jasa, penerimaan penyimpanan dan penyerahanan BBM oleh PT Oiltangki Merak atas perintah atasannya Direktur Utama PT Pertamina saat itu, Karen Agustiawan.
Jika tidak dijalankan, jaksa menyebut akan diklasifikasikan sebagai pembangkang dan akan menerima konsekuensi terhadap jabatannya saat itu.
“Apabila saya tidak melaksanakan untuk menandatangani persetujuan penunjukan pemenang langsung yaitu PT Oiltangki Merak, perjanjian jasa penerimaan penyimpanan dan penyerahanan BBM dengan PT Oiltangki Merak, saya akan dicopot karena tekanan dari Riza Chalid,” kata jaksa membacakan BAP saksi Hanung.
Sinyalnya, lanjut jaksa, kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaannya terkait proses rencana sewa storage PT Oiltangki Merak yang diajukan Direktur Utama PT Tangki Merak, Gading Ramadan.
Hanung mengtakan saat itu ia menafsirkan itu perintah dari pimpinannya dan kalau tidak melaksanakan maka bisa diartikan sebuah pembangkangan.
“Walaupun menyalihi prosedur, saudara anggap itu perintah atasan juga?” tanya jaksa.
“Artinya ini saya menafsirkan perintah dari pimpinan saya, kalau saya tidak melaksanakan maka bisa diartikan sebuah pembangkangan,” ungkap Hanung.
Jaksa lalu menanyakan apa hubungannya dengan Riza Chalid.
“Jadi pada saat itu saya berpikir dan merasa bahwa saudara Riza Chalid ini yang saya tidak tahu pasti hanya perasaan saya atau dugaan saya memiliki ‘peran’ mendorong saya untuk menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga. Tapi itu saja dugaan,” terangnya.
Kemudian jaksa menanyakan sebelum ia menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
Apakah dirinya kala itu ada komunikasi dengan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan.
“Yang menginformasikan bahwa dalam waktu dekat saudara akan menuduki jabatan itu. Pernah ada informasi itu,” tanya jaksa.
Mendengar pertanyaan jaksa, Hanung mengaku ia mendengar hal itu dari Karen bila dirinya akan menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
“Beliau menyampaikan sebuah signal kurang lebih begini, ‘Siap-siap ya sebentar lagi kamu akan dijadikan Direktur Pemasaran dan Niaga.'” ungkap Hanung menirukan perkataan Keren.
Jaksa lalu mencecar soal tekanan yang ia alami dari Riza Chalid.
“Itu hanya dugaan saya yang tidak ada bukti atau clue apa pun,” ucapnya.
Kasus Riza Chalid
Raja minyak Muhammad Riza Chalid (MRC) saat ini sudah berstatus tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk di PT Pertamina Persero tahun 2018-2023.
Ada dua peran sentral Riza Chalid dalam kasus ini.
Pertama, Riza Chalid berperan dalam mengintervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.
Dalam kasus ini, dia melakukan intervensi dengan cara memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak.
Padahal, kala itu, PT Pertamina Tbk (Persero) dinilai tidak membutuhkan kerja sama tersebut.
Kedua, Riza juga berperan dalam penghilangan skema kepemilikan terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan kontrak yang sangat tinggi.
Riza Chalid saat ini berstatus sebagai buronan Kejaksaan Agung setelah tak kunjung memenuhi panggilan penyidik.
18 Orang Terjerat Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk di PT Pertamina Persero tahun 2018-2023 telah menjerat 18 orang.
Sembilan orang sudah berstatus terdakwa dan menjalani sidang di pengadilan. Mereka di antaranya:
- Riva Siahaan selaku eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
- Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock
- Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
- Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa
- Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
- Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga
- Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga
Sementara 9 orang lainnya masih berstatus tersangka di antaranya:
- Alfian Nasution (AN) selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023
- Hanung Budya Yuktyanta (HB) selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014
- Toto Nugroho (TN) selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2017-2018
- Dwi Sudarsono (DS) selaku VP Crude and Trading ISC PT Pertamina tahun 2019-2020
- Arief Sukmara (AS) selaku Direktur Gas Petrochemical dan New Business Pertamina International Shipping,
- Hasto Wibowo (HW) selaku VP Integrated Supply Chain tahun 2018-2020
- Martin Haendra (MH) selaku Business Development Manager PT Trafigura tahun 2019-2021
- Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi
- Mohammad Riza Chalid (MRC) selaku Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribunnews.com dengan judul Eks Direktur Pemasaran Pertamina Ungkap Ditekan Riza Chalid dalam Pengadaan Terminal BBM






