Free Gift

Tambang nikel di Raja Ampat ancam habitat hewan langka pari manta

● Pertambangan nikel di Raja Ampat mengancam keanekaragaman hayati laut, terutama pari manta yang terancam punah.

● Pulau-pulau kecil seperti Gag memiliki fungsi ekologis yang penting dan besar.

● Pemerintah harus menghentikan permanen izin tambang di Raja Ampat dan memperkuat perlindungan pulau-pulau kecil.

Mengizinkan aktivitas tambang di Raja Ampat berarti sama saja dengan membiarkan keanekaragaman hayati laut Indonesia terancam. Setidaknya ada 550 jenis terumbu karang (setara 75% dari spesies terumbu karang dunia) dan 1.600 ikan terumbu hidup di Perairan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Kekayaan ini membuat UNESCO menobatkan Raja Ampat sebagai cagar biosfer, setelah dua tahun sebelumnya ditetapkan sebagai salah satu global geopark.

Perairan Raja Ampat juga menjadi rumah bagi sekitar 2.000 pari manta karang (Mobula alfredi) dan 600 pari manta oseanik (Mobula birostris)—spesies langka yang rentan punah.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas penambangan sumber daya alam di Raja Ampat semakin meningkat, terutama tambang nikel.

Lokasi tambang nikel = habitat kritis pari manta

Semula, ada lima izin tambang nikel di Raja Ampat yang aktif. Setelah kampanye gerakan #SaveRajaAmpat viral dan mendapat perhatian publik luas, pemerintah bereaksi mencabut izin empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat.

Keempatnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham, yang terbukti melakukan pelanggaran lingkungan.

Namun, ada satu perusahaan yang dikecualikan dan masih boleh beroperasi, yakni PT Gag Nikel. Perusahaan ini, setelah sempat dihentikan operasinya pada Juni 2025 lalu, akhirnya diizinkan kembali beroperasi pada September 2025 karena diklaim memenuhi aspek pengelolaan lingkungan.

Kenyataannya, lokasi tambang nikel di Pulau Gag ini sangat dekat dengan paling tidak tiga habitat kritis pari manta di perairan Waigeo Barat.

Sekitar 40-45 kilometer (km) dari Pulau Gag misalnya, ada Pulau Eagle Rock di timur laut, Pulau Yefnabi Kecil di timur, dan Kepulauan Fam di tenggara. Tidak lebih dari 70 km di utara, terdapat habitat pembesaran pari manta karang di Laguna Wayag.

Hasil riset saya dan tim menunjukkan, Eagle Rock dan Yefnabi Kecil menjadi tempat mencari makan dan ‘stasiun pembersihan’ pari manta. Sekitar 40 ekor pari manta karang acap kali terlihat di sekitar pulau ini untuk makan.

Stasiun pembersihan merupakan area terumbu karang tempat ikan-ikan kecil ‘membersihkan’ pari manta dengan memakan parasit di tubuhnya. Pari manta karang bisa menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari di lokasi ini.

Sedangkan Kepulauan Fam, sama halnya dengan Laguna Wayag, merupakan habitat pembesaran pari manta karang. Kami menemukan puluhan bayi pari manta hidup di sini.

Pulau Gag terletak di perairan Waigeo Barat. Pari manta karang sering menggunakan perairan ini sebagai daerah jelajah dan jalur migrasi musiman dari Selat Dampier.

Dampak ekologis tambang

Aktivitas penambangan, seperti membuka hutan, mengeruk tanah, dan mengangkut bijih nikel bisa memicu masuknya lumpur dan zat berbahaya ke laut sehingga mengganggu habitat spesies laut, terutama pari manta.

Setidaknya, ada tiga dampak utama yang patut dikhawatirkan:

  • Sedimentasi atau lumpur

Lumpur dari pembukaan lahan bisa menutupi terumbu karang. Karang yang tertutup lumpur tidak bisa berfotosintesis dengan baik sehingga lama-lama akan mati. Akibatnya, ribuan ikan kehilangan rumah.

  • Pencemaran logam berat

Nikel maupun logam lain bisa masuk ke tubuh plankton, lalu dimakan ikan kecil, dan akhirnya sampai ke hewan besar termasuk pari manta. Polusi ini memang tidak terlihat secara kasat mata, tetapi sangat berbahaya, khususnya bagi hewan-hewan besar yang biasanya berada pada ujung rantai makanan.

  • Gangguan perilaku satwa laut

Pari manta sangat sensitif. Terganggunya kualitas perairan bisa membuat mereka pergi menjauh dari habitat. Kalau habitat-habitat kritis pari manta kehilangan fungsinya, keberlangsungan populasi pari manta di Raja Ampat akan terancam.

Padahal, habitat-habitat pari manta di perairan Waigeo Barat ini menjadi simpul-simpul kunci dalam koridor migrasi mereka. Selain itu, jika habitat pembesaran terganggu, bayi-bayi pari manta akan kehilangan tempat yang aman untuk tumbuh dan berkembang.

Pulau-pulau kecil= benteng keanekaragaman hayati

Pulau-pulau kecil kerap dianggap “tanah kosong” yang bisa dieksploitasi. Padahal, ia adalah benteng keanekaragaman hayati.

Sebuah riset membuktikan, populasi hewan di pulau-pulau kecil justru sebenarnya secara genetik memiliki kualitas tinggi dibandingkan di pulau besar, salah satunya karena kualitas habitat yang terjaga.

Jika pulau-pulau kecil di Raja Ampat tidak dilindungi, maka kita sedang membuka pintu bagi kerusakan yang jauh lebih besar.

Oleh karenanya, pemerintah harus mengambil beberapa langkah berikut:

  • Hentikan secara permanen izin tambang di Pulau Gag dan seluruh pulau-pulau kecil lainnya. Wilayah yang jelas-jelas punya fungsi penting terutama bagi hewan laut harus diberi perlindungan khusus.

  • Gunakan data ilmiah sebagai acuan membuat kebijakan, khususnya riset tentang pola pergerakan dan habitat penting pari manta karang di perairan Raja Ampat.

  • Kembangkan ekowisata pari manta berbasis masyarakat di Raja Ampat. Pari manta adalah magnet pariwisata yang mengundang kedatangan penyelam dari seluruh dunia hanya untuk melihat dan menyelam bersama mereka.

Secara jangka panjang, nilai ekonomi dari pariwisata berbasis pari manta jauh lebih besar dan berkelanjutan dibandingkan pendapatan sementara dari tambang.

Seekor pari manta diperkirakan bernilai paling tidak US$1 juta (setara Rp16,6 miliar) sepanjang hidupnya jika dijadikan sebagai sebuah aset wisata. Raja Ampat sendiri memiliki paling tidak 2.600 ekor pari manta, dan jumlah ini terus bertambah. Bayangkan potensi ekonomi yang bisa dihasilkan jika kekayaan ini dijaga dan dikelola dengan baik.

Sebagai perbandingan, PT. Gag Nikel mencatat laba sebesar Rp 819 miliar (setara US$50 juta) pada 2021. Angka itu tampak besar, namun belum memperhitungkan kerugian ekologis akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang.

Menjaga masa depan laut

Raja Ampat bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga milik dunia. Buktinya, Raja Ampat ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO.

Melindungi seluruh perairan Raja Ampat dari tambang nikel tidak hanya soal konservasi hewan terancam punah, tetapi juga menjaga masa depan manusia yang bergantung pada laut, terutama masyarakat Raja Ampat.

Keputusan ada di tangan kita: apakah memilih keuntungan singkat atau melestarikan harta karun laut sebagai warisan untuk generasi mendatang.

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation, situs berita nirlaba yang menyebarluaskan pengetahuan akademisi dan peneliti.

Edy Setyawan pernah menerima dana dari David and Lucile Packard Foundation, SEA Aquarium Singapore, Sunbridge Foundation, Wolcott Henry Foundation, Save the Blue Foundation, MAC3 Impact Philanthropies, Stellar Blue Fund, Seth Neiman, Katrine Bosley, Alex and Sybilla Balkanski, Marie-Elizabeth Mali, Daniel Roozen, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), British Broadcasting Corporation (BBC), Manaaki New Zealand Scholarship – Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT) New Zealand, dan WWF Russell E. Train Education for Nature Program (EFN), Amerika Serikat dalam menjalankan riset pari manta di Raja Ampat.

Want a free donation?

Click Here

Related Post

Tinggalkan komentar