
Keberadaan Artificial Intelligence (AI) dalam pembuatan karya seni, seperti film dan media, seni visual, musik hingga sastra dan penulisan kreatif kerap menimbulkan situasi yang dilematis. Pasalnya, banyak yang mengira AI bisa menggeser peran seniman dalam memproduksi sebuah karya. Ternyata asumsi tersebut terbantahkan.
Berdasarkan Indonesia AI Report 2025 yang dirilis Sabodan Populix, era seni saat ini sudah banyak terpengaruh oleh keberadaan AI. Film dan media jadi salah satu bidang seni yang sangat kuat dipengaruhi AI dalam prosesnya.
Disusul dengan karya seni visual yaitu sebanyak 75 persen yang mulai banyak dipengaruhi AI. Sebanyak 56 persen masyarakat juga menilai karya seni musik juga mendapatkan pengaruh AI cukup kuat dalam produksinya.
Data tersebut diperoleh dari survei Sabo x Populix yang menggunakan desain mixed-method dengan kombinasi survei kuantitatif dan wawancara kualitatif yang dilakukan secara online.
Survei online tersebut melibatkan 1.000 responden dengan distribusi lokasi 50% berasal dari Jabodetabek dan 50% dari kota-kota urban lainnya seperti Surabaya, Medan, Makassar, Denpasar, dan Balikpapan.
Responden memiliki latar belakang pendidikan minimal SMA/SMK hingga S2, dengan proporsi gender 50:50. Dari segi usia, komposisi responden terdiri atas 50% Gen Z (18–28 tahun) dan 50% Milenial (29–44 tahun
Tak hanya itu, sebanyak 49 persen masyarakat masih menilai kreativitas karya seni yang dihasilkan AI belum bisa setara dengan karya seni yang dibuat langsung oleh manusia. Meski begitu, 74 persen masyarakat yakin keberadaan AI bukan untuk menggantikan, tetapi dapat memperkaya seni dan kreativitas.
Sementara itu, hanya 26 persen masyarakat yang mengaku tak yakin apabila AI bisa memperkaya kreativitas dalam proses pembuatan sebuah karya seni. Meski begitu, sebanyak 79 persen Milenial dan 77 persen Gen Z melihat keberadaan AI yang sangat berperan menjadi alat bantu, bukan untuk menggantikan seniman.
Sementara itu, 61 persen Gen Z dan 66 persen posisi kedua terbesar peran AI dalam mendukung seni dan budaya ada pada kebutuhan untuk memberikan peraturan perlindungan hak cipta seniman manusia.
Kemudian, 49 persen Gen Z dan 55 persen Milenial melihat peran AI juga bisa sebagai pelestarian budaya tradisional. Hal ini yang membuat masyarakat optimis dalam melihat keberadaan AI dan bidang seni budaya bisa saling melengkapi.
Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Kecerdasan Buatan, Rektor Telkom University 2025-2030, Prof. Suyanto, seorang seniman yang bisa berkolaborasi dengan AI bisa membantu kreativitas mereka dengan akurasi yang tinggi.
“Untuk menjadi entitas terbaik di era saat ini, manusia harus punya kreativitas dan humanitas tinggi dan sangat menguasai AI sehingga bisa berkolaborasi dengan AI. Kalau bisa berkolaborasi, maka kita akan menjadi seorang seniman yang sangat kreatif dan humanis, sekaligus punya kapasitas dan akurasi tinggi,” kata Guru Besar Bidang Ilmu Kecerdasan Buatan, Rektor Telkom University 2025-2030, Prof. Suyanto kepada Sabo, Selasa (30/10).
Ia memberi contoh kasus seorang komposer yang menulis, membuat, dan menciptakan lagu tanpa bantuan AI. Kreativitas ini sangat dibutuhkan, karena sifatnya yang humanis dan penuh emosi dalam membuat karya.

Namun, kata dia, sang komposer bisa memanfaatkan AI untuk mengukur apakah musik ciptaannya mirip dengan ribuan musik-musik lain yang sudah diciptakan manusia sebelumnya.
“Umumnya itu 40 persen kemiripan atau plagiarism-nya itu 40 persen masih dianggap orisinal itu. Dari segi ilmuwan musik ya, mengatakan begitu. Akan tetapi, kalau dengan teknologi AI yang sudah dilatih dengan jutaan musik, maka AI bisa mendeteksi bahwa karya musik yang diciptakannya sendiri oleh AI itu memiliki kemiripan kurang dari 20 persen atau tidak. Nah, itu bisa terukur dengan menggunakan AI,” jelas Prof. Suyanto.
Menurut Suyanto, AI bisa dengan cermat dan akurat, karena bisa dilatih dengan jutaan musik. Manusia dengan kemampuan otaknya hanya bisa mendengar dan mengkurasi paling tidak ribuan musik saja.
“Enggak mungkin manusia bisa mengingat sampai jutaan bahkan miliaran musik. Nah, di situlah kalau seorang komposer bisa berkolaborasi dengan AI, dia bisa menciptakan musik baru yang sangat kreatif, humanis, dan terukur kemiripan atau plagiasinya secara akurat, dengan akurasi dan kapasitas tinggi di situ,” tegasnya.
Baca hasil riset lengkap Indonesia AI Report 2025 di sini:






