Sabo – Sampai jual dua mobil mewahnya agar anaknya masuk Akademi Kepolisian (Akpol), Dwi Purwanto (42) malah dapati nasib pilu.
Dwi menjadi korban penipuan modus jalur khusus masuk Akademi Kepolisian (Akpol).
Warga Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, tersebut mengalami kerugian Rp2,65 miliar.
Akhirnya, Dwi melaporkan empat orang pelaku ke Polda Jawa Tengah.
Dwi melaporkan empat orang terduga pelaku, di mana dua di antaranya adalah polisi aktif di Pekalongan, yakni Aipda F alias Rohim, dan Bripka AUK alias Alex.
Dua terlapor lain adalah warga sipil yakni Joko serta Agung yang mengaku sebagai adik dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kasus bermula pada Desember 2024, ketika Dwi menerima pesan dari Rohim, anggota Polres Pekalongan (Kajen).
Tanpa diminta, Rohim menawarkan bantuan agar anak Dwi bisa lolos Akpol lewat jalur istimewa yang disebutnya sebagai ‘kuota Kapolri’.
“Beliau menawarkan untuk membantu mengurus anak saya supaya bisa masuk Akpol,” ujar Dwi di Semarang, Rabu (22/10/2025).
Namun, jalan pintas tersebut tidak gratis.
Dwi diminta menyediakan Rp3,5 miliar, dengan Rp500 juta dibayarkan di awal sebagai tanda jadi dan sisanya setelah anaknya lolos seleksi pusat (Panpus).
Awalnya Dwi menolak.
Tetapi setelah diyakinkan Rohim dan rekannya Alex, ia akhirnya menyerahkan Rp500 juta pada 21 Desember 2024.
Uang tambahan sebesar Rp1,5 miliar kemudian diminta pada Januari 2025 untuk alasan ‘proses administrasi di Jakarta’.
Beberapa waktu kemudian, Dwi dipertemukan dengan seorang pria bernama Agung, yang disebut sebagai adik dari Kapolri.
“Setelah ketemu dengan Agung selang satu hari saya dipertemukan dengan saudara Joko di Kediri, Jawa Timur. Kalau Agung ini menurut keterangan dari Alex ini kan adiknya Pak Kapolri, dia sipil. Kalau saudara Joko itu saya kurang paham untuk pekerjaannya apa,” jelasnya, melansir Kompas.com.
Dalam pertemuan tersebut, Agung memperkuat keyakinan Dwi bahwa anaknya akan ‘diperjuangkan langsung’ oleh pihak Mabes Polri.
Ia bahkan menyebut ada sosok ‘Babe’, seorang jenderal purnawirawan yang disebut bisa mengatur kuota kelulusan.
Atas bujukan ini, Dwi kemudian mentransfer uang sebanyak empat kali ke rekening Joko dengan total Rp650 juta.
Namun, setelah anaknya menjalani seleksi tahap pertama, hasilnya dinyatakan gagal.
Demi memenuhi permintaan para pelaku, Dwi mengaku menjual dua mobil mewah, Rubicon dan Mini Cooper, serta meminjam uang dari keluarganya.
“Saya sampai pontang-panting. Mereka sering datang mendadak malam hari, menekan agar uang segera disiapkan,” ujarnya.
Setelah kegagalan anaknya diumumkan, para pelaku saling lempar tanggung jawab.
“Totalnya semua Rp2,65 miliar. Dua miliar diserahkan tunai ke Alex, sisanya ke rekening Joko. Saya langsung klarifikasi, dan mereka berjanji akan mengembalikan uang. Tapi sampai sekarang belum ada itikad baik,” kata Dwi.
Ia mengaku kecewa karena sudah mengenal Rohim sejak 2011, dan tak menyangka orang yang dikenalnya bisa menipunya.
Dwi berharap laporan yang ia buat bisa ditindaklanjuti.
“Perkembangan penyidik kemarin naik ke Sidik, tingkat sidik. Tetapi kelihatannya belum, belum diproses lagi. Kalau saya sudah dimintai keterangan juga. Sekarang salah satu pelakunya malah sedang pendidikan,” ujarnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto mengatakan pihaknya masih melakukan pengecekan terhadap laporan tersebut.
“Ini sedang saya cek dulu ke Krimum dan Propam. Nanti kalau sudah lengkap saya kabari,” kata Artanto.
Hukum Menyogok demi Dapat Kerja
Terlepas dari berita di atas, kegiatan sogok menyogok mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat.
Misalnya saja menyogok supaya bisa diterima kerja di pabrik maupun di instansi pemerintahan.
Lalu, bagaimana sebenarnya hukum menyogok agar bisa diterima kerja dengan mudah? Apakah menyogok diperbolehkan dalam Islam?
KH Yahya Yahya Zainul Ma’arif Jamzuri atau Buya Yahya mempunyai jawaban tersendiri untuk menjawab hal tersebut.
“Assalamu’alaikum Wr. Wb. Buya Yahya, saya mau tanya bagaimana hukumnya orang menyogok supaya bisa bekerja di pabrik/pemerintah dan bagaimana hukumnya uang itu? Sekian terima kasih,” demikian tanya jamaah tersebut.
Kata Buya Yahya, menyogok adalah tindakan membayar sesuatu untuk mendapatkan yang bukan hak miliknya.
Menyogok hukumnya adalah haram dan tempatnya di neraka.
“Wa’alaikumusalam Wr. Wb. Dalam hal ini harus dimengerti beberapa hal berikut ini,” kata Buya Yahya seperti dikutip Serambinews.com dari laman resmi Buya Yahya, Selasa (11/1/2022).
Ada tiga poin penjelasan Buya Yahya terkait hukum menyogok agar bisa diterima kerja dengan mudah.
“Pertama, menyogok hukumnya haram dan diancam tempatnya di neraka.
Menyogok adalah membayar sesuatu untuk mendapatkan yang bukan hak miliknya.
Artinya jika seseorang mengambil sesuatu yang memang hak miliknya biarpun harus dengan bayar itu tidak disebut menyogok.
Contoh anda punya mobil dibawa seseorang kemudian orang itu tidak mau mengembalikan kepada anda kecuali jika anda membayar sejumlah uang.
Maka anda saat membayar bukanlah disebut sebagai penyogok.
Orang yang menerima uang tersebut telah dhzalim meminta uang dengan cara yang tidak benar dan itu juga dosa besar.
Dalam hal ini tidak bisa kita katakan harta yang dibayarkan halal bagi yang menerima.
Sebab tidak dibenarkan mengambil hartanya orang lain dengan cara semacam ini baik yang memberi akhirnya rela atau tidak rela. Sebab cara yang demikian itu adalah kedhaliman yang membuka pintu kedhzaliman yang lain lagi.
Kedua, berkenaan dengan yang ditanyakan jika anda memang layak untuk bekerja di tempat tersebut maka itu artinya anda punya hak untuk itu jadi apa yang anda bayarkan bukanlah suap yang haram karena anda membayar karena keinginan anda untuk mendapatkan hak anda.
Akan tetapi orang yang menerima tersebut jika menghalangi hak anda dan baru akan memberikan hak anda kalau anda membayar kepadanya sejumlah uang, maka dia adalah seorang yang dhzalim dan berdosa besar.
Ketiga, jadi, dalam hal ini anda tidak mendapatkan dosa menyuap karena anda memang tidak menyuap.
Akan tetapi anda mendapatkan dosa membudayakan kejahatan dilakukan oleh orang lain.
Artinya, anda telah dosa dalam menolong kejahatan. Kalau seandainya anda kompak dengan yang lainnya untuk tidak membayar tentu penerimaan tenaga dan pegawai akan dilakukan dengan cara yang benar.
Akan tetapi gara-gara orang-orang pada membayar maka dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu untuk memeras.
Keempat, jika anda memang berhak untuk bekerja di tempat tersebut setelah anda bekerja maka gaji yang anda terima adalah halal asalkan anda benar dalam menjalankan tugas dan pekerjaan.
Kesalahan anda adalah sekali saja yaitu disaat anda membayar karena anda menolong dalam kejahatan.
Takutlah Kepada Allah! Bekerjalah di tempat yang tanpa anda melakukan dosa, masih banyak pintu halal Allah jika anda yakin.
Jangan turuti hawa nafsu dalam mencari materi. Biarpun halal jika dimulai dengan yang haram tidak akan berbarokah.
Bekerjalah tanpa anda harus membayar agar anda tidak dosa
Ada membayar untuk mendapatkan hak yang tidak haram, yaitu disaat kita mulai didhalimi.
Misalnya, mobil kita diambil seseorang atau ada anak yang disandera baru bisa kitaambil kalau kita membayarnya.
Dalam hal ini kita tidak dosa, akan tetapi yang meminta itu saja yang dosa.
Sebab dalam hal seperti ini tidak akan menjadi budaya, bahkan orang yang akan melakukan kedhaliman seperti ini tidak akan berani terang-terangan.
Berbeda dengan masalah penerimaan pegawai dan karyawan. Wallahu a’lam bish-shawab,” pungkas Buya Yahya.
(Sabo/TribunJatim.com)






