Sabo – Kasus pembunuhan dalam rumah tangga kembali mengguncang masyarakat di wilayah Kabupaten Bener Meriah.
Seorang ayah di Bener Meriah, dilaporkan tega membacok anak kandungnya sendiri hingga mengalami luka serius.
Insiden berdarah tersebut terjadi di Bintang Berangun, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, pada Jumat (15/8/2025) sekitar pukul 19.00 WIB.
Korban berinisial TI (24) seorang remaja ditemukan meninggal dunia usai dibacok berkali-kali oleh ayah kandung berinisial S (48).
Pengakuan Warga Setempat
Warga setempat mengaku jika korban pembunuhan itu baru menetap di kampung ayah kandungnya di Bintang Berangun sekira kurang lebih dua tahun lalu.
Ia hanya tinggal berdua dengan sang ayah sedangkan antara ayah dan ibunya sudah lama berpisah.
Kemudian selama tinggal bersama ayahnya di Kampung Bintang Berangun, korban TI ini jarang bersosialisasi bersama masyarakat terkhusus para pemuda dikalangannya.
Lantas selama tinggal bersama sang ayah, warga juga kerap mendengar keributan antara keduanya.
Tanggapan Psikolog TP2TPA Bener Meriah
Peristiwa tragis ini tidak hanya mengejutkan warga setempat, tetapi juga menimbulkan keprihatinan luas di kalangan pemerhati sosial dan psikologi.
Menanggapi kasus ini, Psikolog dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (TP2TPA) Bener Meriah, Ismi Niara Bina kepadaSabopada Senin (18/8/2025), menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap kesehatan mental dan pengendalian emosi dalam keluarga.
Menurut Ismi, kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak dapat meninggalkan luka mendalam, baik secara fisik maupun psikologis.
“Dalam kasus seperti ini, anak korban kekerasan sangat rentan mengalami trauma. Mereka membutuhkan trauma healing serta pendampingan psikologis yang konsisten,” ungkap Ismi.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konflik keluarga seharusnya diselesaikan dengan komunikasi sehat, bukan dengan kekerasan.
Apalagi, ketika kekerasan terjadi antara orang tua dan anak, dampaknya bisa menghancurkan ikatan emosional yang sudah terbentuk sejak kecil.
Tak hanya itu, ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi yakni ekonomi, lingkungan, kondisi psikologis seseorang baik pelaku atau korban.
“Ada banyak faktor mengapa hal tersebut bisa terjadi mulai dari faktoe ekonomi, lingkungan dan masih banyak lainnya,” ungkap Ismi.
Anak yang pernah menjadi korban kekerasan orang tua berisiko tinggi mengalami gangguan kecemasan dan depresi.
Rasa takut berlebihan terhadap orang tua atau lingkungan sekitar, menurunnya kepercayaan diri, kesulitan menjalin hubungan sosial di masa depan
Jika tidak ditangani sejak dini, trauma tersebut bisa terbawa hingga dewasa dan mempengaruhi pola hubungan serta kepribadian anak dan orang tua.
Psikolog perempuan asal Bener Meriah itu juga menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua pihak.
“Pemerintah, lembaga sosial, dan tokoh masyarakat perlu bersinergi dalam memberikan edukasi terkait parenting sehat dan pengendalian emosi. Kekerasan bukan solusi, apalagi terhadap anak,” tambahnya.
Kasus ayah bacok anak kandung di Bener Meriah diharapkan menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan mental keluarga.
Pendidikan tentang pola asuh, komunikasi yang sehat, serta penyuluhan terkait bahaya kekerasan dalam rumah tangga perlu diperkuat.
Dirinya menyarankan agar setiap kasus kekerasan domestik segera dilaporkan dan ditangani.
Tragedi ayah bacok anak kandung di Bener Meriah menjadi cermin betapa pentingnya menjaga keharmonisan keluarga dengan pendekatan penuh kasih sayang.
Dengan adanya dukungan hukum, pendampingan psikologis, serta peran aktif masyarakat, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali. (*)
(Sabo/Kiki Adelia)