KORAN-PIKIRAN RAKYAT – Serikat Perusahaan Pers (SPS) meminta dihapusnya pajak pertambahan nilai (PPn) produk media cetak serta penataan belanja iklan pemerintah yang transparan dan adil. Permintaan tersebut merupakan hasil keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SPS yang diadakan di Banda Aceh-Sabang, 20-22 Oktober 2025 yang disebut sebagai Deklarasi Sabang.
Ketua Umum SPS Pusat Januar P Ruswita mengatakan, Deklarasi Sabang merupakan seruan dan rekomendasi yang disampaikan SPS sebagai upaya untuk menyelamatkan masa depan pers Indonesia. “Dengan kondisi dan situasi yang dihadapi pers saat ini cukup berat, maka SPS menyampaikan Deklarasi Sabang sebagai upaya meminta keberpihakan pemerintah secara nyata terhadap ekosistem media nasional,” ujar Yepi, panggilan akrab Januar P Ruswita.
SPS mendeklarasikan tiga komitmen strategis untuk menyelamatkan masa depan pers Indonesia dalam momentum Puncak Perayaan HUT ke-79 Tahun SPS yang digelar di Monumen Kilometer Nol, Pulau Weh, Sabang, Aceh, Rabu 22 Oktober 2025. Deklarasi Sabang ini menjadi penegasan sikap dunia pers nasional agar negara hadir dalam menjaga keberlanjutan industri media di tengah disrupsi digital dan dominasi platform global. Negara pun harus hadir di tengah menurunnya ketahanan ekonomi perusahaan pers, serta minimnya literasi untuk pembaca muda.
Yepi yang juga Pemimpin Umum Harian Pikiran Rakyat mengatakan, Titik Nol Sabang dipilih bukan tanpa makna. “Dari titik nol inilah kami menyerukan kebangkitan kembali industri pers nasional agar ekosistem media Indonesia tidak berhenti di titik krisis, tapi justru memulai babak baru menuju kemandirian dan keberlanjutan,” ujar Yepi yang didampingi para pengurus SPS.
SPS menegaskan, tanpa keberpihakan nyata pemerintah terhadap ekosistem media nasional, maka demokrasi Indonesia akan kehilangan salah satu fondasi utamanya. “Pers adalah penjaga nurani bangsa. Jika pers jatuh, demokrasi ikut rapuh. Dari titik nol Sabang ini, kami memulai langkah untuk menyelamatkan masa depan pers Indonesia,” ucap Yepi.
Deklarasi Sabang berisikan yaitu insan pers Indonesia, menyatakan komitmen untuk memperjuangkan Dana Jurnalisme Indonesia sebagai wujud dukungan nyata bagi jurnalisme yang independen, profesional, dan berpihak pada kepentingan publik. Dana Jurnalisme adalah investasi bangsa untuk memastikan setiap warga negara mendapat informasi yang benar dan bermartabat.
Deklarasi Sabang pun menyerukan langkah bersama untuk menjaga keberlanjutan ekonomi industri media nasional. Selain itu, menuntut penghapusan pajak pertambahan nilai bagi produk media cetak.
Isi lainnya dari Deklarasi Sabang yakni penataan belanja iklan pemerintah yang transparan dan adil, penguatan model bisnis media yang inovatif dan berkeadilan. Karena hanya dengan media yang tangguh secara ekonomi, kedaulatan informasi dapat ditegakkan, dan kedaulatan informasi adalah hak setiap rakyat Indonesia.
Selanjutnya, berkomitmen menumbuhkan literasi media bagi generasi muda Indonesia agar mereka tumbuh sebagai pembaca yang cerdas, kritis, dan beretika.
“Kami percaya, masa depan pers Indonesia bergantung pada sejauh mana generasi muda mencintai kebenaran dan menghormati kebebasan berekspresi,” kata Yepi.
SPS berikrar menjaga kedaulatan informasi, keadilan ekonomi media, dan literasi pembaca muda untuk kemajuan bangsa. “Dari Sabang kami berseru: Pers Maju! Sumber Daya Indonesia Melaju,” ujar Yepi.
Tentang SPS
Tujuh puluh sembilan tahun silam, tepatnya 8 Juni 1946, tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS). Organisasi ini menjadi alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers.
Salah satu momentum terpenting SPS terjadi tahun 2011, saat Kongres XXIII di Bali. Organisasi ini bertransformasi seiring perkembangan bisnis anggota-anggotanya, menjadi bukan sekedar organisasi penerbit media cetak dan mengubah brand Serikat Penerbit Surat Kabar menjadi Serikat Perusahaan Pers.
Saat ini, SPS memiliki 30 cabang provinsi yang di seluruh Indonesia, dengan 604 anggota perusahaan pers. Mayoritas berasal dari media cetak arus utama yang sudah mengembangkan bisnis persnya ke berbagai platform.***






