21/10/2025
*IDAI Soroti Gangguan Tulang pada Anak, Deteksi Dini Jadi Kunci Pencegahan*
Sabo, JAKARTA – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memaparkan berbagai jenis gangguan perkembangan tulang serta pentingnya deteksi dini untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan dan kualitas hidup anak.
Dr. Frieda Susanti, Sp.A, Subsp. Endo(K), Ph.D, anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI, menjelaskan bahwa pertumbuhan tulang anak merupakan proses kompleks sejak pembentukan jaringan tulang rawan hingga pengerasan menjadi tulang sejati.
Gangguan pada proses ini dapat menyebabkan displasia skeletal, yaitu kelainan pembentukan tulang yang memengaruhi proporsi tubuh, tinggi badan, dan fungsi gerak.
“Anak dengan gangguan tulang sering tampak pendek tidak proporsional atau memiliki tungkai bengkok. Kondisi ini perlu segera diperiksa agar dapat ditangani lebih dini,” ujar Dr. Frieda dalam Seminar Media “Gangguan Perkembangan Tulang pada Anak” Selasa, 21 Oktober 2025.
Menurutnya, tulang berperan penting tidak hanya sebagai penopang tubuh, tetapi juga dalam metabolisme. Pemeriksaan radiologi, analisis hormon, dan tes genetik menjadi langkah penting dalam memastikan diagnosis sejak dini.
Beragam Gangguan Tulang Pada Anak:
1. Osteoporosis pada Anak
Osteoporosis tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Pada anak, kondisi ini bisa muncul akibat gangguan metabolisme tulang, kekurangan mineral, penyakit kronis, atau penggunaan obat jangka panjang seperti kortikosteroid. Ciri utamanya adalah massa tulang rendah dan mudah patah meski karena benturan ringan. Penanganan dilakukan dengan peningkatan asupan kalsium, vitamin D, olahraga teratur, serta terapi sesuai penyebab dasarnya.
2. Rickets
Rickets disebabkan oleh gangguan mineralisasi tulang yang membuat tulang lunak dan mudah bengkok. Dr. Frieda menjelaskan dua jenis utama, yaitu rickets nutrisi akibat kekurangan vitamin D, kalsium, atau fosfor; dan rickets hipofosfatemik yang bersifat genetik. Gejalanya meliputi tungkai bengkok, pergelangan tangan membesar, dan pertumbuhan lambat. Penanganan meliputi suplemen vitamin D, kalsium, dan terapi fosfat sesuai penyebabnya.
“Rickets tampak ringan pada awalnya, namun jika tidak diobati dapat menyebabkan perubahan bentuk tulang permanen,” tegas Dr. Frieda.
3. Displasia Skeletal
Kelainan bawaan ini menyebabkan gangguan bentuk dan pertumbuhan tulang. Contohnya achondroplasia, akibat mutasi gen FGFR3 yang menyebabkan lengan dan tungkai pendek; pseudoachondroplasia, yang mirip namun tanpa mutasi FGFR3; serta osteogenesis imperfecta, atau penyakit tulang rapuh akibat kelainan kolagen tipe I. Ada pula Fibrodysplasia Ossificans Progressiva (FOP), kondisi langka di mana jaringan otot berubah menjadi tulang sehingga tubuh menjadi kaku. Hingga kini belum ada terapi efektif untuk FOP, sehingga pencegahan cedera menjadi langkah utama.
4. Skoliosis
Selain gangguan metabolik dan genetik, skoliosis juga menjadi kelainan tulang yang perlu diwaspadai. Skoliosis ditandai dengan kelengkungan tulang belakang ke arah samping, dapat disebabkan oleh faktor idiopatik maupun displasia skeletal dan gangguan neuromuskular. Jika tidak terdeteksi sejak dini, skoliosis dapat menyebabkan postur tubuh tidak simetris, nyeri punggung, hingga gangguan pernapasan. Pemeriksaan postur anak secara rutin, terutama usia sekolah, sangat dianjurkan untuk deteksi dini.
Tanda dan Gejala yang Perlu Diwaspadai:
Dr. Frieda menekankan bahwa peran orang tua sangat penting dalam mengenali tanda-tanda awal gangguan tulang. Ciri yang perlu diperhatikan antara lain: tubuh pendek tidak proporsional, cara berjalan tidak normal, tungkai atau lengan bengkok, sering patah tulang tanpa sebab jelas, serta keterlambatan perkembangan motorik.






